Seorang perempuan terkadang mengalami kondisi tertentu yang mengharuskan dirinya beralih dari satu masa iddah kepada masa iddah yang lain. Dalam kaitan ini, Syekh Wahbah az-Zuhaili telah menyebutkan empat keadaan yang menyebabkan peralihan tersebut. Tiga di antaranya sejalan dengan mazhab Syafi’i dan mungkin terjadi di masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Beralihnya Iddah Syuhur kepada Iddah Quru’
Ketika perempuan yang belum haidh atau perempuan yang sudah menapouse dijatuhi talak oleh suaminya dan ditetapkan syariat untuk menjalani masa iddah syuhur (bulan), yakni menunggu selama tiga bulan, kemudian mengalami haidh sebelum masa iddahnya berakhir, maka iddah syuhur yang dijalaninya harus beralih kepada iddah quru’, yakni menunggu selama tiga kali suci.
Alasannya, tidak boleh seorang perempuan menjalani masa iddah syuhur, sementara asal iddah syuhur tersebut, yakni quru’ masih ada. Tak ubahnya seorang yang masih mampu berwudhu, tetapi sudah tayamum.
Lain halnya jika iddah syuhur sudah selesai, kemudian haidh, maka si perempuan tidak wajib memulai masa iddahnya dengan iddah quru’.
إذا طلقت الصغيرة أو من بلغت سن اليأس، فشرعت في العدة بالشهور، ثم حاضت قبل انتهاء العدة، لزمها الانتقال إلى الأقراء، وبطل ما مضى من عدتها
Artinya, “Ketika seorang perempuan masih kecil atau menapouse dicerai, dan ditetapkan syariat iddahnya dengan syuhur (hitungan bulan), kemudian haidh kembali sebelum berakhirnya iddah, maka ia wajib beralih iddahnya kepada iddah quru’ dan iddah sebelumnya batal. (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 9/7188).”
2. Beralihnya Iddah Quru’ kepada Iddah Hamil
Ketika seorang perempuan yang sedang menjalani iddah quru’, hamil dari suami yang menceraikannya, maka menurut ulama Syafi’i, iddah sebelumnya gugur dan beralih kepada iddah hamil, yakni melahirkan. Pasalnya, quru’ merupakan bukti bebasnya rahim dari kehamilan secara lahir. Sedangkan kehamilan merupakan bukti terisinya rahim secara pasti. Sehingga perkara zahir harus gugur dengan perkara pasti.
Demikian halnya perempuan yang ditalak asalnya haidh, lalu haidh satu atau dua kali, kemudian menapouse, maka iddahnya beralih dari iddah quru’ kepada iddah bulan.
تحول العدة من الأقراء إلى الأشهر أو وضع الحمل: إذا شرعت المطلقة في العدة بالأقراء، ثم ظهر بها حمل من الزوج
Artinya, “Iddah quru’ beralih kepada iddah syuhur atau iddah hamil ketika perempuan yang dicerai sedang menjalani iddah quru’ kemudian tampak pada dirinya kehamilan dari suami sebelumnya.” (Lihat: az-Zuhaili, juz 9/7189).”
3. Beralihnya Iddah Quru’ kepada Iddah Wafat
Jika seorang suami meninggal di saat istri menjalani masa iddah talak raj’i darinya, maka iddah tersebut beralih kepada iddah wafat, baik di talaknya semasa sang suami sehat atau sakit jelang kematiannya. Pasalnya, perempuan yang ditalak raj’i masih dianggap sebagai istri selama dalam masa iddah. Dan kematian suami mengharuskan istri menjalani iddah wafat, sehingga hukum rujuk menjadi sia-sia dan sisa iddahnya menjadi gugur.
Pada saat yang sama, nafkahnya juga gugur dan yang ditetapkan adalah konsekuensi iddah wafat seperti ihdad dan sebagainya.
إذا مات الرجل في أثناء عدة زوجته التي طلقها طلاقاً رجعياً، انتقلت بالإجماع من عدتها بالأقراء أو الأشهر إلى عدة وفاة: وهي أربعة أشهر وعشرة أيام
Artinya, “Jika seorang laki-laki meninggal di tengah masa iddah istrinya yang ditalak raj’i, maka sesuai ijmak ulama, iddahnya beralih dari iddah quru’ atau iddah syuhur kepada iddah wafat, yaitu 4 bulan 10 hari.” (Lihat: az-Zuhaili, juz 9/7190).”
Demikian beberapa kondisi yang menyebabkan peralihan perempuan dari suatu masa iddah kepada masa iddah yang lain, sebagaimana yang diungkap oleh az-Zuhaili.
Ustadz M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/bentuk-bentuk-peralihan-masa-iddah-perempuan-d1XSB