Semarang, NU Online Jateng
Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Ubaidullah Shodaqoh menuturkan bahwa Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati setiap tahun merupakan momentum penting sekaligus pengingat akan peran santri dalam gerakan kemerdekaan di Indonesia.
“Ini sebagai pengakuan bahwa santri memiliki peran penting dalam mengisi kemerdekaan, membangun bangsa secara bersama-sama dengan respon yang baik,” ujarnya pada NU Online Jateng, Rabu (16/10/2024).
Ia juga menyampaikan bahwa Hari Santri Nasional bukan hanya milik pondok-pondok pesantren dalam arti khusus. Melainkan, saat ini hari santri sudah dimiliki oleh seluruh kalangan.
“Namun, kita harus ketahui bahwa mula daripada santri itu adalah ‘tafaqquh fiddin’ memahami agama. Tentunya memahami agama ini bukan berarti harus njelimet (rumit), tetapi ‘tafaqquh fiddin’ ini tentunya menurut kebutuhan masing-masing orang,” tuturnya.
Kiai Ubaid menuturkan, bahwa konsep ‘tafaqquh fiddin’ ini tidak harus diartikan sebagai proses memahami secara rumit. Namun, konsep memahami agama dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing orang.
“Kalau kebutuhannya dia sebagai guru madrasah tentunya (pemahamannya) harus sampai pada tingkatan tertentu, sebagai tokoh masyarakat tentunya harus lebih dari yang lain. Kemudian, sebagai pedagang maka kebutuhannya harus mengetahui tentang perdagangan, tentang hukum-hukum perdagangan. Sebagai pekerja dia harus mengetahui hukum muamalah, dan lain sebagainya,” tuturnya.
Menurutnya, siapa yang ‘tafaqquh fiddin’ melalui sanad yang shohih, maka dia adalah santri. Meskipun dia tidak berada di pondok pesantren, ataupun bukan sebagai alumni pondok pesantren, tetapi bahwa seseorang tersebut memiliki keinginan untuk belajar agama menurut kebutuhannya.
Lebih dari itu, di samping ‘tafaqquh fiddin’ yang sedemikian, Kiai Ubaid menuturkan bahwa ilmu tidak akan berarti tanpa diamalkan. Ia menekankan pentingnya mengamalkan ilmu untuk kemudian diajarkan.
“Oleh karena itu, kami mohon kepada guru-guru madrasah, guru-guru pondok pesantren, guru-guru majelis taklim, untuk semangat memberikan pemahaman keagamaan yang benar kepada masyarakat. Tentunya keagamaan yang benar dan semangat itu sesuai dengan zaman, situasi dan tempat dimana dia menyebarkan agama tersebut,” ucapnya.
Melalui momentum Hari Santri Nasional ini, Kiai Ubaid menyampaikan harapannya agar pesantren dapat mandiri dan tidak menopangkan eksistensinya kepada pihak lain, termasuk pemerintah. Meskipun, terdapat hak-hak dan kewajiban yang ada dari pihak lain yang bersifat halal dan tidak mengikat.
“Dengan hari santri ini dan sebagai pengakuan negara terhadap santri ini, maka pesantren jangan jadi beban negara dan pemerintah tetapi pesantren harus berusaha untuk mandiri. Dalam arti mandiri itu tidak menopangkan eksistensinya kepada pihak lain, maupun kepada pihak pemerintah,” katanya.
Demikian pula para santri dan alumni setelah keluar dari pondok pesantren, diharapkan dapat menyumbangkan pikiran, tenaga, dan jasanya untuk kesejahteraan, kebaikan, dan ketentraman bangsa Indonesia.
“Saya kira itu sangat penting sekali, mari kita bersama sama mendasarkan seluruh kegiatan kita dengan nilai-nilai moral, akhlak dan tentunya agama Islam yang dianut oleh para santri. Terima kasih, semoga sukses pesantren, santri, dan masyarakat santri,” pungkasnya.