Bulan Dzulhijjah dikenal juga dengan bulan kurban. Bulan di mana orang yang mampu disunahkan untuk menyembelih hewan kurban pada tanggal 10 Dzulhijah sampai 13 Dzulhijjah. Masyarakat Jawa khususnya, menganggap bulan Dzulhijjah sebagai bulan baik untuk mengadakan akad nikah sekaligus pesta pernikahan atau walimatul ursy.
Mengadakan walimah ursy, sebagai wujud mensyukuri nikmat Allah atas terlaksananya akad nikah dengan menghidangkan makanan walaupun hanya dengan memotong seekor kambing, hukumnya sunah. Sebagaimana dijelaskan bahwa Nabi memerintahkan Abdurahman bin Auf untuk mengadakan walimah selepas menikah.
عَنْ أَنَسٍ «أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةٍ فَقَالَ: مَا هَذَا؟ قَالَ: إِنِّي تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ، قَالَ: بَارَكَ اللَّهُ لَكَ، أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ.» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya, “Dari Sahabat Anas Sesungguhnya Nabi Muhammad saw melihat muka Abdurrahman bin ‘Auf yang masih ada bekas kuning. Nabi berkata: “Ada apa ini?.” Abdurrahman berkata: “Saya baru mengawini seorang perempuan dengan maharnya lima dirham.” Nabi bersabda: “Semoga Allah memberkatimu.” Adakanlah walimah, walaupun hanya dengan memotong seekor kambing”. (Muttafaq ‘Alaihi).
Hadits di atas sebagian ulama memahami akan wajibnya walimah ursy. Namun pendapat yang kuat (adzhar) adalah sunahnya walimah. Berikut dijelaskan dalam Kifayatul Akhyar.
وَالْأَظْهَر وَهُوَ مَا جزم بِهِ الشَّيْخ أَنَّهَا مُسْتَحبَّة لقَوْله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لَيْسَ فِي المَال حق سوى الزَّكَاة وَلِأَنَّهَا طَعَام لَا يخْتَص بالمحتاجين فَأشبه الْأُضْحِية وَقِيَاسًا على سَائِر الولائم والْحَدِيث الأول مَحْمُول على تَأَكد الِاسْتِحْبَاب
Artinya, “Pendapat yang adzhar adalah pendapat yang ditetapkan oleh Abu Ishaq As-Syirazi bahwasanya walimah itu hukumnya sunnah bedasarkan sabda Nabi saw: “Tidak ada hak pada harta kecuali zakat.” Dan karena walimah adalah makanan yang tidak dikhususkan untuk orang-orang yang membutuhkan maka menyerupai Udhiyah, dan diqiyaskan dengan walimah-walimah lainnya. Dengan demikian hadits yang pertama (hadits terkait Abdurrahman bin Auf) dipahami sebagai penguat disunahkannya walimah.” (Taqiyuddin Abu Bakar Muhammad Al-Hishni al-Husaini, Kifayatul Akhyar, [Dimsyiq, Darul Khoir: 1994 M], halaman 374).
Dari penjelasan dapat dipahami bahwa mengadakan walimatul ursy dalam arti menghidangkan makanan kepada para tamu undangan walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing adalah disunahkan.
Namun demikian, bagaimana jika hidangan walimah ursy itu adalah daging kurban dengan anggapan agar lebih efektif dan efisien? Pasalnya, dinilai akan didapatkan dua kesunahan sekaligus yakni ibadah kurban dan kesunahan walimah?. Berikut penjelasannya.
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H) dalam kitabnya, Minhajul Qowim menerangkan.
ويجب أن يتصدق بالجزء المذكور حال كونه “نيئًا” يملكه مسلمًا حرًّا أو مكاتبًا، والمعطي غير السيد فقيرًا أو مسكينًا فلا يكفي إعطاؤه مطبوخًا ولا قديدًا ولا جعله طعامًا ودعاؤه أو إرساله إليه لأن حقه في تملكه لا في أكله ولا تملكه غير اللحم من نحو كرش وكبد
Artinya, “Wajib menyedekahkan bagian yang telah lalu disebutkan dalam keadaan mentah. Memberikannya kepada orang Muslim, orang yang merdeka atau budak mukatab, dan yang memberi bukan sayyidnya; kepada fakir ataupun miskin. Maka tidak mencukupi memberikan daging kurban dalam wujud telah dimasak, dendeng (daging kering). Tidak mencukupi juga memasaknya kemudian memanggil penerima daging kurban atau mengantarkan masakan daging kurban kepadanya. Karena haknya adalah memberikan hak milik daging, bukan memakannya. Tidak boleh juga memberikan selain daging seperti memberikan babat dan hati.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Minhajul Qawim,[Bairut, Darul Kitab Ilmiyah: 2000 M], halaman 309).
Penjelasan Imam Ibnu Hajar ini menegaskan bahwa daging hewan kurban harus dibagikan dalam keadaan mentah, tidak dimasak; baik mengundang atau mengirimkannya.
Jika daging itu dimasak, maka tidak mencukupi hukumnya. Daging hewan kurban adalah hak milik fakir dan miskin dalam artian daging tersebut bebas ia tasarufkan sesuai kehendak mereka seperti dijual atau selainnya. Bukan hanya memakanyanya saja.
Walhasil, tidak dapat dibenarkan memasak daging hewan kurban kemudian dijadikan sajian makanan walimatul ursy. Hal ini karena ada perbedaan prinsip di antara keduanya. Di mana walimatul ursy adalah menghidangkan makanan siap santap, sedangkan kurban atau udhiyah mengharuskan menyedekahkan kepada fakir miskin dalam wujud mentah, bukan daging yang sudah dimasak. Wallahu a’lam bisshawab.
Ustadz Muhammad Hanif Rahman, khadim Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://islam.nu.or.id/syariah/hukum-daging-kurban-untuk-acara-walimah-ffmoz