Salah satu rukun Islam yang harus dilakukan oleh umat Islam adalah menunaikan ibadah haji ke Baitullah ketika sudah mampu, baik secara finansial maupun fisik. Berbeda dengan ibadah pada umumnya, rukun Islam yang kelima ini tidak hanya membutuhkan fisik yang sehat saja, namun juga membutuhkan finansial yang cukup. Karenanya, Allah swt mewajibkan ibadah ini hanya sekali dalam seumur hidup.
Ritual dan beberapa rangkaian kewajiban yang harus dilakukan dalam ibadah haji sangat banyak macamnya dan berbeda-beda tempatnya, mulai dari ihram, tawaf, sa’i dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, Allah menjanjikan pahala yang sangat besar, berupa surga dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya, bagi orang yang ibadah hajinya diterima atau meraih predikat sebagai haji yang mabrur. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw bersabda:
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Artinya, “Dari satu umrah ke umrah yang lainnya (berikutnya) menjadi penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR Muslim).
Mengingat hal tersebut, jamaah yang sedang menunaikan ibadah haji harus benar-benar berusaha agar ibadahnya mendapat predikat haji mabrur, yaitu haji yang diterima oleh Allah swt, sehingga mendapat balasan surga. Dengan haji mabrur pula, ia tidak hanya memiliki pengalaman spiritual, tapi juga akan memiliki derajat yang lebih dekat dengan Allah swt.
Tentunya, orang-orang yang hendak meraih haji mabrur tidak hanya memfokuskan diri dalam beribadah, namun juga harus menahan diri dari hal-hal yang tidak berfaedah dan bisa merusak terhadap pahala ibadah. Berkaitan dengan hal ini, ada beberapa perbuatan yang semestinya ditinggalkan oleh orang-orang yang haji, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
Artinya, “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji.” (QS Al-Baqarah [2]: 197).
Merujuk penjelasan Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya, ia menjelaskan bahwa dalam ayat di atas terdapat tiga hal yang harus dihindari oleh orang yang sedang menunaikan ibadah haji, yaitu:
- Rafats, seperti berhubungan badan atau hal-hal yang bisa menjadi perantara untuk melakukan hubungan badan;
- Fusuk, yaitu semua perbuatan maksiat atau keburukan, seperti membunuh hewan, menggunakan wewangian dan lainnya;
- Jidal, yaitu setiap perbuatan yang bisa menjadi penyebab pertengkaran, perdebatan dan perbedaan.
Beberapa larangan di atas bertujuan agar jamaah yang menunaikan ibadah haji tidak lagi memikirkan hal-hal yang bersifat duniawi. Jamaah harus fokus terhadap semua kewajiban-kewajiban haji, mulai dari rukun dan syarat-syaratnya. Hal itu agar ia benar-benar fokus untuk beribadah kepada Allah swt dan menjadikan haji sebagai pelajaran untuk memperbaiki diri,
فَيَتَحَقَّقُ الْغَرَضُ الْمَنْشُوْدُ مِنَ الْحَجِّ وَهُوَ تَهْذِيْبُ النَّفْسِ وَإِشْعَارُهَا بِالْعُبُوْدِيَّةِ لِلهِ
Artinya, “Maka (dengan tidak melakukan tiga hal itu) akan nyata tujuan yang diinginkan dari ibadah haji, yaitu memperbaiki diri dan menumbuhkan kesadaran diri dengan beribadah kepada Allah.” (Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir fil Aqidah wal Manhaj wasy Syariah, [Damaskus: Darul Fikr, 1418], juz II, halaman 207).
Selain itu, salah satu hal yang bisa menjadikan ibadah haji tidak sempurna dan tidak akan meraih haji mabrur adalah salahnya niat. Niat yang salah juga akan menjadikan ibadah haji kurang sempurna. Misalnya, haji hanya untuk pamer, berwisata, jalan-jalan, untuk berdagang, untuk mencari uang dan lain sebagainya. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw bersabda:
يَأْتِي عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ يَحجُّ أَغْنِيَاؤُهُمْ لِلنُّزْهَةِ وَأَوْسَاطُهُمْ لِلتِّجَارَةِ وَأَغْلَبُهُمْ لِلرِّيَاءِ والسُّمْعَةِ وَفُقَرَاؤُهُمْ لِلْمَسْأَلَةِ
Artinya, “Akan datang pada manusia suatu masa, di mana orang-orang kaya menunaikan ibadah haji untuk berwisata, orang-orang menengah untuk berdagang, orang-orang pandai untuk mendapatkan pujian dan pamer, dan orang-orang fakir untuk meminta-minta.” (HR Anas bin Malik).
Mengomentari hadits di atas, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali (wafat 505) dalam salah satu karyanya menjelaskan bahwa orang-orang yang menjadikan ibadah haji dengan tujuan hanya untuk meriah keuntungan duniawi, pamer, sombong, berdagang dan lainnya, maka mereka tidak akan mendapatkan keutamaan dan kemuliaan ibadah haji. Dalam kitabnya ia mengatakan:
وَفِي الْخَبَرِ إِشَارَةٌ إِلىَ جُمْلَةِ أَغْرَاضِ الدُّنْيَا الَّتِي يَتَصَوَّرُ أَنْ تُتَّصَلَ بِالْحَجِّ فَكُلُّ ذَلِكَ مِمَّا يَمْنَعُ فَضِيْلَةَ الْحَجِّ وَيُخْرِجُهُ عَنْ حَيْزِ حَجِّ الْخُصُوْصِ
Artinya, “Dalam hadits ini mengisyaratkan beberapa tujuan duniawi yang ia gambarkan untuk bisa diraih dengan haji. Padahal semua itu termasuk sesuatu yang bisa menjadi penghalang dari keutamaan haji, dan mengeluarkannya dari status hajinya orang-orang istimewa (khusus).” (Imam al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: tt], juz I, halaman 262).
Karena itu, sangat penting bagi orang yang sedang menunaikan ibadah haji untuk benar-benar meluruskan niat. Niat ibadah haji yang benar hanyalah semata karena Allah swt dan untuk menunaikan kewajiban sebagai umat Islam. Mengesampingkan tujuan-tujuan yang bersifat duniawi adalah cara terbaik agar ibadah haji tidak ditolak dan tidak sia-sia. Berkaitan dengan pentingnya meluruskan niat, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
Artinya, “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah [2]: 196).
Syekh Sulaiman bin Umar al-Bujairami, dalam salah satu kitabnya menjelaskan bahwa ayat di atas merupakan bentuk isyarat dari Allah swt perihal keharusan meluruskan niat ketika menunaikan ibadah haji. Meluruskan niat dalam ibadah haji adalah dengan menjalani rukun Islam yang kelima ini dengan murni semata karena Allah swt dan penuh ikhlas, serta tidak ada tujuan ingin dipuji orang lain dan yang sesamanya. (Syekh Bujairami, Tuhfatul Habib ‘ala Syarhil Khatib, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz III, halaman 181).
Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perbuatan-perbuatan yang bisa menjadikan ibadah haji tertolak adalah (1) rafats, yaitu berhubungan badan, baik dengan istrinya sendiri apalagi dengan yang lain; (2) melakukan kemaksiatan dan keburukan; (3) melakukan perbuatan yang bisa menjadi penyebab perdebatan, pertengkaran dan kekacauan; dan (4) salah niat.
Demikian penjelasan perihal perbuatan-perbuatan yang harus dihindari oleh orang-orang yang menunaikan ibadah haji agar tidak tertolak dan bisa mendapatkan haji mabrur. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.
https://islam.nu.or.id/syariah/hal-yang-harus-dihindari-jamaah-haji-agar-dapat-predikat-mabrur-vt4D2