Dikukuhkan Guru Besar, Prof Izzuddin Ungkap Teori Paling Akurat untuk Mencari Arah Kiblat

Semarang, NU Online Jateng

Menentukan arah kiblat merupakan salah satu bagian yang dikaji dalam kajian Ilmu Falak. Terdapat beberapa teori yang dapat digunakan dalam menentukannya, di antaranya teori navigasi, teori geodesi, serta teori trigonometri bola. Namun, yang mana teori yang paling relevan untuk menentukan arah kiblat?

Dalam penelitiannya, Guru Besar Ilmu Falak Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Prof. Dr. H. Ahmad Izzudin, M.Ag. menjelaskan bahwa teori yang paling relevan adalah teori Geodesi. Hal tersebut ia sampaikan dalam pidatonya pada pengukuhan guru besar UIN Walisongo Semarang di Auditorium II Kampus III, Rabu (24/7/2924). 

“Teori yang relevan dalam perhitungan arah menghadap kiblat adalah menggunakan pendekatan bumi yang sebenarnya yakni bumi matematis elipsoid yang digunakan dalam teori geodesi, tidak teori navigasi,” jelasnya. 

Prof Izzudin menjelaskan, pada terori navigasi arah dalam teori navigasi mempunyai sudut yang tidak berupah, tetap relatif terhadap garis bujur, yakni garis bujur bumi pada proyeksi datar sehingga arah terdekat dari suatu titik ke titik lain di permukaan bumi adalah sama. 

Ia mencontohkan, teori navigasi untuk arah kiblat di Tokyo, Jepang. Jika dilihat dengan menggunakan teori navigasi akan menghasilkan arah tetap yang dibentuk oleh garis loksodrom sehingga sudut azimuth di sepanjang garis tersebut sama. 

“Garis loksodrom ini lah yang digunakan dalam navigasi dengan menggunakan proyeksi markatror, berbeda dengan garis berwarna merah yang memiliki sudut arah yang tidak tetap pada garis ortodrom sehingga sudut azimuth di sepanjang garis tersebut akan berubah rubah atau berbeda beda relatif terhadap garis bujur dan selalu berubah,” jelasnya.

Diijelaskannya, definisi arah dalam istilah ilmu fiqih, menghadap kiblat adalah arah yang memiliki makna arah menghadap dan bukan arah perjalanan. Sedangkan, makna arah yang digunakan dalam teori navigasi adalah arah yang digunakan dalam perjalanan, sebab menggunakan arah yang tetap dan memosisikan bumi dalam bentuk datar.

“Arah ini kita gunakan apabila kita bepergian menuju Makkah dengan panduan sudut arah yang tetap, misalnya ke arah Barat. Sedangkan dalam pelaksanaan ibadah shalat, posisi mushalli (orang yang melaksanakan shalat) tidak bergerak menuju Makkah, tapi berdiri tegak di tempat untuk menghadap Ka’bah di Makkah. Oleh karena itu, pemaknaan arah Kiblat adalah arah menghadap, bukan arah perjalanan,” paparnya. 

Dengan demikian, lanjut Prof Izzudin, teori navigasi tidak dapat digunakan dalam perhitungan arah kiblat sebab mengacu pada arah perjalanan. Di samping itu, teori navigasi tidak sesuai dengan arah menghadap kiblat dalam istilah Fiqih, sebab teori ini tidak dapat teraplikasi dalam ibadah shalat.

“Setiap orang berdiri di atas permukaan bumi, termasuk ketika melakukan shalat akan tertarik oleh gaya gravitasi sehingga ia akan berdiri tegak urus. Sehingga acuan yang digunakan dalam ibadah shalat adalah titik pusat bumi. Dalam kondisi demikian bila yang digunakan adalah teori navigasi maka arahnya tidak dapat masuk mengarah ke Ka’bah karena arah yang dituju bukan arah menghadap,” jelasnya.

Oleh karena itu, Prof Izzudin memberikan argumen bahwa dalam menghadap kiblat, kiat yang digunakan dalam hal ini adalah dengan menggunakan teori geodesi dan trigonometri bola, bukan teori navigasi. Ia menjelaskan, dalam ilmu fiqih, arah menghadap kiblat atau mengarah ke Ka’bah dengan jarak terdekat melalui lingkaran besar yang titik pusatnya adalah titik pusat bumi.

“Karena kita ketika shalat, posisi mushalli akan tetap lurus dengan titik pusat bumi. Sehingga, otomatis jika berdiri dengan perhitungan sudut trigonometri bola, akan menghadap lurus ke Ka’bah dalam segala gerakan shalatnya,” paparnya.

Oleh karena itu, Ketua Asosiasi Dosen Falak Indonesia (ADFI) itu berargumen bahwa teori yang relevan dalam perhitungan arah menghadap kiblat adalah menggunakan pendekatan bumi yang sebenarnya, yakni bumi matematis elipsoid yang digunakan dalam teori geodesi dan bukan teori navigasi.

“Pada dasarnya teori trigonometri bola pun dapat digunakan dalam menentukan arah kiblat dengan catatan ada koreksi yang harus dilakukan yakni koreksi pendekatan dalam bentuk bola ke pendekatan dalam bentuk matematika elipsoid,” jelasnya.

Materi tersebut disampaikan oleh Prof. Izzudin dengan judul ‘Teori Arah Menghadap Kiblat, Upaya Mencari Teori Arah Yang Relevan dan Akurat’. Ia dikukuhkan berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 119387/B/II/3/2023 tanggal 17 November 2023, dinaikkan jabatannya menjadi Prof. Dr. H. Ahmad Izzudin, M.Ag. dinaikkan jabatannya menjadi profesor atau guru besar dalam bidang ilmu falak dengan angka kredit 879,9.

Selain Prof. Izzudin, terdapat lima guru besar lainnya yang juga dikukuhkan, yakni Prof. Dr. H. Muhyar Fanani, M.Ag. Guru besar Ilmu Hukum Islam, Prof. Dr. H. Moh. Fauzi, M.Ag. sebagai Guru Besar Ilmu Fiqih, Prof. Dr. Rokhmadi, M.Ag. sebagai Guru Besar Ilmu Fiqih, Prof. Dr. H. Ahmad Musyafiq, M.Ag. sebagai Guru Besar Ilmu Hadis, dan Prof. Dr. Musthofa, M.Ag. sebagai Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam.


https://jateng.nu.or.id/nasional/dikukuhkan-guru-besar-prof-izzuddin-ungkap-teori-paling-akurat-untuk-mencari-arah-kiblat-HRpbu

Author: Zant