Sayyidina Umar bin Khattab ra sebagai kepala negara pada zamannya tidak lepas dari penyelesaian sengketa dan perselisihan yang terjadi di tengah warganya. Sayyidina Umar ra tidak jarang mengadili sendiri persengketaan di tengah masyarakatnya yang membutuhkan bukti dan saksi yang dihadirkan.
Sebagai seorang pemimpin yang adil, Sayyidina Umar ra memenuhi prosedur tetap dan standar pelaksanaan yang lazim pada pengadilan. Sayyidina Umar ra meminta bukti dari pihak yang bersengketa dan meminta pihak tersebut juga menghadirkan saksi yang jujur.
Sayyidina Umar ra tidak serta menerima begitu saja kesaksian seseorang. Sayyidina Umar ra bahkan menguji terlebih dahulu kredibilitas seorang saksi atas pihak yang bersengketa. Imam Al-Ghazali menceritakan bagaimana Sayyidina Umar bin Khattab ra menguji kredibiltas saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan.
Imam Al-Ghazali bercerita bahwa dalam satu sengketa di sebuah persidangan ada seseorang yang secara suka rela mengajukan diri sebagai saksi. Sayyidina Umar ra kemudian menguji kredibilitas calon saksi tersebut dengan mendengarkan tertimoni orang-orang terdekatnya.
“Hadirkan di sini orang yang mengenalmu,” kata Sayyidina Umar ra kepada relawan saksi.
Saksi tersebut kemudian menghadirkan seseorang yang memuji kebaikan saksi dan menjamin saksi sebagai orang yang dapat dipercaya.
“Apakah kamu tetangga terdekatnya yang tahu betul waktu masuk dan keluarnya dari rumah?” tanya Sayyidina Umar ra orang yang memuji calon saksi.
“Bukan,” jawab orang yang dihadirkan oleh calon saksi.
“Apakah kamu pernah menjadi kawan perjalanan yang menyaksikan kemuliaan akhlak sahabatmu ini?” tanya Sayyidina Umar ra kepadanya.
“Belum pernah,” jawabnya.
“Pernahkah kamu bermuamalah dengan dinar dan dirham yang membuktikan kewara’an sahabatmu ini?” tanya Sayyidina Umar ra.
“Belum pernah juga,” jawabnya.
“Kuduga kamu menjumpai sahabatmu ini sedang membaca Al-Qur’an dengan suara perlahan dan berdiri lalu rukuk dan sujud di dalam masjid?” tanya Sayyidina Umar ra menerka kedekatan orang itu dan calon saksi tersebut.
“Betul wahai Amirul Mukminin,” jawabnya.
“Pergilah, kamu berarti tidak mengenal sahabatmu,” kata Sayyidina Umar ra kepada orang yang coba dihadirkan oleh calon saksi.
“Dan kamu, hadirkanlah orang-orang yang benar-benar mengenalmu,” perintah Sayyidina Umar ra kepada calon saksi tersebut.
***
Riwayat ini diangkat oleh Imam Al-Ghazali untuk menguji kredibilitas seseorang melalui testimoni tetangga rumahnya, sahabat seperjalanan dengannya, dan rekanan mitra yang bertransaksi dengannya di pasar.
Dari testimoni tersebut, kita dapat mengukur kredibilitas/kesalehan seseorang. (Imam Al-Ghazali, Kitab Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz II, halaman 94-95).
***
Michael H Hart memasukkan Umar bin Khattab (586-644 M) ke dalam deretan nama 100 tokoh berpengaruh dunia. Hart menempatkan nama Umar bin Khattab pada urutan ke-51 di mana penaklukan nasionalistis besar-besaran (dibanding perang suci) oleh Arab di bawah kepemimpinan Umar yang brilian. (Michael H Hart, 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, [Jakarta, Pustaka Jaya: 2003 M], halaman 266).
Umar bin Khattab ra merupakan prototipe pejabat publik ideal. Umar yang berkuasa (634-644 M/13-23 H) setelah sahabat Abu Bakar ra (632-634 M/11-13 H) merupakan pemimpin negara yang memiliki tanggung jawab publik yang begitu tinggi.
“Seandainya seekor unta/anak kambing mati sia-sia akibat kebijakanku maka saya takut kelak Allah akan meminta pertanggungjawabanku tentang kematiannya.” (Ibnu Asakir, Tarikhu Madinati Dimasyq, [Beirut, Darul Fikr: 1995], juz XLV, halaman 356) dan (Yusuf Al-Mubarrad, Mahdlus Shawab fi Fadla`ili Amiril Mukminin Umar bin Al-Khattab, halaman 621). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.