Kemajuan teknologi bermanfaat besar bagi kehidupan manusia. Namun, karena teknologi hanyalah sebuah instrumen, maka juga dapat berbalik menjadi pembawa mudlarat (merugikan). Tidak hanya mudlarat di kehidupan dunia, melainkan juga di akhirat.
Munculnya berbagai ragam aplikasi yang ditawarkan oleh developer lewat smartphone adalah salah satu dampak dari teknologi. Apabila kita tidak selektif dalam memilih, maka kita bisa terjebak pada aplikasi perjudian, money game, atau pun bisnis skema piramida, yang sudah barang tentu haram.
Bagaimana ciri dasar dari aplikasi judi itu?
Pertama, ada uang diserahkan, namun tidak ada barang atau jasa yang sah untuk dijual. Secara tersurat, Allah swt menghalalkan jual beli (Al-Baqarah: 275). Itu berarti status obyek barang yang dijualbelikan menduduki posisi yang sangat penting dalam muamalah. Sah atau tidaknya transaksi, tergantung pada sah atau tidaknya barang yang dijualbelikan. Pola seperti ini, umumnya terjadi pada aplikasi trading bodong. Ciri dasarnya, adalah:
(1) Broker tidak terdaftar di Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) atau di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Legalitas broker terdaftar di Bappebti atau BEI, menjadi alamat bagi sah atau tidaknya barang yang diperjualbelikan. Jika broker itu legal, maka berlaku bisa terjadi serah terima yang sah. Bila tidak legal, maka tidak ada serah terima barang yang sah.
المُرادُ بِالقُدْرَةِ تَحَقُّقُها فَلَوْ احْتَمَلَ قُدْرَتَهُ وعَدَمَها لَمْ يَجُزْ
Artinya, “Yang dimaksud dengan qudrah di sini adalah bisa dipastikannya serah terima barang, sehingga apabila derajat penyerahan itu bersifat muhtamal (antara bisa dan tidak untuk diserahkan), maka transaksi itu tidak boleh dilakukan.” (Zakaria al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhi Raudlit Thalib, [Beirut: DKI], Juz II, halaman 12).
Ketiadaan barang, menandakan bahwa transaksi yang ada di dalamnya hanya berlaku sebagai spekulatif (gharar) dan taruhan (maisir). Dalam konteks ini, maka broker berkedudukan sebagai bandar judi.
(2) Broker terdaftar di Bappebti dan BEI, namun prinsip transaksinya tidak mengikut aturan yang dibenarkan oleh syara’. Misalnya, mabi’ yang diperjualbelikan tidak memenuhi standar ‘ainin musyahadah (fisik) atau syai-in maushufin fid dzimmah (aset utang atau fisik yang bisa dipesan). Tidak sahnya obyek transaksi, menandakan batalnya transaksi. Jika nekad dilakukan, maka kedua pelaku bisa jatuh dalam praktik spekulasi dan untung-untungan.
قال: ولا يجوز بيع المعدوم أي: كالثمرة التي لم تخلق؛ لنهيه عليه السلام عن بيع الغرر، وقوله (ص): لا يحل بيع ما ليس عندك، كما خرجه الترمذي
Artinya, “Tidak boleh jual beli barang fiktif, yaitu: seumpama jual beli buah yang belum tercipta, karena adanya larangan Nabi saw tentang jual beli gharar (spekulatif), dan sabda Nabi saw: ‘Tidak halal jual beli sesuatu yang tidak ada di sisi’ sebagaimana hadits yang ditakhrij oleh Imam at-Tirmidzi.” (Ibnu Rif’ah, Kifayatun Nabih fi Syarhit Tanbih, [Beirut: DKI, 2009], Juz IX, halaman 36).
Kedua, perlombaan, kompetisi dan game online dengan “hadiah” terdiri dari koin, poin atau voucher yang dikumpulkan dari peserta lomba.
واعلم أن عوض المسابقة هو المال الذي يخرج فيها….(ويخرج العوض أحدُ المتسابقين حتى إنه إذا سَبق)….(استرَدَّه) أي العوض الذي أخرجه، (وإن سُبق)….(أخذه) أي العوض (صاحبُه) السابق (له)
Artinya, “Ketahuilah bahwa hadiah perlombaan merupakan harta yang dipertaruhkan dalam kegiatan itu … Salah satu orang yang berlomba mengeluarkan hadiah, sehingga apabila ia berhasil membalap, maka hadiah itu ia ambil kembali. Namun, apabila ia justru dibalap, maka pihak pembalap berhak atas hadiah itu.” (Muhammad Ibnu Qasim al-Ghazi, Fathul Qarib al-Mujib, [Beirut: Dar Ibn Hazm], halaman 317).
‘Illat yang menyebabkan jatuhnya perlombaan dan game ini sebagai judi adalah disebabkan ketiadaan muhallil (pihak penghalal) dalam lomba tersebut.
(وإن أخرجاه) أي العوض المتسابقان (معا لم يجز) أي لم يصح إخراجهما للعوض (إلا أن يُدخلا بينهما مُحلِّلا)
Artinya “Apabila kedua pihak yang berlomba sama-sama mengeluarkan hadiah, maka tidak boleh/tidak sah berlaku sebagai hadiah, kecuali jika ada pihak ketiga berlaku sebagai muhallil di antara keduanya.” (Al-Ghazi, Fathul Qarib, halaman 317).
Walhasil, suatu perlombaan akan dipandang sah dan hadiah yang disuguhkan tidak berlaku sebagai taruhan judi, apabila:
(1) hadiah berasal dari salah satu dari 2 pihak yang bertanding;
(2) perlombaan terdiri dari 3 peserta, dan hadiah dipungut dari uang pendaftaran, maka ada 1 peserta yang tidak dipungut uang pendaftaran;
(3) hadiah berasal dari sponsor atau pihak lain yang tidak ikut menjadi peserta lomba.
Demikian ciri dasar aplikasi berbasis judi online. Semoga dapat dipahami secara baik. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Syamsuddin, Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri Pulau Bawean Gresik, dan Peneliti Bidang Ekonomi Syariah di Aswaja NU PWNU Jawa Timur.
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://islam.nu.or.id/ekonomi-syariah/ciri-dasar-aplikasi-berbasis-judi-online-ULteB