Jakarta, NU Online
Penulis buku biografi Kiai Sahal dan Nyai Nafisah, Hj Tutik Nurul Jannah mengungkapkan kisah di balik penulisan buku yang banyak menyedot perhatian, khususnya di kalangan santri itu.
“Awal penulisannya pada 2017. Namun, baru bisa terselesaikan pada 2022 kemarin. Karena perlu memastikan data-data yang ada dapat terkonfirmasi kebenarannya. Sehingga secara umum penggalian data menggunakan empat macam cara yang saya gunakan,” tuturnya.
Pertama, data awal didapatkan saat mendengar langsung dari Kiai Sahal dan Nyai Nafisah secara berulang-ulang dan mungkin ada yang lebih dari 10 kali. Selain itu, proses wawancara dilakukan dengan mengalir seperti pada saat makan bersama. Kedua, ada kalanya hanya mendengar sekali atau dua kali.
“Jika mendapatkan data yang seperti ini maka saya harus mengonfirmasi ulang kepada orang lain, bisa jadi keluarga atau murid beliau, dan juga orang-orang yang berkaitan dengan data tersebut,” terang Ning Tutik, sapaan akrabnya.
Menantu Kiai Sahal itu mengatakan bahwa jika terkonfirmasi maka ia memasukkannya dalam tulisan. Namun, jika tidak maka dianggapnya itu lemah. itulah yang ketiga.
“Nah, yang keempat, saya mengambil dari tulisan dan buku-buku yang lain tentang Kiai Sahal dan Nyai Nafisah,” ungkap Dosen Institut Pesantren Mathaliul Falah (IPMAFA) Kajen ini dalam YouTube NU Online, Selasa (24/1/2023).
“Buku ini penting untuk saya tulis dan saya sendiri memiliki tanggung jawab moral karena sejak menetap di Kajen Pati saya merasa banyak istilah atau informasi yang tidak bisa ditanyakan langsung ke Kiai Sahal dan Nyai Nafisah. Di situ saya anggap kemewahan dan tanggung jawab untuk membagikan hal-hal baik melalui tulisan,” ujarnya.
Ning Tutik bersyukur buku tersebut dapat terbit sebelum Nyai Nafisah wafat. Menurut dia, yang pertama kali melihat dan membaca buku tersebut adalah Nyai Nafisah. ibu Nyai asal Jombang itu pun tampak berbinar melihat foto dirinya yang disandingkan dengan Kiai Sahal.
Gunakan kesempatan
Ning Tutik menyayangkan jika di beberapa pesantren para santri kehilangan kesempatan untuk menulis biografi kiai atau bu nyainya sendiri. Hal ini bisa jadi karena sebagian orang menganggap tabu jika menulis kiai atau bu nyai yang masih hidup. Di sisi lain, jika menunggu beliau wafat, maka akan kehilangan data primer yang dibutuhkan.
“Bagi orang-orang pesantren harus menyadari pentingnya kesempatan itu. Gunakanlah kesempatan menggali perjalanan hidup kiai dan bu nyai semasa beliau masih hidup. Karena dengan demikian kita akan memiliki kesempatan yang lebih dalam dan panjang untuk menggali datanya,” tutur istri Gus Rozin ini.
Saat dikonfirmasi langsung oleh NU Online, Ning Tutik mengaku talenta menulis yang ia miliki muncul sejak usia belia. Saat itu, ia mulai tertarik dengan dunia tulis menulis. Ia pun memulainya dengan menulis puisi dan cerpen.
Keinginan untuk belajar menulis yang lebih serius itu ia lakukan sejak dirinya nyantri di Pesantren Al-Fathimiyyah, Tambakberas. Di pesantren ini, Ning Tutik mulai aktif di Buletin Pesantren dan mengikuti beberapa lomba menulis. Saat itu pula tulisan-tulisannya mulai diterbitkan.
“Kemudian berlanjut saat menjadi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, saya aktif di lembaga pers mahasiswa ARENA dan menjadi kontributor Buletin Jumat Al-Ikhtilaf, LKiS, Yogyakarta. Saat ini, aktif menghasilkan karya di kampus IPMAFA,” jelasnya kepada NU Online, Kamis (26/1/2023).
Beberapa karya yang pernah diterbitkannya yakni buku Inspirasi Gerakan Sosial Kiai Sahal Mahfudh. Lalu, Epistemologi Fiqh Sosial, Konsep Hukum Islam dan Pemberdayaan Masyarakat. Kemudian, Fiqh Sosial Masa Depan Fiqh Indonesia.
Ning Tutik juga menjadi salah satu penulis dalam buku Belajar dari Kiai Sahal. Ia juga menjadi editor buku Metodologi Fiqh Sosial, Dari Qauli Menuju Manhaji. Serta beberapa karya tulis berupa opini dan artikel jurnal yang telah dipublikasikan, baik dalam bentuk cetak maupun di media online.
Ning Tutik mengaku bahwa dukungan sang suami mampu mengantarkannya menjadi sosok produktif dalam menulis. Gus Rozin sangat mendukungnya untuk terus bertumbuh.
“Kami belajar bersama dan saling mendukung dalam banyak hal. Termasuk dalam beraktivitas sehari-hari dan berkarya. Saya sangat bersyukur atas hal tersebut. Semoga kita bisa terus bertumbuh bersama, beriringan, saling mendukung, dan saling menguatkan,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.