Oleh: Robert Balya
Banyak beredar di kalangan masyarakat yang mengira bahwa “Berbukalah dengan yang manis-manis” adalah anjuran atau perintah dari Nabi SAW yang dijadikan sebagai sunnah puasa jika tidak lagi menemukan kurma untuk berbuka. Padahal tidaklah demikian dan hal tersebut bukanlah merupakan hadits Nabi SAW.
Yang jelas, tidak ada hadits yang berbunyi “Berbukalah dengan yang manis” atau semisalnya, atau yang mendekati makna itu. Baik dalam kitab hadits maupun kitab fikih. Tidak ada sama sekali, namun sangat disayangkan ungkapan semacam ini disebar-sebarkan sebagai hadits oleh sebagian da’i dan juga public figure yang minim ilmu agamanya.
Memang berbuka puasa itu dianjurkan dengan kurma atau air putih. Karena berdasarkan pandangan medis keduanya mengandung zat yang dapat memulihkan fungsi anggota tubuh yang terkurangi saat puasa. Dan Nabi Muhammad SAW sendiri mencontohkan kepada kita umatnya melalui hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, dan at-Tirmidzi sebagai berikut,
عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم يفطر على رطبات قبل ان يصلى فان لم يكن رطبات فتمرات فان لم يكن تمرات حسا حسوات من ماء رواه أحمد وأبو ظاود والترمذي
Artinya : “Dari Anas bin Malik RA, ia berkata, Rasulullah SAW berbuka puasa dengan beberapa kurma matang dan basah (ruthob) sebelum melaksanakan shalat. Kalau tidak ada kurma basah, maka Rasulullah SAW berbuka dengan kurma kering (tamr). Bila tidak ada kurma kering, beliau meminum beberapa teguk air.” (HR Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi)
Memahami hadits diatas, para ulama memandang kesunahan berbuka puasa dengan kurma yang terkandung sifat manis di dalamnya. Hal ini diungkapkan Muhammad Ali as-Syaukani dalam karyanya Nailul Authar sebagai berikut,
وإذا كانت العلة كونه حلوا والحلو له ذلك التأثير فليحق به الحلويات كلها، أما ما كان أشد منه في الحلاوة فبفحوى الخطاب وما كان مساويا له فبلحنه
Artinya : “Kalau illat (sebab) disunnahkan berbuka dengan kurma itu karena manisnya (dan sifat manis itu menjadi sebab pokok/primer buka puasa Rasulullah SAW dengan kurma), maka bentuk makanan dan minuman manis lainnya juga tergolong kategori berbuka puasa berdasarkan sunnah Rasulullah SAW. Kalau misalnya ada makanan yang lebih manis dari kurma, maka ulama menggunakan fahwal khithab (qiyas di mana yang tidak disebut di nash al-Quran/hadits lebih kuat daripada yang disebutkan di nash). Tetapi kalau makanan dan minuman itu setara manisnya dengan kurma, maka ulama menggunakan lahnul khithab (qiyas dimana yang tidak disebut di nash al-Quran/hadits setara dengan yang disebut di nash). (Lihat Muhammad Ali As-Syaukani, Nailul Authar fi Syarhi Muntaqal Akhbar, Darul Fikr, Beirut, Tanpa Tahun, Juz IV, Halaman 302)
Dari penjelasan Syekh Muhammad Ali as-Syaukani di atas, berbuka dengan makanan ataupun minuman yang manis-manis tetap terhitung mengamalkan sunah Rasulullah SAW. Karena yang dipandang oleh ulama dari kurma itu unsur manisnya bukan sekedar kurmanya itu sendiri. Tetapi kalau kita membaatalkan puasa dengan kurma, itu sangat baik. Jadi pada prinsipnya berbukalah dengan yang manis.
Akan tetapi menurut pendapatnya al-Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar al-Masyhur (Allaamah Hadhramaut), bahwasannya berbuka dengan makanan yang manis-manis seperti kolak, es doger, dllnya tidak dibenarkan dalam artian bukan termasuk sunah berbuka puasa ala Rasulullah SAW. Karena makanan yang paling baik untuk berbuka adalah kurma. Jika tidak ada kurma, maka yang paling baik adalah minum air putih (lebih baik menggunkan air zam-zam) jika memang tidak ada menggunakan air putih biasa. Setelah itu baru makanan manis yang bukan hasil masakan seperti buah-buahan. Seperti yang dijelaskan beliau dalam Bughyatul Mustarsyidin 185:
فائِدةٌ : يُسَنُّ لِمَنْ لَمْ يُفْطِرْ على تَمْرٍ أنْ يُفْطِرَ على الماء وكونهُ ماءَ زَمْزَمَ أولى وَبَعْدَهُ الحلوُ وهو ما لمْ تمسُّهُ النَّارُ كالزَّبيبِ والعسلٍ واللّبنِ وهو أفضلُ من العسلِ واللّحمُ أفضلُ منهما ثُمَّ الحلوى المعمولةُ بالنَّارِ
Artinya: “Sunnah berbuka dengan air bagi orang yang tidak berbuka dengan kurma. Air yang paling utama adalah air zam-zam, kemudian sesuatu yang manis yang tidak dimasak dengan api. Seperti anggur, madu, susu yang mana lebih baik dari madu, dan daging yang lebih baik dari keduanya. Kemudian makanan manis yang dimasak dengan api.”
Jadi dapat disimpulkan dari dua pendapat ulama diatas bahwasannya berbuka dengan air putih sudah mendapatkan kesunahan Nabi, jika tidak ada kurma basah maupun kering dan juga tidak adanya air zam-zam. Dan untuk sesuatu yang manis-manis lebih diutamakan yang tidak terkena api (dimasak) seperti halnya susu, madu, ataupun buah-buahan. Maka jika ada orang yang berbuka dengan hal-hal yang manis tapi melalui proses dimasak (terkena api) dianjurkan untuk minum air terlebih dahulu, agar sama-sama mendapatkan kesunahan.