Purbalingga, NU Online Jateng
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Abdul Ghaffar Rozin menyampaikan ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan kemandirian.
Hal tersebut ia sampaikan pada pembukaan Konferensi Cabang (Konfercab) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Purbalingga, di Pondok Pesantren Al-Ikhlas Aqshol Madinah, Bobot Sari, Purbalingga, Jawa Tengah, Ahad (2/6/2024).
Pertama, kemandirian politik. Artinya, NU tidak boleh menjadi subordinasi politik manapun. Tidak boleh ada perintah perintah, apalagi perintah dari partai politik.
Hubungan antara perkumpulan NU dengan parpol bersifat partnership . Tujuan NU dalam konteks politik adalah kepentingan NU dan masyarakat, sedangkan kekuasaan politik sekedar sebagai wasilah. Wasilah ini, tegasnya, tidak boleh mengalahkan tujuan utamanya.
Lebih lanjut, Gus Rozin menyampaikan bahwa populasi warga NU sangat besar dan menjadi mayoritas di Indonesia berdasarkan survei dari sejumlah lembaga. Kebesaran ini harus ditampakkan secara riil sebagai modal sosial yang luar biasa.
“Tidak boleh kebesaran NU hanya ditampakkan lima tahun sekali, pada perhelatan pemilu saja,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah itu.
Kedua, kemandirian ekonomi. NU memiliki modal sosial yang sangat besar. Hal itu harus diubah menjadi modal finansial. Dalam perspektif dunia usaha, NU adalah pasar potensial dan sangat seksi bagi para pelaku bisnis. Hal yang paling penting, NU tidak sekadar pasar atau objek, tetapi tampil sebagai pelaku atau subjek.
Oleh karena itu, Gus Rozin menyampaikan perlunya kehadiran pemerintah dengan program jangka panjang yang bisa dikolaborasikan dengan NU. Hal ini penting sebagai mitra strategis agar dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat.
Hal terakhir, lanjut Gus Rozin, adalah kemandirian tradisi. Ziarah kubur, misalnya, bagi NU, merupakan tradisi yang menjunjung tinggi nilai-nilai Aswaja.
Oleh karena itu, kemandirian bagi NU merupakan sebuah keniscayaan. Tak ayal, semua struktur perkumpulan NU mulai level Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama (PARNU) sampai level Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggerakkan instrumen menuju kemandirian.
“Dengan kemandirian akan sampai kedigdayaan dan memenangi masa depan untuk terciptanya kesejahteraan bersama,” pungkasnya.
Sementara itu Katib Syuriyah PBNU KH Nurul Yaqin mengatakan, para pengurus NU perlu menjunjung tinggi masalah etik. NU selain bisa memberi keberkahan, juga bisa malati atau bisa bikin orang kualat. Karenanya dalam berkhidmat harus dibarengi dengan niat yang baik.
Kiai Nurul Yaqin berpesan, siapapun yang terpilih menjadi rais syuriyah dan ketua tanfidziah, termasuk semua pengurus, tidak boleh menjual NU kepada siapapun, termasuk kepada penguasa dan partai politik.
“Boleh menerima kedatangan pejabat atau politisi, tetapi tidak boleh transaksional dengan membawa nama NU, apalagi mengatas namakan NU, tandasnya.
Konferencab PCNU Kabupaten Purbalingga menetapkan KH Maskur Husni dan Ulil Archam sebagai rais syuriyah dan ketua tanfidziyah masa khidmah 2024 – 2029.
https://jateng.nu.or.id/nasional/gus-rozin-jelaskan-3-hal-penting-menuju-kemandirian-nu-XODyu