Oleh JW Jaddin Abdulghofur
Sejarah Hari Ibu
Sejarah penentuan tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu diresmikan oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928.
Bermula bahwa pada Kongres Pemuda Indonesia ke- I tanggal 30 April – 2 Mei 1928 kedudukan perempuan dalam masyarakat Indonesia ditempatkan sebagai titik sentral pembahasan. Tak lama setelahnya, diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia untuk pertama kali di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928. Kongres ini telah melahirkan langkah besar bagi kehidupan perempuan Indonesia.
Berangkat dari Kongres Perempuan Indonesia ke- I di Yogyakarta tersebut, Kongres Perempuan Indonesia ke- II dilaksanakan pada 20-24 Juli 1935 di Jakarta dan Kongres Perempuan ke- III pada tahun 1938 di Bandung. Hasil dari Kongres III ini melahirkan keputusan untuk menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu berdasarkan peristiwa penting Kongres Perempuan Indonesia ke- I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta karena dianggap merupakan tonggak sejarah kebangkitan perempuan Indonesia.
Posisi Ibu dalam Islam
Agama Islam menempatkan sosok seorang Ibu di posisi yang paling mulia. Kewajiban menghormati ibu lebih didahulukan sebelum kepada ayah. Hal ini tertulis dalam Alquran di Surat Luqman ayat ke 14.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kamu kembali”
Dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah saw menyuruh kita untuk berbuat baik kepada ibu tiga kali lebih besar dibanding kepada bapak.
“Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakan aku harus berbakti pertama kali?’. Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu’. Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’, Nabi SAW menjawab ‘Ibumu’.
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’, beliau menjawab ‘Ibumu’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘ Kemudian siapa lagi,’ Nabi menjawab ‘Kemudian ayahmu’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kisah Uwais al Qarni
Rasulullah pernah berpesan kepada kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib untuk mencari seseorang bernama Uwais al Qarni. Uwais al Qarni adalah seorang yang sangat memuliakan ibunya. Ibunya sudah tua dan lumpuh. Uwais dengan setia merawat dan memenuhi segala permintaan ibunya.
Suatu hari ibunya ingin mengerjakan haji, namun sayangnya keluarga Uwais adalah keluarga miskin yang tak memiliki banyak harta sehingga tak bisa membeli kendaraan untuk pergi berangkat haji. Uwais kemudian membeli anak lembu dan menggendongnya setiap hari bolak balik menuruni bukit. Orang-orang menertawakan perbuatannya.
Setelah beberapa bulan berlalu, Uwais menjadi seorang yang kuat dan ototnya besar. Ternyata ia menggendong lembu sebagai latihan untuk menggendong ibunya. Uwais pun menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah. Saat menjalani ibadah haji, Uwais berdoa kepada Allah untuk mengampuni semua dosa ibunya. Allah pun mengabulkan keinginannya.
Dalam ceritanya mengenai Uwais kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka kepada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah membenci padamu banyak bicara dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta,” (HR. Bukhari dan Muslim)
Selamat Hari Ibu, 22 Desember 2022.
Penulis adalah Pengasuh Pesantren Al Maghfirah Telajung Bekasi Jawa Barat
https://jabar.nu.or.id/opini/hari-ibu-dalam-perspektif-sejarah-dan-islam-O9vIu