Hukum Memakai Pampers saat Ihram

Jamaah haji Indonesia khususnya, banyak sekali yang baru mendapatkan antrian keberangkatan di usia yang senja. Hal ini lantaran masa tunggu yang begitu lama dari waktu pendaftaran.
 

Jamaah haji yang dalam kondisi lanjut usia sering menemui banyak kendala utamanya kondisi fisik yang melemah. Kendala lain di antaranya adalah tidak bisa mengontrol air kencing (beser). Untungnya saat ini telah banyak tersedia popok atau pampers yang fungsinya adalah menahan air kencing agar tidak sampai keluar. Ini seakan menjadi solusi kondisi tersebut, sehingga najis kencing yang tidak bisa dikontrol dapat dijaga supaya tidak mengotori dan menjadikan najis tempat, badan dan pakaian yang digunakan.
 

Namun demikian, pengunaan popok atau pampres masih menyisakan permasalah mengingat hal ini dilakukan saat sedang ihram yang telah maklum diketahui salah satu larangan seorang laki-laki yang sedang ihram adalah mengunakan pakaian yang berjahit? 
 

Sebelumnya perlu diperjelas bahwa popok atau pampers itu adalah semacam celana dalam dari segi bentuknya, yang berfungsi untuk menyerap cairan urin yang keluar dari kemaluan agar tidak keluar mengotori pakaian ataupun badan. Sederhananya, celana dalam namun beda fungsinya.

 

Pertanyaan serupa pernah diajukan kepada Imam Ibnu Hajar al-Haitami (wafat 974 H) sebagaimana terdokumentasikan dalam kitabnya, Fatawal Fiqhiyah Al-Kubra. Sebenarnya pertanyaan yang diajukan begitu panjang, namun inti pertanyaannya adalah sebagai berikut,
 

وَسُئِلَ نَفَعَ اللَّهُ بِهِ عَنْ رَجُلٍ أَحْرَمَ بِنُسُكٍ وَبِهِ سَلَسُ بَوْلٍ لَا يَسْتَمْسِكُ إلَّا بِالشَّدِّ فَشَدَّ ذَكَرَهُ حِرْصًا عَلَى طَهَارَتِهِ الْمُعْتَبَرَةِ شَرْطًا لِطَوَافِهِ وَصَلَاتِهِ وَصَوْنًا لِبَدَنِهِ وَإِزَارِهِ عَنْ نَجَاسَتِهِ سِيَّمَا فِيمَا تَقَدَّمَ مِنْ عِبَادَتِهِ فَهَلْ عَلَيْهِ فِدْيَةٌ بِذَلِكَ أَمْ لَا
 

Artinya, “Imam Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya soal seorang lelaki yang melaksanakan ihram dan ia mengalami beser sehingga tidak dapat menahannya secuali dengan diikat. Kemudian ia mengikat kemaluanya untuk menjaga kesuciannya yang merupakan syarat thawaf dan shalatnya. Untuk menjaga badan dan pakainnya dari najis lebih-lebih dalam dalam ibadahnya. Apakah hal tersebut mewajibkannya untuk membayar fidyah atau tidak?.”

Merespon pertanyan tersebut, ia menjawab dengan panjang lebar beserta analisis kasus yang ditanyakan. Berikut ini kesimpulan jawaban yang disampaikan,
 

وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ لَا فَدِيَةَ عَلَيْهِ بِالشَّدِّ مُطْلَقًا وَلَا بِالْعَقْدِ الْمُتَعَيَّنِ لِدَفْعِ النَّجَاسَةِ وَأَنَّهُ مَتَى أَمْكَنَهُ الشَّدُّ بِنَحْوِ خَيْطٍ أَوْ لَفِّ الْخِرْقَةِ مِنْ غَيْرِ عَقْدٍ لَمْ يَجُزْ بِهِ الْعَقْدُ وَلَزِمَتْهُ بِهِ الْفِدْيَةُ
 

Artinya, “Kesimpulannya, bahwa tidak wajib fidyah bagi orang tersebut sebab menyumbat (saddu) secara mutlak, juga dengan cara mengikat dengan cara tertentu untuk mencegah najis. Selagi masih bisa menutupi dengan semisal benang, atau kain tanpa harus mengikatnya, maka tidak boleh mengikat. Jika ia mengikat kain tersebut maka ia wajib membayar fidyah”. (Ibnu Hajar Al-Haitami, Fatawal Fiqhiyah Al-Kubra, [Mesir, Maktabah al-Islamiyah: tt] juz II halaman 128).
 

Penjelasan di atas memberikan pemahaman bahwa untuk mengatasi persoalan orang yang mengalami keluar air kencing secara terus-men​​​​​​n​​​​​erus saat ihram adalah dengan menyumbat jalan kemaluann​​​​​​​ya agar air kencingnya tidak sampai keluar. Cara ini tidak haram dilakuan dan tidak berkewajiban membayar fidyah. Namun jika hal ini sulit dilakukan sehingga satu-satunya solusi yang bisa diterapkan hanya dengan memakai popok atau pampers, maka boleh dilakukan dan tidak wajib membayar fidyah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh imam Ibnu Hajar dalam kitab dan halaman yang sama,
 

لا فدية عليه بالشد المذكور لأمور: منها قولهم: كل محظور في الإحرام أبيح للحاجة فيه الفدية، إلا نحو السراويل والخفين لأن ستر العورة ووقاية الرجل من النجاسة مأمور بهما لمصلحة الصلاة وغيرها فخفف فيها
 

Artinya, “Tidak ada fidyah baginya dengan menyumbat, karena beberapa hal diantaranya adalah perkatan ulama: “Semua yang dilarang dalam ihram diperbolehkan, namun tetap ada fidyahnya karena hajat kecuali celana dan sandal karena untuk menutup aurat dan melindungi kaki dari najis merupakan perkara yang diperintahkan untuk kemaslahatan shalat dan selainnya, maka diringankan.”

 

Simpulan​​​​​​​

Walhasil, bagi orang yang yang mengalami kendala atau menderita penyakit beser sedangkan dalam keadaan berihram supaya mengikat kemaluanya untuk menjaga kesuciannya utamanya saat tawaf dan shalat. Jika ini sulit dilakukan sehingga satu-satunya solusi yang bisa diterapkan hanya dengan memakai popok atau pampers, maka boleh dilakukan dan tidak wajib membayar fidyah.
 

Meskipun pampres itu seperti halnya celana dalam dari segi keharamnya digunakan saat ihram karena termasuk dalam kategori larangan saat ihram yaitu mengunakan pakaian berjahit. Namun, karena mengunakan pampers adalah hajat dan tidak ditemukan solusi lainya selain itu maka diperbolehkan dengan tanpa membayar fidyah. Sebagaimana semisal seorang yang sedang ihram karena kedinginan dan tidak ditemukan hal lain selain celana maka diperbolehkan mengunakan celana dan tanpa membayar fidyah. (Syihabbuddin Ar-Ramli, Nihayatul Mujtaj, [Beirut, Darul Fikr: 1984 H], juz III, halaman 332).
 

Terakhir, hemat penulis untuk lebih berhati-hati bagi orang yang mengunakan pampers saat ihram untuk membayar fidyah. Wallahu a’lam bisshawab.​​​​​​​
 

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://islam.nu.or.id/syariah/hukum-memakai-pampers-saat-ihram-yhUpt

Author: Zant