Hukum Sumpah Menolak Haji Demi Sedekah Fakir Miskin

Assalamu ’alaikum wr.wb

Yth. Redaktur NU Online. Izin bertanya, ada seseorang bersumpah “Saya bersumpah, demi Allah jika kelak mampu pergi haji, tak akan saya pergi haji selama ada saudara dan tetangga yang masih hidup kekurangan. Mending uang puluhan juta dipakai untuk menyekolahkan anak yatim di sekitar rumah.” Pertanyaan saya, bolehkah bersumpah seperti ini?

Jawaban

Wa’alaikum salam wr.wb.

Penanya yang budiman. Semoga Allah merahmati kita semua. Dalam agama islam, sumpah sebaiknya dihindari kecuali dalam ranah keinginan beribadah ataupun kesaksian di pengadilan. Misal sumpah yang diperbolehkan; bersumpah untuk melakukan kewajiban ataupun kesunnahan, bersumpah meninggalkan perkara haram ataupun makruh, bersumpah ketika bersaksi di pengadilan.

Kita tidak boleh bersumpah untuk menjauhi kebaikan serta ibadah kepada Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah:

وَلا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لأَيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ

Artinya,“Dan janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa, dan menciptakan kedamaian. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui (QS.Al-Baqarah:224)

Seandainya seseorang bersumpah meninggalkan haji yang wajib, maka wajib melanggar sumpahnya dan wajib membayar kafarat. Sedangkan, seandainya seseorang bersumpah  meninggalkan haji tathawwu’, maka disunnahkan untuk melanggar sumpahnya dan membayar kafarat (Al-Jamal Sulaiman, Hasyiyah Bujairami ‘ala Syarh al-Minhaj [Kairo: Maktabah al-Halabi,1950] juz.4 hal.320) 

Hal ini juga diperkuat olah sabda Rasulullah:

قال رسول الله من حلف على يمين فرأى غيرها خيرا منها فليأتها وليكفر عن يمينه

Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Barang siapa yang bersumpah dan ia melihat perkara lain yang lebih baik maka hendaknya ia mendatanginya dan hendaknya ia bayar kafarat dari sumpahnya,” (HR Muslim).

Perlu diketahui bahwa membayar kafarat menjadi wajib karena dua hal yaitu melakukan sumpah dan melanggarnya. Oleh karena itu, apapun bentuk sumpah atas nama Allah apabila ia melanggarnya maka ia wajib membayar kafarat.

Bersedekah untuk membantu orang yang membutuhkan di masa perekonomian sulit jauh lebih utama daripada haji tathawwu’ (haji yang dilakukan setelah melakukan haji yang pertama kali). Hal ini karena sedekah bermanfaat untuk orang lain sedangkan haji hanya bermanfaat untuk diri sendiri.

وَهَلْ حَجُّ التَّطَوُّعِ أَفْضَلُ مِنْ الصَّدَقَةِ مُطْلَقًا ؟ قلت الصَّوَابُ : أَنَّ الصَّدَقَةَ زَمَنُ الْمَجَاعَةِ عَلَى الْمَحَاوِيجِ أَفْضَلُ ، لَا سِيَّمَا الْجَارُ خُصُوصًا صَاحِبُ الْعَائِلَةِ ، وَأَخُصُّ مِنْ ذَلِكَ الْقَرَابَةَ وَهَذَا نَفْعٌ عَامٌّ ، وَهُوَ مُتَعَد

Artinya, “Apakah haji tathawwu’ lebih utama daripada sedekah yang mutlak? Aku berpendapat bahwa yang paling tepat, sedekah di zaman paceklik untuk orang-orang yang membutuhkan adalah yang lebih utama khususnya kepada mereka yang telah berkeluarga dan khususnya lagi kepada sanak kerabat karena manfaatnya lebih umum dan berdampak kepada orang lain,” (Ibnu Muflih, al-Furu’ [Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2003 M], juz XII, halaman 17).

Selain itu, kewajiban haji dalam mazhab Syafi’i adalah kewajiban yang boleh diakhirkan meskipun sudah terhitung mampu melakukan ibadah haji. Sedangkan, menurut mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad kewajiban haji adalah harus disegerakan.

إذا اجتمعت شرائط وجوب الحج وجب على التراخي وقال أبو حنيفة ومالك وأحمد على الفور وعندنا يجوز لمن وجب عليه الحج أن يؤخره بعد سنة الإمكان

Artinya, “Ketika telah terpenuhi syarat-syarat haji maka wajib ia menunaikan haji dalam jangka waktu yang panjang. Sedangkan, mazhab imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan (kewajiban haji) harus disegerakan. Dalam mazhab kita (mazhab Syafi’i), boleh bagi orang yang memiliki kewajiban haji untuk mengakhirkan haji meskipun telah tergolong mampu,” (An-Nawawi, Raudhah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin [Beirut: Maktabah al-Islami]).

Walhasil, kita sebagai penganut mazhab Syafi’I  diperbolehkan untuk mengakhirkan kewajiban haji dan mendahulukan sedekah kepada orang lain yang membutuhkan khususnya di waktu perekonomian yang sulit. Hal ini sebagaimana pendapat Imam al-Hatthabi.

ويفهم منه أنها لا تقدم على الحج الفرض وهو كذالك على القول بالفور وعلى القول بالتراخي فتقدم عليه

Artinya, “Dan dapat difaham bahwa sedekah tidak boleh didahulukan daripada haji yang wajib menurut pendapat yang mewajibkan menyegerakan haji dan boleh mendahulukan sedekah daripada haji yang wajib bagi pendapat yang mewajibkan haji dalam jangka waktu yang panjang,” (Al-Hatthabi Muhammad, Mawahib al-Jalil fi Syarh Mukhtashar al-Khalil [Beirut: Darul Fikr, 1992 M] juz II, halaman 537).

Mendahulukan bersedakah kepada yang membutuhkan di atas kepentingan pribadi adalah hal yang terpuji. Rasulullah mengajak umatnya untuk memiliki kepedulian yang tinggi kepada sesama muslim khususnya kepada tetangga dan sanak kerabat sebagaimana sabda Rasulullah:

قال رسول الله ليس بمؤمن من بات شعبان وجاره إلى جنبه جائعا

Artinya, “Rasulullah bersabda ‘Tidaklah (dikatakan) orang yang beriman, sesiapa yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangga di sekitarnya kelaparan,’” (HR Thabrani).

Simpulan yang dapat dipahami di sini adalah sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan adalah akhlak yang terpuji. Mendahulukan bersedekah kepada orang yang membutuhkan daripada melakukan ibadah haji adalah perbuatan yang diperbolehkan. Akan tetapi, sebagai seorang muslim kita juga tidak boleh melupakan kewajiban melakukan ibadah haji karena ibadah haji adalah salah satu rukun Islam bagi setiap muslim.

Demikian jawaban saya. Semoga bisa dipahami. Kami terbuka menerima saran dan masukan. Terima kasih. Wallahu ’alam.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq

Wassalamu ’alaikum Wr.Wb

Ustadz Muhammad Tholchah al-Fayyadl, Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/hukum-sumpah-menolak-haji-demi-sedekah-fakir-miskin-A63cV

Author: Zant