Kekhawatiran internasional terhadap serangan Israel di Rafah yang berlangsung selama tiga pekan terakhir, telah berubah menjadi kemarahan setelah pengeboman sejak Minggu (26/5/2024) waktu setempat.
Dilansir Forbes, ungkapan ‘All eyes on Rafah’ adalah seruan agar kepada masyarakat dunia untuk memperhatikan serangan terhadap Rafah di Gaza, Palestina. Kalimat ‘All Eyes on Rafah’ digunakan di media sosial untuk menarik perhatian masyarakat terhadap kekejaman yang terjadi.
Slogan inilah yang memicu netizen dunia untuk ikut bersimpati kepada korban di Rafah serta mengecam perbuatan yang dilakukan Israel. Dan inilah gerakan netizen di medsos yang kerap dikenal sebagai istilah “Julid Fi Sabilillah”.
Dulu, pada awal-awal agresi militer Israel untuk menyerang Gaza, Gerakan ini sudah dipopulerkan oleh netizen Indonesia yang berkoalisi dengan Malaysia dalam melawan Zionis dan Israel di media sosial. Memang gerakan ini berfokus untuk memerangi propaganda Zionis di media sosial, Demi tercapainya tujuan dalam operasi melawan Israel di jagat maya.
Target utama dari gerakan ini merupakan tentara Israel, polisi Israel, warga Israel atau Institusi Israel yang membuat narasi anti-Palestina. Tak hanya itu, gerakan ini berfokus untuk memerangi Zionis dan Israel, bukan Yahudi sebagai ras dan agama.
Lantas, bagaimana hukum melakukan gerakan perlawanan “Julid Fi Sabilillah” sebagai gerakan jihad di media sosial untuk mengecam perbuatan zionis Israel?
Sebelum kita membahas tentang gerakan ini, alangkah baiknya kita memahami konsep jihad dalam kitab-kitab fikih klasik, seperti yang diterangkan dalam kitab Fiqh al-Manhaji ini,
وَالْجِهَادُ فِي اصْطِلَاحِ الشَّرِيْعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ : بَذْلُ الْجُهْدِ فِيْ سَبِيْلِ إِقَامَةِ الْمُجْتَمَعِ الْإِسْلَامِيِّ ، وَأَنْ تَكُوْنَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا ، وَأَنْ تُسَوِّدَ شَرْيِعَةُ اللهِ الْعَالَمَ كُلَّهُ . ..الى ان قال… وَالتَّعْرِيْفُ الشَّامِلُ لِكُلِّ هَذِهِ الْأَنْوَاعِ أَنَّهُ : بَذْلُ الْوُسْعِ اِنْتِصَارًا لِشَرِيْعَةِ اللهِ ، وَرَفْعاً لِكَلِمَتِهِ فِي الْأَرْضِ
Artinya: Jihad menurut istilah syariat Islam adalah menegakkan persatuan orang Islam. Atau menyerahkan seluruh kemampuan untuk menolong syariat Allah dan meluhurkan kalimat Allah.
Yang tujuan utama dari jihad adalah meluhurkan agama Allah, tentunya jihad memiliki batasan serta tahapan-tahapan agar sesuai dengan syariat Islam. Diantara tahapan dalam berjihad ataupun mencegah kemungkaran itu ada 5 tahapan seperti yang dijelaskan dalam kitab Ihya Ulumiddin dibawah ini,
وَشَرْحُ الْقَوْلِ فِيْ هَذَا أَنَّ الْحِسْبَةَ لَهَا خَمْسُ مَرَاتِبَ كَمَا سَيَأْتِيْ أَوَّلُهَا التَّعْرِيْفُ وَالثَّانِيْ الْوَعْظُ بِالْكَلَامِ اللَّطِيْفِ وَالثَّالِثُ السَّبُّ وَالتَّعْنِيْفُ ..الى ان قال…. وَالرَّابِعُ اَلْمَنْعُ بِالْقَهْرِ بِطَرِيْقِ الْمُبَاشَرَةِ ..الى ان قال…. وَالْخَامِسُ التَّخْوِيْفُ وِالتَّهْدِيْدُ بِالضَّرْبِ
Mencegah kemungkaran mempunyai 5 tahapan :
1.Memberi pemahaman
2. Memberi petunjuk dengan perkataan yang lembut
3. Mencaci atau berkata kasar
4. Mencegah dengan paksa
5. Mengancam akan memukul
Sedangkan konteks jihad untuk menyebarkan ajaran Islam di era kecanggihan teknologi informasi saat ini dapat dilakukan dengan berbagai platform, termasuk media sosial. Hal tersebut berdasarkan hadis Nabi.
Suatu ketika Nabi Muhammad ditanya tentang syair, beliau menjawab bahwa syair dapat digunakan sebagai media untuk berjihad. Sebagaimana hadis shahih yang diriwayatkan Ka’ab bin Malik,
قُلْتُ: يا رسولَ اللهِ قد أُنزِل في الشِّعرِ ما قد أُنزِل فقال النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: ( إنَّ المؤمنَ يُجاهِدُ بسيفِه ولسانِه والَّذي نفسي بيدِه لكأنَّما ترمونَهم نَضْحَ النَّبلِ )
Artinya: Rasulullah SAW ditanya, bagaimana pendapat Nabi tentang syair? Beliau menjawab: “Seorang mukmin berjihad menggunakan senjata dan lisannya, dengan syairmu seakan engkau melempari musuhmu dengan panah.“
Hadis di atas menunjukkan bahwa jihad menyebarkan ajaran Islam dapat dilakukan dengan beragam media, baik media verbal seperti ceramah mengaji atau dengan tulisan. Di era teknologi saat ini berbagai berita dapat menyebar dengan cepat. Banyak informasi tentang agama yang keliru, adanya gerakan radikal yang mengganggu terhadap stabilitas negara, hoaks yang bertebaran, ujaran kebencian, adu domba, gerakan melawan pemerintah, serta kejanggalan dalam memahami agama tersebar di ruang publik, baik melalui media cetak, media sosial, atau visualisasi video di internet.
Peran jihad bagi pesantren adalah menjawab, meluruskan, dan menegakkan agama Islam yang yang rahmatan lil alamin dengan memanfaatkan teknologi media yang mutakhir. Jihad seperti ini merupakan fardhu kifayah yang harus dilakukan oleh mereka yang memiliki keilmuan yang mendalam. Termasuk fardhu kifayah apabila menegakkan argumentasi keagamaan dan mengurai kerancuan dalam memahami agama.
Maka dari itu, kembali lagi ke pembahasan awal kita terkait hukum julid fi sabilillah atau jihad via media sosial. Menurut penulis yang dirangkum dari beberapa sumber, hukumnya adalah boleh, bahkan bisa menjadi fardlu kifayah dalam rangka upaya kepedulian terhadap warga Palestina (نصرة المظلوم) dan aksi protes terhadap agresi Israel (إظهار البغض).
Namun demikian dalam menyampaikan konten atau tulisan harus menghindari dampak negatif yang lebih besar, semisal mem-bully agama atau sesembahan mereka, provokasi yang melanggar aturan-aturan perang yang disepakati dunia internasional, dll.
https://jatim.nu.or.id/keislaman/hukum-mengikuti-trend-all-eyes-on-rafah-dengan-tujuan-jihad-pr96X