Hari Ahad seperti sekarang sudah seharusnya diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Salah satunya adalah dengan melakukan silaturahim ke anggota keluarga, saudara, hingga sahabat. Namun demikian, ada sejumlah hal yang hendaknya diperhatikan kala melakukan silaturahim.
Perlu diketahui bahwa silaturahim merupakan salah satu sarana yang baik dalam menjalin persaudaraan dan kerukunan dengan orang lain. Apalagi hari Ahad adalah pilihan terbaik lantaran di hari lain diisi dengan banyak kegiatan rutin.
Salah satu bentuk silaturahim adalah dengan cara bertamu mengunjungi rumah orang yang akan kita silaturahimi. Dalam salah satu hadits dijelaskan:
إِذَا دَخَلَ الضَّيْفُ عَلَى الْقَوْمِ دَخَلَ بِرِزْقِهِ وَإِذَاخَرَجَ خَرَجَ بِمَغْفِرَةِ ذُنُوْبِهِمْ
Artinya: Ketika tamu datang pada suatu kaum, maka ia datang dengan membawa rezekinya. Ketika ia keluar dari kaum, maka ia keluar dengan membawa pengampunan dosa bagi mereka. (HR Ad-Dailami).
Agar dalam bertamu tercapai hasil yang baik, maka hendaknya seseorang selalu menjaga adab atau etika dalam bertamu sebagaimana ketentuan berikut sebagaimana dijelaskan Muhammad bin Ahmad bin Salim as-Safarini dalam kitab Ghida’ al-Albab Syarh Mandzumah al-Adab, juz 2, halaman: 117)
1. Menyantap makanan (yang dihidangkan), tak perlu beralasan sudah kenyang.
2. Tidak bertanya pada tuan rumah tentang sesuatu di rumahnya kecuali arah kiblat dan toilet
3. Tidak mengintip ke arah tempat wanita
4. Tidak menolak ketika dipersilakan duduk di suatu tempat dan (tidak menolak) ketika diberi penghormatan.
5. Membasuh kedua tangan (ketika hendak makan dengan tangan),
6. Ketika melihat tuan rumah bergerak untuk melakukan sesuatu, jangan mencegahnya.
وَأَمَّا آدَابُ الضَّيْفِ فَهُوَ أَنْ يُبَادِرَ إلَى مُوَافَقَةِ الْمُضِيفِ فِي أُمُورٍ : مِنْهَا أَكْلُ الطَّعَامِ ، وَلَا يَعْتَذِرُ بِشِبَعٍ ، وَأَنْ لَا يَسْأَلَ صَاحِبَ الْمَنْزِلِ عَنْ شَيْءٍ مِنْ دَارِهِ سِوَى الْقِبْلَةِ وَمَوْضِعِ قَضَاءِ الْحَاجَةِ . وَلَا يَتَطَلَّعُ إلَى نَاحِيَةِ الْحَرِيمِ ، وَلَا يُخَالِفُ إذَا أَجْلَسَهُ فِي مَكَان وَأَكْرَمَهُ بِهِ . وَلَا يَمْتَنِعُ مِنْ غَسْلِ يَدَيْهِ ، وَإِذَا رَأَى صَاحِبَ الْمَنْزِلِ قَدْ تَحَرَّكَ بِحَرَكَةٍ فَلَا يَمْنَعُهُ مِنْهَا
Selain adab-adab dalam bertamu di atas, Syekh Sulaiman al-Jamal juga menjelaskan adab-adab yang lain dalam bertamu:
ومن آداب الضيف أن لا يخرج إلا بإذن صاحب المنزل وأن لا يجلس في مقابلة حجرة النساء وسترتهن وأن لا يكثر النظر إلى الموضع الذي يخرج منه الطعام
Artinya: Sebagian adab dalam bertamu adalah:
1. Tidak beranjak keluar kecuali atas seizin tuan rumah,
2. Tidak duduk di hadapan ruangan perempuan
3. Tidak banyak memandangi ruangan tempat keluar makanan. (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 17, halaman: 407)
Sebagian adab yang lain dalam bertamu adalah ketika seseorang hendak menginap, hendaknya tidak melebihi dari tiga hari. Hal ini sesuai dengan anjuran dalam hadits:
وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ
Artinya: Jamuan hak tamu berjangka waktu tiga hari. Lebih dari itu, jamuan adalah sebuah sedekah. Tidak boleh bagi tamu untuk menginap di suatu rumah hingga ia menyusahkannya. (HR. Bukhari Muslim).
Maka sebaiknya adab-adab di atas benar-benar dijaga dan dilaksanakan pada saat bertamu ke rumah orang lain, agar tercapai maksud dan tujuan dalam bertamu sehingga akan terjalin hubungan yang baik. Wallahu a’lam.