Kalianda, NU Online
Manusia adalah makhluk sosial yang dipastikan tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini bisa dilihat dari makna kata manusia yang berasal dari bahasa Arab yaitu insan. Asal mulanya Insan itu adalah kalimat isim dan bentuk kata kerjanya adalah anas.
Sementara kata sifatnya adalah anis untuk laki-laki dan anisa untuk perempuannya. Dari bentuk kalimat insan, anas, anis, dan anisa ini pada hakikatnya memiliki makna yang sama yakni harmonis. Keharmonisan ini terbentuk dengan saling kangen, saling merindukan, dan saling mendukung.
“Jadi yang namanya insan itu adalah makhluk yang tidak mungkin hidup sendirian,” kata Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj saat memberi mauidzah hasanah pada Peringatan 1 Abad NU dan Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW di Masjid Nurul Huda Desa Pulau Jaya Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan, Sabtu (11/2/2023).
Oleh karena itu jelasnya, jika ada dua orang yang selama lebih dari 2 bulan memiliki konflik dan tidak saling menyapa maka tidak lagi mencerminkan hakikat manusia yang penuh dengan keharmonisan. Seharusnya, kapan pun dan di mana pun, manusia harus mampu mewujudkan keharmonisan dengan orang lain.
Terlebih lanjut Kiai Said, manusia adalah sosok yang diamanahi Allah sebagai khalifah yang memiliki peran penting dalam melestarikan dan mengelola kehidupan bumi ini. Walaupun tugas ini berat, namun nyatanya manusia berjanji siap melakukannya.
Hal ini disebutkan dalam QS Al-Ahzab Ayat 72 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.”
Dalam menjalankan fungsinya, Allah telah menganugerahkan manusia dengan hawa nafsu. Menurut Kiai Said, hawa nafsu bukanlah merupakan hal yang negatif namun harus diatur dan diarahkan untuk hal-hal yang positif.
“Hawa nafsu manusia itu ada dua. Satu, nafsu ghadabiyyah, dua nafsu syahwatiyyah,” jelas Ketua Umum PBNU 2010-2021 ini.
Hawa nafsu ghadabiyah ialah hawa nafsu yang mendorong seseorang berambisi. Nafsu ini harus dikelola dengan niat, cara, dan tujuan yang baik, yang akhirnya akan menjadi himmah (cita-cita).
Sementara hawa nafsu syahwatiyah atau hasrat, adalah nafsu yang mendorong manusia untuk meraih kesenangan. Nafsu ini juga harus dikelola dengan niat, cara, dan tujuan yang benar, sehingga mampu menjadi adzimah.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/hakikat-manusia-dan-hawa-nafsu-menurut-kiai-said-LoNeW