Kaum muslimin sudah kedatangan tamu spesial yakni bulan Rajab 1445 H. Sebuah anugerah bagi kita yang masih diberi kesempatan menemui bulan ini karena telah ternash bahwa bulan Rajab adalah termasuk Al-asyhur al-hurum atau bulan-bulan mulia Dimana berbagai kemuliaan ditimpakan kepada hamba-hamba yang bergembira dan berbuat kebaikan pada bulan-bulan tersebut.
Tak lama lagi akan mulai terdengar pujian anak-anak di surau atau langgar bergantian melantunkan doa:
اَللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان
Artinya: Ya Allah, anugerahkanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah umur kami pada bulan Ramadhan.
Bukan hanya sebagai pertanda telah masuk bulan Rajab, melainkan juga sebagai anjuran dari Rasulullah seperti yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Ibnussunni, bahwa setiap kali memasuki bulan Rajab beliau membaca doa tersebut. Disamping nash dan anjuran doa yang menunjukkan keutamaan bulan Rajab, dari asal katanya saja ‘Rajab’ terkandung makna mendalam terkait hubungan Allah dengan mahluknya, mengutip Alviennoer (2010) Rajab terdiri dari tiga huruf akronim yakni Ra dari kalimat rahmatullah atau Rahmat allah, Jim dari kalimat jinayatul’ abd atau kesalahan hamba, dan Ba dari kalimat birrullah atau Kebajikan Allah.
Dari nama sudah nampak bahwa bulan ini adalah bulan rahmat dimana tidak diperkenankan melakukan keburukan dan kemaksiatan karena kemuliaan di dalamnya dianugerahkan oleh Allah kepada hamba-hambanya yang senantiasa merepresentasikan nilai kebaikan dalam kehidupannya.
Kemuliaan dan Peristiwa Penting di Bulan Rajab
Berbagai kebaikan dilimpahkan oleh Allah SWT di bulan ini, sebagai salah satu dari 4 bulan mulia yang tidak diperkenankan berperang didalamnya, lebih daripada itu makna pelarangan perang jika ditarik dalam konteks saat ini adalah pelarangan membunuh, berbuat kedzaliman, berbuat dosa, sehingga beberapa ulama’ berpendapat bahwa melakukan perbuatan dosa di bulan Rajab dosa yang diterima akan lebih berat (Setiyanto, 2016).
Hal ini erupakan bulan ampunan sehingga dianjurkan untuk memperbanyak Istighfar pada bulan ini, Sebagian ulama salaf mengatakan, bulan rajab adalah bulan menanam, Sya’ban sebagai bulan menyiram, dan puncaknya pada bulan Ramadhan adalah bulan memanen (Dhohir, 2019). Qahthani dalam Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani (2004) menyebutkan, sejak awal bulan Rajab hingga akhir, Allah menganugerahkan 3 pemberian kepada umat manusia, yakni Rahmat tanpa azab, kedermawanan tanpa kebakhilan, dan kebaikan (kesuburan) tanpa kekeringan. Oleh karenanya Sebagian umat islam berusaha berlomba-lomba berbuat baik seperti berpuasa, istighfar, sedekah dan memperbanyak berdoa pada bulan ini.
Keutamaan-keutamaan tersebut selain karena nash Allah, juga pada bulan ini terjadi banyak peristiwa penting dalam sejarah agama Islam, mulai dari awal mula nur nubuwwah Rasulullah saw diletakkan di Rahim ibunya, Siti Aminah, meninggalnya raja al-Habasyah, An-Najasyi dalam keadaan muslim pada Rajab tahun 9 H, dibebaskannya Baitul Maqdis pada Rajab tahun 583 H oleh Shalahudin Al-Ayyubi, dan puncaknya adalah peristiwa Isra’ Mi’raj pada tanggal 27 Rajab yang menjadi mukjizat terbesar Rasulullah karena di dalamnya beliau mendapat perintah ajaran yang menjadi tonggak utama agama islam yaitu sholat.
Fakta sejarah peristiwa di atas hanya akan menjadi sekedar cerita turun temurun apabila kita tidak dapat menangkap makna dibaliknya. Seluruh penciptaan Allah memiliki arti dan tujuan baik sebagai tuntunan ataupun Pelajaran hidup manusia, termasuk juga sebagai media tafakkur dan refleksi diri untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.
Refleksi Diri melalui Peristiwa Bulan Rajab
Cerita terkait peristiwa masa lalu akan terjaga apabila kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran di dalamnya untuk direpresentasikan pada kehidupan hari ini. Begitupun cerita terkait peristiwa di bulan Rajab, tentunya sebagai muslim yang berakal, kita tidak akan rela apabila peristiwa penting tersebut hanya menjadi buah bibir dan diceritakan dengan versi alur Sejarah belaka tanpa penyampaian esensi dari cerita tersebut.
Banyak Pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita-cerita tersebut sebagai media refleksi diri dalam berkehidupan, kisah Aminah mendapat Amanah mengandung Rasulullah bukan tanpa alasan, kesucian diri dan jiwa beliau yang senantiasa terjaga dari kebobrokan moral saat itu menjadi simbol bahwa kebaikan yang selalu dijaga meskipun berada di tengah hiruk pikuk kedzaliman akan mendapat balasan berupa kebaikan juga. Siti Aminah tidak pernah meminta punya anak seorang nabi namun, atas kebaikan dan kesuciannya, beliau malah mendapat anugerah tersebut.
Kisah meninggalnya An-Najasyi dalam kondisi islam yang banyak termaktub dalam kitab sirrah seperti Siyar A’lamin Nubala’ nya Adz-Dzahabi, Shahih as-Shiratun Nabawiyah dan kitab sirrah lainnya, memberikan kita Pelajaran bahwa sebagai pemimpin, kemanusiaan dan kebenaran menjadi prinsip utama dalam berperilaku dan mengambil Keputusan, tidak mudah terpengaruh dan selalu memastikan faktanya terlebih dahulu menjadikan kita bijaksana. Seperti halnya Najasyi yang selalu mengedepankan kebenaran sehingga beliau mendapat balasan dari allah berupa keimanan meskipun seluruh kaumnya kufur.
Keberhasilan Shalahudin membebaskan Baitul Maqdis mensyaratkan pada kita bahwa kebengisan tak seharusnya dibalas sama, kebesaran hati seorang Salahudin yang membebaskan bahkan mengawal warga Kristen untuk Kembali ke negaranya pasca perang salib menjadikan harum nama islam dicatatan Sejarah dunia. Kita tidak bisa menuntut perlakuan baik orang lain pada kita namun sudah tugas dan keharusan bagi kita seorang muslim untuk berbuat baik kepada semua orang tanpa melihat latar belakang atau masa lalu mereka. Kegigihan dalam berprinsip, keteguhan pada kebenaran dan agama merupakan modal utama seorang muslim saat ini di tengah kedzaliman dan keburukan yang semakin merajalela.
Penerimaan perintah sholat oleh Rasulullah melalui Isra’ Mi’raj seharusnya mampu meningkatkan keimanan pada Allah. Bagaimana bisa seorang Muhammad yang pada waktu itu minim teknologi dan kendaraan tapi bisa menempuh jarak ratusan kilo ke Al-Aqsa, bagaimana bisa seorang manusia mampu menembus lapisan luar bumi dan sampai di Sidratul Muntaha yang kesemuanya dilakukan dalam kondisi terjaga dan dalam waktu semalam, terkesan hanya bualan namun fakta historis yang menyebutkan nabi Muhammad tidak pernah berbohong serta termaktub dalam Al-Qur’an membuktikan bahwa kekuasaan Allah tanpa batas serta memberi faham kita manusia adalah makhluk yang sangat terbatas.
Pelbagai cerita dari peristiwa pada bulan Rajab memang tak sebatas itu, namun dari keempat cerita tersebut sudahlah cukup untuk dijadikan bahan renungan dan refleksi bagi kita untuk dibuat bekal di kehidupan dunia ini. Sebuah cerita hanya akan melewati telinga dan sekedar diulang-ulang apabila kita tidak menggali makna esensi dari cerita tersebut.
Seluruh penciptaan Allah tidak ada yang sia-sia semua berguna dan memiliki arti serta fungsi masing-masing, termasuk akal yang difungsikan sebagai alat berfikir, mari gunakan akal untuk merenungi setiap kisah dan peristiwa di alam ini sehingga dapat kita ambil sebagai pelajaran dan bekal kehidupan.
Mohamad Ngubaidillah adalah Mahasantri Institut Agama Islam Faqih Asyari, Kabupaten Kediri.
https://jatim.nu.or.id/opini/bulan-rajab-sebagai-momentum-refleksi-diri-vIHuo