Jakarta, NU Online
Kasus pengaiayaan David oleh Mario Dandy, anak mantan pejabat pajak, berbuntut panjang. Kejadian tersebut menyibak ketidakdisiplinan ayah Mario sebagai petingi di Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak. Mulai dari total kekayaan fantastis yang tidak wajar hingga mobil Rubicon yang digunakan sang anak diketahui nunggak pajak.
Warga yang mengikuti perkembangan kasus penganiayaan Mario terhadap David tersebut pun jadi menyuarakan pendapatnya, mempertanyakan kemana jatuhnya pajak yang selama ini dibayarkan, hingga menyatakan keengganannya membayar pajak dan lapor surat pemberitahuan (SPT) tahunan.
Merespons hal itu, Ekonom Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Jaenal Effendi menjelaskan bahwa aksi sungkan bayar pajak yang disebabkan adanya skeptis masyarakat terhadap pengelolaan pajak perlu direspons cepat. Ini karena, kepatuhan perpajakan yang terganggu memiliki efek domino dan bisa berdampak panjang.
“Ketika pajak orang menurun, ini harus disadarkan dan dampak yang sekiranya akan muncul dihitung dengan baik oleh pemerintah,” ungkap Jaenal kepada NU Online, Selasa (7/3/2023).
Jaenal menjelaskan bahwa resiko adanya aksi boikot pajak dapat mengganggu pemasukan negara. Padahal, pajak ini sangat krusial karena untuk membiayai anggaran yang berhubungan dengan pembangunan masyarakat di sebuah negara.
“Masyarakat harus memahami bahwa ketika kita maksimal membayar pajak, sebagaimana di negara maju, dalam rangka pembangunan infrastruktur yang ada, jalan raya, rumah sakit, sekolah. Ini bisa dibiayai dari pajak,” jelas dia.
“Subsidi bahan bakar, bantuan sosial untuk masyarakat rentan juga dari pajak. Termasuk untuk menjalankan pemerintahan dengan baik,” imbuh doktor jebolan Universitas Georg August-Goettingen, Jerman itu.
Ujungnya, ketidakseimbangan akibat mogok bayar pajak dapat menghambat pembangunan infrastruktur negara. Pajak, sambung dia, merupakan sesuatu yang wajib ada di suatu negara untuk membantu menjalankan pemerintahan dengan baik.
“Sehingga pajak ini jika zero, akan menyebabkan ketidakharmonisan pemerintah menjalankan pemerintahan. Menjadi membahayakan negara karena tidak ada sesuatu yang digunakan untuk pembangunan bangsa,” jabar Jaenal.
“Ini perlu untuk disadarkan bersama. Pajak digunakan untuk pendanaan negara, proyek produktif, pertahanan, pembangunan,” tutup Wakil Ketua Lembaga Perekonomian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LP PBNU) masa bakti 2015-2020 itu.
Namun, Jaenal Effendi menilai, kepercayaan warga terhadap pajak kian meredup setelah sengkarut kasus yang membelit Rafael Alun Trisambodo.
“Sejauh ini kepercayaan yang sudah dibangun lama, yang masyarakat mengamanahkan kepada pejabat-pejabat khususnya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dirjen Pajak,” kata Jaenal.
Kasus tersebut, lanjutnya, menunjukkan pejabat yang ada sama sekali tidak memahami amanah yang diberikan, menyia-nyiakan tanggung jawab yang dibebankan. Selain menggerus kepercayaan masyarakat terhadap integritas, reputasi institusi juga tercoreng.
“Saya khawatir bahwa para petugas pajak tidak mengetahui risiko yang akan terjadi jika mereka tidak menjalankan amanah dengan baik. Ketika Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani) tidak bisa memastikan bahwa anak buahnya tidak mengetahui risiko yang ada ada manajemen risikonya tidak dikelola dengan baik maka akan meletus gunung ketidakpercayaan masyarakat. Ini akan menimbulkan kerugian yang luar biasa kepada institusi, negara,” jabar Jaenal.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Fathoni Ahmad
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/dampak-yang-bakal-terjadi-jika-warga-negara-mogok-bayar-pajak-NUhRY