Semarang, NU Online Jateng
Bahtsul Masail tentang bencana air laut pasang atau rob yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah (Jateng) difokuskan pada pembahasan siapa yang bertanggungjawab terhadap korbannya menurut fiqih.
Katib PWNU Jateng KH Munif Abdul Muchit mengatakan, rob yang menggenangi kawasan pemukiman warga dan telah menjadikan sebagian warga yang tidak tinggal kawasan pantai utara (Pantura) Jateng menderita.
“NU Jateng terpanggil untuk mengangkat masalah ini dalam bahtsul masail untuk mencari jawaban bagaimana ketentuan fiqih tentang tanggung jawab pemerintah atas bencana rob, baik dalam hal penanggulangan, penanganan korban bencana rob, maupun antisipasinya,” kata kiai Munif kepada NU Online Jateng di Semarang, Jumat (21/10/2022).
Disampaikan, Bahtsul Masail PWNU Jateng yang dijadwalkan berlangsung di Pesantren Al-Islah Ampelgading, Pemalang pada Senin (25/10/2022) akan diikuti utusan 36 PCNU se-Jateng dan sejumlah pesantren di Jateng. Sedangkan tema rob akan dibahas dalam komisi maudluiyyah.
“Selain rob, komisi maudluiyyah juga akan membahas tentang problematika perawatan tubuh manusia dengan memunculkan dua pertanyaan, meliputi apa dlawabith tindakan atas tubuh yang termasuk merubah ciptaan Allah yang diharamkan dan apa dlawabith perawatan tubuh yang halal,” terangnya.
Ditambahkan, pada komisi waqi’iyah membahas tentang pemanfaatan dan tata kelola masjid dari tiga aspek. Pertama aspek kekayaan masjid, berikut daftar pertanyannya:
- Apakah semua tanah yang diwaqafkan untuk masjid serta merta menjadi masjid, yang mana akibatnya tidak boleh ada yang dijadikan sebagai tempat parkir, toilet dll, sebagai fasilitas pendukung bagi masjid yang bersangkutan?,
- Bagaimanakah hukum mengubah fungsi bangunan masjid, misalnya fungsi bangunan lama diubah menjadi tempat parkir dan lain sebagainya.
- Bagaimanakah status hukum area-area di bawah masjid yang digunakan sebagai toko, aula, dan sebagainya.
- Bagaimanakah hukum menggunakan dana masjid untuk perbaikan akses jalan menuju masjid?
- Bagaimanakah hukumnya material yang diwaqafkan untuk masjid digunakan membangun masjid yang bukan tanah waqaf?, Bagaimanakah hukum menghimpun dana pembangunan masjid di jalan raya?, milik siapakah uang yang dihasilkan dari kotak parkir masjid?
- Bagaimanakah hukum menggunakan dana masjid untuk investasi yang jelas-jelas menguntungkan, seperti produksi batu bata dan lain sebagainya, Bagaimanakah hukum menggunakan fasilitas masjid (karpet, sound system, dll) untuk kepentingan masyarakat sekitar?
- Bagaimanah hukum menggunakan dana masjid untuk kegiatan sosial dan keagamaan seperti pengajian, santunan, bantuan bencana alam, acara bahtsul masail dan sebagainya ? dan apakah membeli barang seperti mobil ambulans termasuk kemaslahatan?
Kedua, pemanfaatan Masjid. Pertanyaannya: Bagaimanakah status hukum serambi masjid?, Bagaimanakah hukum menggunakan masjid untuk acara akad nikah, menyanyikan lagu Indonesia Raya, Ya lal wathon, dan sejenisnya.
Bagaimanakah hukum mendatangkan imam dan khatib dari luar daerah? Bagaimanakah hukumnya jika imam dan khatib merupakan orang yang berbeda antara ketika shalat Jumat dengan shalat Id?, Bagaimanakah hukum menjalankan kotak amal masjid pada saat khutbah? dan bagaimanakah hukum membaca ‘maasyiral muslimin …’ sebelum khutbah?
Ketiga, tentang tata kelola masjid, pertanyaannya: Apakah secara fiqih dapat dibenarkan tata kelola masjid sebagaimana berikut? Link contoh struktur organisasi masjid: https://bit.ly/3d7s2JE dan apakah secara fiqih pengklasifikasian tipologi masjid sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam nomor 802 Tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Pengelolaan Masjid dapat dibenarkan?
Penulis: Samsul Huda