Nama lengkapnya, Abu Hasan Ali bin Muhammad al-Basri al-Mawardi. Sebutan tersebut dinisbatkan pada pekerjaan keluarganya yang ahli membuat maul waradi (air mawar) dan menjualnya. Ia dilahirkan di Bashrah pada tahun 364 H/976 M. Sejak kecil hingga menginjak remaja, ia tinggal di Bashrah dan belajar fikih Syafi’i kepada seorang ahli fikih yang alim, yaitu Abu Qosim As-Shaimari.
Setelah itu merantau ke Baghdad untuk melanjutkan studinya di Universitas al-Za’farani, serta mendatangi para ulama di sana untuk menyempurnakan keilmuannya. Di antara gurunya ialah al-Hasan ibn Ali al-Hanbali, Ja’far ibn Muhammad ibn al-Fadhl al-Baghdadi, dan Abu Hamid al-Isfirayini. Imam Mawardi juga belajar bahasa Arab, hadis, tafsir, tidak hanya itu ia juga mendalami sastra, filologi, dan etika.
Meskipun Imam Mawardi meraih popularitas yang gemilang selama hidup di Baghdad, sumber-sumber sejarah tidak menyuguhkan informasi yang lengkap mengenai kehidupan rumah tangganya, seperti kehidupannya di Bashrah dan Baghdad.
Pada masa Khalifah Abbasiyah al-Qadir Billah, para pemuka Syafi’iyah terbilang dominan, terutama setelah Imam Mawardi menghadiahkan mukhtashar fikih Syafi’i kepada sang khalifah yang diberi judul al-Iqna’. Selain menjadi pemuka madzab Syafi’i ia juga pernah bekerja sebagai qadhi (hakim) di berbagai daerah di Iraq, juga sebagai duta Khalifah ke berbagai penjuru negeri Islam.
Imam Mawardi di satu sisi dikenal sebagai duta diplomasi pemerintah Bani Buwaih dan di sisi lain sebagai duta diplomasi Khalifah Abbasiyah, terutama Khalifah Qaim Biamrillah. Di samping itu, ia juga menjadi duta diplomasi di kalangan Pemerintah Bani Buwaih dengan Pemerintah Saljuk di awal pemerintahannya. Salah satu di antara misi yang diusungnya ketika menjadi duta diplomasi adalah untuk mendamaikan antara kubu-kubu politik yang berseberangan dan kubu-kubu yang sering berlindung di bawah kekuatan senjata dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi.
Dari ranah pemikiran, Abu Hasan al-Mawardi telah banyak mewarnai pemikiran keislaman dengan berbagai karyanya, seperti kitab fatsir, fikih, hisbah, serta sosiopolitik, dan karyanya yang paling monumental adalah kitab Ahkam Shultoniyyah (hukum-hukum ketatanegaraan) yang hingga kini menjadi kitab rujukan paling populer bagi setiap orang yang mengkaji ilmu perpolitikan dikalangan umat Islam.
Karyanya banyak tapi tidak sempat disebarluaskan sampai ia meninggal. Kitab Ahkam Shultoniyyah ini sebagai naskah atau buku tentang ilmu politik pertama di dunia. Ia wafat pada tahun 450 H/1058 M dan dikebumikan di kota al-Manshur di daerah Babi Harb Baghdad.
https://jatim.nu.or.id/tokoh/imam-al-mawardi-pencetus-pemikiran-politik-islam-sdFN2