Jember, NU Online Jatim
Pengurus Koordinator Cabang (PKC) bersama Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) se-Jawa Timur mengadakan meeting internal. Kegiatan yang dipusatkan di Hotel Pama Hostel Tulungagung itu untuk menampung ide dan gagasan yang akan menjadi pokok rekomendasi di forum Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) Pengurus Besar (PB) PMII.
Mandataris Konkoorcab XXIV PKC PMII Jawa Timur, Baijuri menegaskan bahwa ide dan gagasan yang akan dijadikan pokok rekomendasi harus bersifat transformatif.
“PKC akan mempertegas sikap terkait rekomendasi nantinya. Kami ingin ada integrasi gagasan kendati tak menampik dialektika dengan PC. Ini bagus untuk menjaga budaya diskusi dan tabayyun di Jawa Timur,” ujarnya kepada NU Online Jatim, Senin (21/11/2022).
Menurut Baijuri, gagasan tersebut bersifat membangun PMII baik secara internal maupun eksternal. Gagasan yang didasari oleh tantangan dan kebutuhan organisasi ke depan.
“PKC memfasilitasi tempat merembuk bersama. Hal ini merupakan bentuk kekompakan dan kesolidan keluarga besar PMII Jawa Timur dalam mengkonsolidir pasar ide dan gagasan yang sudah tertanam dan berkembang di Jawa Timur selama ini,” ungkap mantan Ketua PC PMII Jember 2019-2020 ini.
Mengawali usulan, Ifan Alexander Ketua PC PMII Sidoarjo mengungkapkan gagasannya berkaitan dengan kinerja kepemimpinan di setiap level kelembagaan.
“PC PMII Sidoarjo berkeinginan ke depan ada aturan yang mengatur tentang kode etik pengurus, agar pengurus di setiap kelembagaan mempunyai batasan. Hal ini penting untuk melihat pertanggung jawaban secara moril pengurus kepada kader dalam menjalankan kerja-kerja organisasi,” terangnya.
Selanjutnya Ahmad Taufiq Hidayatullah berkeinginan pada ruang kaderisasi formal untuk memasukkan materi berkaitan tentang pengenalan tokoh-tokoh PMII.
“Salah satunya Mahbub Djunaidi. Kami mengusulkan adanya materi tambahan bersifat wajib mengenai sosok tokoh PMII di forum MAPABA agar calon anggota yang kita rekrut mengetahui sepak terjang dari para tokoh,” tegas Ketua PC PMII Lumajang ini.
Kemudian gagasan datang dari Nadzir Ketua PC PMII Sampang mengenai acuan pelaksanaan kadersasi secara teknis.
“Kami sudah berdiskusi di internal menyoal ini. Namanya Form Kendali Kaderisasi (FORKA) yaitu aturan mengenai penyelenggaraan tertib kaderisasi dengan dikendalikan oleh buku lacak dan monitoring kompetensi anggota dan kader yang meliputi kompetensi berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan anggota dan kader,” katanya.
Disusul M Faizi dari PC PMII Situbondo, dirinya mengusulkan adanya formula kaderisasi yang berbasis pesantren.
“Mengingat kondisi kelembagaan di bawah naungan PMII Situbondo mayoritas pesantren. Selain itu, PMII sangat erat dengan pesantren, maka sekiranya perlu dibuat sebuah sistem yang mengatur tentang panduan kaderisasi berbasis pesantren,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua PC PMII Madiun, Intan juga turut mengusulkan penilaian kinerja kaderisasi pada sub pembahasan mengenai kaderisasi.
“Kami mengusulkan adanya sistem kaderisasi berbasis eksakta. Selain itu, kami juga mengusulkan terkait adanya form penilaian kinerja kaderisasi,” katanya.
Senada dengan Intan, Indra Ketua PC PMII Pacitan menegaskan bahwa penting kiranya untuk membuat form penilaian secara khusus disetiap kaderiasai formal.
“Ini juga menjadi kegelisahan kami di Pacitan. Penilaian kaderisasi formal mulai dari MAPABA, PKD, PKL, dan PKN sangat dibutuhkan agar dapat mencetak kader yang diharapkan untuk masa depan bangsa, negara dan organisasi,” ujarnya.
Selanjutnya disusul Agus Ketua PC PMII Ponorogo. Dirinya mengusulkan adanya sistem kaderisasi yang terstruktur dari atas sampai bawah.
“Kami mengusulkan adanya sistem kaderisasi di setiap jenjang kepengurusan. Mulai dari PB, PKC, PC, PK, hingga Rayon,” tegasnya.
Usulan berikutnya datang dari PC PMII Kota Malang, Sa’i Yusuf memaparkan serangkaian argumentasi tentang kerja organisasi yang diharapkannya. Menurutnya, PMII harus mempertegas dan mempertajam metodologi pengkaderan yang bertumpu pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
“Selanjutnya mengenai paradigma yang perlu kita telisik kembali, kita sesuaikan dengan konteks perkembangan zaman dan kebutuhan organisasi. Dan strategi gerakan yang jelas-jelas harus clear pada tatanan gressroot,” urainya.
Senada dengan Sa’i, Rizal Ketua PC PMII Ngawi membeberkan argumentasinya berkaitan dengan kaderisasi.
“Namun juga diperlukan secara spesifik sistem kaderisasi yang dapat mengakomodir dan mengembangkan minat dan bakat kader. Selain itu kami juga menginginkan adanya penegasan identitas kebangsaan yang lambat laun mulai redup di tubuh organisasi,” terang Rizal.
Tak ketinggalan, PC PMII Surabaya turut ambil bagian. Mereka berkeinginan untuk mengedepankan konsistensi setiap struktural ihwal nomenklatur dan konstitusi PMII yang telah dibuat bersama.
“Dengan tegas, kami menginginkan semua jajaran struktural PMII khususnya PB untuk bersama-sama mematuhi aturan atau konstitusi PMII yang sudah dibuat bersama-sama,” terang Fikri.
Selanjutnya, giliran Abdul Mahmud Ketua PC PMII Sumenep. Dirinya ingin mempertegas posisi PMII dengan NU.
“Selain itu, gagasan yang kami bawa dari Sumenep perihal sistem kaderisasi berbasis fakultatif atau disiplin keilmuan,” paparnya.
Ketua PC PMII Pamekasan, Moh Yasin juga turut mengambil peran dalam kegiatan ini. “Mengenai pedoman instruktur. Kami rasa ini penting pula untuk dibuat dan ditindak lanjuti bersama. Karena ini adalah kebutuhan kaderisasi yang sangat signifikan,” ungkapnya.
Sementara ketua PC PMII Probolinggo Zia Ul Haq mengusulkan tentang adanya konten materi di dalam kaderisasi formal PMII.
“Penting untuk kemudian dibahas bersama bahwa kita perlu yang namanya membuat silabus dan indikator di setiap materi kaderisasi formal untuk membantu dan sekaligus menemukan ruang batasan agar materi yang dihasilkan benar-benar berbobot,” ujarnya.
Ketua PC PMII Jember, M Faqih Alharamain mengusulkan gagasan kaderisasi yang benar-benar melihat potensi dan kebutuhan gerakan secara khusus.
“Membuat tata ruang resources (sumber daya manusia) sesuai dengan disiplin keilmuan, minat, dan bakat. Hal ini nantinya akan dapat mengakomodir kebutuhan gerakan pula. Karena di gerakan pun kita juga membutuhkan SDM yang siap dalam arti siap kogitifnya, mentalnya, dan siap keterampilannya,” ujarnya.
Kemudian Ketua PC PMII Bondowoso Firmanzah berpendapat dalam serangkaian kerja administrasi nantinya diharapkan dapat mempermudah kelembagaan.
“Misalnya saja pengajuan SK yang kita bisa evaluasi bersama. Apapun inovasinya jangan sampai malah memberatkan lembaga itu sendiri. Harusnya bisa dipermudah dengan adanya peran digital hari ini,” ucapnya.