Jakarta, NU Online
Ibu merupakan sosok perempuan yang mengandung generasi masa depan manusia. Di mana anak lahir, di situlah ia belajar segala sesuatu untuk pertama kali, termasuk bahasa. Tak ayal muncul istilah bahasa ibu, yaitu bahasa yang pertama kali dipelajari seseorang sejak kecil secara alamiah dan menjadi dasar sarana komunikasi serta pemahaman terhadap lingkungannya.
Menurut data Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah bahasa terbanyak kedua di dunia. Namun, seiring dengan arus globalisasi, modernisasi dan perkembangan teknologi, bahasa ibu di tengah kehidupan generasi muda rawan terkikis.
Pemerhati bahasa dari UIN Prof KH Saifuddin Zuhri Purwokerto, Mukhamad Hamid Samiaji mengungkapkan persoalan eksistensi bahasa ibu. Menurut dia, yang menjadi masalah adalah apabila bahasa ibu yang menjadi dasar alamiah tidak lagi dipedulikan dan tergeser oleh bahasa yang lebih dominan, seperti bahasa Indonesia dan bahasa asing.
“Oleh karena itu, pengarusutamaan bahasa ibu penting dilakukan untuk melestarikan dan membumikannya agar bahasa ibu tetap eksis,” ungkap Mukhamad Hamid Samiaji, dikutip NU Online, Kamis (22/12/2022) dari laman Badan Bahasa Kemdikbud.
Dia menekankan bahwa pengarustamaan bahasa ibu tersebut setidaknya dapat dilakukan di tiga lingkungan yang efektif, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pada lingkungan keluarga, menurut Hamid Samiaji, para orang tua perlu memberikan pemahaman kepada anak, pertama, tentang Bahasa sebagai budaya. Memberikan pemahaman tentang bahasa sebagai alat komunikasi merupakan hal penting, tetapi memberikan pemahaman tentang bahasa sebagai budaya adalah hal yang berbeda.
“Orang tua dapat mengomunikasikan nama-nama benda kepada anak sesuai bahasa mereka. Selain itu, orang tua perlu memastikan bahwa apa yang dimengerti anak mungkin akan berbeda dengan pemahaman orang lain,” jelas Hamid Samiaji.
Kedua, mengenalkan bahasa daerah dalam keluarga. Anak-anak sebagai manusia tabula rasa (kertas putih) membutuhkan referensi yang ada di lingkungan sekitar. Orang tua memiliki waktu paling banyak untuk berinteraksi kepada anak dan mengajarkan bahasa daerah sebagai budaya masyarakat.
Ketiga, menciptakan suasana sebagai penutur. Tidak dapat dimungkiri lagi bahwa penyebab terancam punahnya bahasa-bahasa daerah adalah minimnya penutur (native speaker).
Keempat, meminta anak untuk mencatat. Bahasa daerah sebagai budaya yang ingin terus kita jaga sebaiknya dapat dilestarikan dengan meliterasikannya dengan baik, yaitu dengan membaca, bertutur, dan mencatat.
Pelestarian bahasa ibu juga wajib diajarkan di sekolah. Meskipun Bahasa asing seperti Inggris perlu diperkuat kepada anak agar generasi muda tidak gagap dalam menghadapi globalisasi.
Untuk memperkuat bahasa ibu. Pertama, jadikan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan pada jenjang sekolah dasar, minimal kelas 1 hingga kelas 3.
Kedua, menjadikan bahasa ibu sebagai salah satu materi pelajaran muatan lokal pada semua jenjang pendidikan formal.
Lingkungan masyarakat yang mendukung juga menjadi tempat penting bagi generasi muda untuk mengembangkan bahasa ibu.
Cara memperkuat Bahasa ibu di lingkungan masyarakat, di antaranya membangun komunitas. Komunitas ini pun dapat memanfaatkan ruang digital sebagai ruang eksplorasi, misalnya dengan menciptakan konten-konten berbahasa daerah atau membuat video/film untuk kelestarian bahasa daerah.
Kemudian membuat perayaan tentang bahasa daerah. Perayaan bahasa dapat dilakukan dengan beragam kegiatan yang memiliki unsur bahasa itu sendiri. Perayaan bahasa inilah yang akan menjaga keaslian dan kelestarian bahasa.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Syakir NF
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/hari-ibu-momen-generasi-muda-untuk-terus-memperkuat-bahasa-ibu-fWU1E