Jakarta, NU Online
Pembebasan bersyarat kepada 23 narapidana (napi) kasus korupsi belum lama ini menuai sejumlah respons masyarakat. Kebijakan pemberian remisi itu mendapat respons pertentangan dari sejumlah kalangan.
Direktur Pusat Kajian dan Pendidikan Anti Korupsi (PUSDAK) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta Fira Mubayyinah menilai seharusnya tindak pidana korupsi bisa diformulasikan sebagai tindak pidana atau perbuatan yang zero benefit dan high coast.
“Dengan cara apa? Ancaman sanksi pidana yang berat atau tinggi dan kepastian penegakan hukum yang tegas,” ujarnya dalam keterangannya, diterima NU Online, Senin (9/11/2022).
Kebijakan pemberian remisi tersebut, dinilainya menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi. Hal itu juga tampak dari realitas penindakan kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.
“Kesungguhan pemerintah untuk memberantas korupsi menjadi dipertanyakan, bila melihat bagaimana kejadian perubahan UU No. 19 tahun 2019 tentang KPK, pemilihan pimpinan KPK, pengesahan UU Nomor 22 tahun 2022, tidak tertangkapnya beberapa buronan korupsi, rendah dan ringannya putusan hakim untuk koruptor dan mudahnya mendapat remisi,” ungkapnya.
Melihat realitas tersebut, ia mengaku khawatir upaya pemberantasan korupsi tidak menunjukkan perkembangan yang baik.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa mengacu pada teori tujuan pemidanaan, agar memberikan efek jera adalah dengan memberikan sanksi pidana berat atau tinggi dan kepastian penegakan hukumnya dijamin.
“Lebih-lebih, untuk tindak pidana yang berlatar belakang ekonomi seperti korupsi, dimana pelaku potensial selalu rasional dalam mengambil keputusan berpikir coast and benefit,” terang Fira, sapaan akrabnya.
Ia mengatakan, realitas pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor tersebut, tentu menjadi pengalaman bagi pelaku potensial. Hal itu justru tidak menutup kemungkinan menjadi stimulus pihak lain untuk melakukan kejahatan bermotif ekonomi serupa.
23 napi korupsi bebas bersyarat
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kemenkumham mengungkap ada 23 napi kasus korupsi yang bebas bersyarat pekan ini. Mereka dikeluarkan dari dua Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Dua Lapas tersebut meliputi Lapas Kelas I Sukamiskin (empat napi) dan Lapas IIA Tangerang (19 napi). Dari 23 napi korupsi itu, muncul sejumlah nama yang kasusnya menjadi perbincangan masyarakat antara lain Zumi Zola, Ratu Atut Choisiyah, Patrialis Akbar, Suryadharma Ali, hingga Pinangki Sirna Malasari.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.