Ada beberapa jenis darah yang keluar dari alat kelamin perempuan, diantaranya adalah darah haid, darah nifas, dan darah istihadhah. Dari tiga jenis darah tersebut memiliki karakteristik/ciri yang berbeda-beda, baik dari segi masa, waktu keluar, berikut dengan bersucinya.
Perempuan yang telah selesai dari masa haid dan nifas, harus bersuci dengan cara mandi janabat, hal itu dilakukan untuk menghilangkan hadats besar. Sebab, ketiga jenis darah tersebut termasuk kedalam bagian hadats besar. Akan tetapi, jika masih dalam masa memilik hadats besar (haid dan nifas), maka ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan, sebagaimana yang diterangkan dalam Matan Taqrib Syekh Abu Syuja’:
ويحرم بالحيض والنفاس ثمانية أشياء: الصلاة والصوم وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله ودخول المسجد والطواف والوطء والاستمتاع بما بين السرة والركبة.
Berikut akan dijelaskan di bawah kutipan tersebut secara singkat:
Pertama, shalat. Bagi Muslimah yang sedang haid atau nifas, selama masa itu ia tidak shalat, dan tidak perlu mengganti shalat yang ditinggalkan. Jika usai darah haid atau nifas telah berhenti, maka segera mandi wajib, lantas segera menunaikan shalat di waktu itu.
Selanjutnya yang kedua adalah berpuasa. Perempuan yang sedang menstruasi maupun nifas tidak boleh menjalankan puasa, sampai ia sudah suci. Nantinya setelah suci, jika ia meninggalkan puasa wajib, maka ia harus mengganti puasanya sebanyak hari yang ditinggalkan.
Hal ketiga yang dilarang bagi muslimah haid dan nifas adalah membaca Al-Quran. Larangan membaca Al-Quran ini seperti larangan bagi orang yang junub. Dalam beberapa keterangan, jika seseorang perempuan haid hendak melafalkan Al-Quran, hendaknya diniatkan dengan zikir.
Keempat, memegang dan membawa mushaf. Larangan ini sebagaimana dilarang bagi orang yang berhadats kecil, dalam Mazhab Syafi’i.
Kelima, berdiam di masjid. Hal ini juga dilarang bagi orang yang junub. Ditambahkan keterangan dalam Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imamis Syafi’i bahwa dilarang juga lewat dalam masjid, jika darah yang keluar dikhawatirkan akan menetes di area masjid.
Larangan keenam adalah thawaf. Nabi SAW menyebutkan bahwa persyaratan kesucian thawaf itu sebagaimana shalat. Diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim, Rasulullah bersabda.
الطواف بالبيت صلاة، إلا أن الله أحل لكم فيه الكلام، فمن تكلم فلا يتكلم إلا بخير
Artinya, “Thawaf di Baitullah itu (sebagaimana) shalat. Kecuali, Allah membolehkan dalam thawaf itu berbicara. Barangsiapa (ketika thawaf) berbicara, maka hendaknya ia mengucapkan hal-hal yang baik.” Kemudian yang terakhir, adalah bersetubuh, atau hanya istimta’ antara pusar dan lutut Seorang yang sedang haid dan nifas dilarang sementara untuk bersetubuh, maupun hanya istimta’ (bersenang-senang) di antara pusar dan lutut. Larangan ini berlaku sampai masa menstruasi atau nifas berakhir. Hal ini disebutkan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 222.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
Artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang mahîdh. Katakanlah, ‘Ia adalah gangguan.’ Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah amat bersuci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kamu…”
Itulah berbagai macam ibadah yang tidak boleh dilakukan bagi perempuan muslim ketika sedang dalam masa haid atau nifas. Perempuan tersebut dapat melaksanakan ibadah kembali apabila sudah bersuci (mandi janabat). Sedangkan bagi perempuan yang dalam masa istihadhah, tetap diwajibkan untuk melaksanakna salat dan puasa.
Penulis: Isna Fitriani
Editor: Muhammad Rizqy Fauzi
https://jabar.nu.or.id/syariah/enam-larangan-ibadah-bagi-wanita-saat-haid-dan-nifas-Rt6GA