Bulan Muharram, Gak Boleh Nikah? 

Pernikahan merupakan salah satu fase yang dianggap penting dan sakral dalam perjalanan hidup seseorang. Tidak hanya soal ikatan cinta antara laki-laki dan perempuan, pernikahan juga merupakan awal mula kemunculan sistem sosial baru yang bernama keluarga. Keluarga inilah yang akan mempengaruhi siklus kehidupan seseorang kedepannya. Keluarga yang baik akan memberikan hal-hal positif dalam mengarungi kehidupan. Dan sebaliknya, keluarga yang buruk akan menyebabkan hal-hal negatif yang tidak diinginkan. 

Banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat supaya pernikahan yang dilakukan dapat mewujudkan keluarga yang baik di masa depan. Tidak hanya melihat dari kualitas calon pasangan, tetapi juga melihat hal-hal lain yang oleh masyarakat diyakini akan memberikan banyak pengaruh. Keyakinan ini adakalanya berasal dari tradisi masyarakat sekitar maupun dari pengalaman pribadi seseorang. Salah satu di antaranya adalah mitos waktu pernikahan.

Dalam budaya Nusantara, khususnya di Jawa, pemilihan waktu pernikahan sangat diperhatikan. Seseorang tidak boleh memilih waktu serampangan ketika melaksanakan pernikahan. Hal ini diyakini akan memberikan pengaruh negatif dalam kehidupan pasca pernikahan, di antaranya dapat berupa kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis, ekonomi yang sulit, bahkan sampai kepada perceraian. Oleh karenanya, banyak sekali masyarakat yang melarang untuk melakukan acara pernikahan di beberapa waktu tertentu, termasuk yang populer adalah larangan menikah di bulan Suro atau Muharram. 

Larangan menikah di bulan Suro atau Muharram sebagaimana yang disebutkan, tidak hanya terjadi di Nusantara, tetapi juga terjadi di daerah Timur Tengah seperti Mesir. Sebagaimana masyarakat Nusantara, di sana ada sekelompok orang yang beranggapan bahwa menikah di bulan tersebut dapat membawa keburukan. Sementara yang lain beranggapan bahwa hukum menikah di bulan Muharram adalah haram. Hal ini sampai dibahas dalam Dar al-ifta Mesir.

ﻳﻘﻮﻝ ﺑﻌﺾ اﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﻋﻘﺪ اﻟﺰﻭاﺝ ﻓﻰ ﺷﻬﺮ اﻟﻤﺤﺮﻡ ﺣﺮاﻡ ﺃﻭ ﺷﺆﻡ، ﻓﻬﻞ ﻫﺬا ﺻﺤﻴﺢ

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa pernikahan di bulan Muharram hukumnya haram atau membawa keburukan. Apakah hal ini benar ? “ (Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah 10/25)

Sebelum membahas tentang hal ini, perlu diketahui bahwa larangan untuk menikah di bulan atau hari tertentu sudah terjadi sejak lama, bahkan hal itu sudah terjadi pada zaman Jahiliyah. Diceritakan bahwa pada zaman Jahiliyah ada sebuah pantangan bagi seseorang untuk menikah di bulan Syawal. Mereka beranggapan bahwa kata Syawal dalam bahasa Arab mempunyai konotasi negatif, yakni terangkat, sedikit, dan terpisah. Orang Arab khawatir bahwa pernikahan yang dilakukan di bulan Syawal akan membawa keburukan bagi kehidupan rumah tangga, sesuai dengan makna kata  “Syawal” itu sendiri. (Syarah Nawawi ‘ala Shahih Muslim 9/209)

Syariat Islam mengajarkan bahwa keburukan tidak disebabkan oleh sesuatu apapun (termasuk hari atau bulan tertentu). Tidak ada istilah hari buruk atau bulan buruk yang menyebabkan seseorang tidak melakukan sesuatu. Rasulullah bersabda sebagai berikut.

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ

“Tidak ada penyakit (menular dengan sendirinya) dan tidak ada kesialan (yang menghentikannya berbuat sesuatu). HR. Muslim

Kata Thiyarah dalam hadits tersebut bermakna kesyirikan, yakni meyakini ada kekuatan lain selain dari Allah. Maksudnya adalah meyakini sesuatu bisa memberikan  keburukan dengan sendirinya apabila dikerjakan. Keyakinan ini dilarang dalam Islam karena dapat menyebabkan seseorang enggan melakukan sesuatu karena senantiasa berburuk sangka dan khawatir akan terjadinya malapetaka. (Syarah Nawawi ‘ala Shahih Muslim 14/219)

Secara umum, tidak ada keburukan atau kesialan akibat melakukan sesuatu di bulan atau hari tertentu. Hal ini karena keburukan dan kebaikan tidak bergantung pada sesuatu apapun selain kehendak Allah. Termasuk juga dalam pernikahan sendiri. 

Dalam Islam, tidak ada larangan untuk melakukan pernikahan di hari atau bulan tertentu yang disebabkan kekhawatiran akan keburukan yang terjadi. Hal ini merujuk pada perbuatan Nabi Muhammad saw yang menikahkan putrinya sendiri, Sayyidah Fatimah pada bulan Syawal. Hal ini dilakukan untuk menepis keyakinan masyarakat Jahiliyah saat itu tentang keburukan menikah di bulan Syawal .

Asal pernikahan dilakukan secara benar sesuai syariat, maka pernikahan tersebut adalah sesuatu yang mulia. Dalam Fatwa Ulama Mesir ditegaskan bahwa tidak ada landasan larangan menikah di waktu tertentu.

ومهما يكن من شىء فلا ينبغى التشاؤم بالعقد فى أى يوم ولا فى أى شهر، لا فى شوال ولا فى المحرم ولا فى صفر ولا فى غير ذلك، حيث لم يرد نص يمنع الزواج فى أى وقت من الأوقات ما عدا الإحرام بالحج أو العمرة

“Bagaimanapun juga, tidak boleh ada anggapan kesialan dalam pernikahan yang dilakukan pada hari atau bulan tertentu seperti pada bulan Syawal, Muharram, Shafar, dsb. dimana tidak ada dalil yang mencegah melakukan pernikahan di waktu tersebut. Hal ini berbeda dengan larangan menikah ketika haji atau umrah.” (Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah 10/25)

Walhasil, pernikahan adalah hal baik yang dianjurkan oleh syariat Islam. Tidak ada istilah hari buruk atau bulan buruk dalam melakukan kebaikan termasuk pernikahan. Pernikahan yang baik tidak bergantung pada hari atau bulan yang baik. Pernikahan yang baik bergantung pada kesalehan pasangan suami-istri untuk saling melengkapi dalam membina keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah di masa depan nanti. Wallahu a’lam bis Showab

Ustadz Muhammad Ahdanal Khalim, alumnus Pondok Pesantren Al-Mubarokah Damaran Kudus


https://jateng.nu.or.id/keislaman/bulan-muharram-gak-boleh-nikah-zezAG

Author: Zant