Pakar kajian hadits Indonesia KH Ali Mustofa Ya’kub mengangkat dua hadits yang tampak bertentangan seputar peninggalan Rasulullah yang paling berharga, yaitu Al-Qur’an dan sunnah rasul atau Al-Qur’an dan ahlul bait Rasul.
KH Ali Mustofa Ya’kub menjadikan hadits riwayat Imam Malik dan Imam Ahmad sebagai contoh kasus ikhtilaful hadits atau ta’arudh dalam karyanya At-Thuruqus Sahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyyah, sebuah buku perihal metodologi dalam kajian ilmu hadits.
Sebelumnya KH Ali Mustofa Ya’kub menjadikan hadits yang menganjurkan sahabatnya untuk berbeda penampilan dengan Musyrikin Makkah dan hadits yang menerangkan kesenangan Rasulullah saw yang menyamai Ahli Kitab Madinah.
KH Ali Mustofa Ya’kub juga membawa contoh hadits salam dan hadits basmalah sebagai awal pembicaraan. Kiai Ali mengangkat hadits “Perbuatlah apapun selain jimak” dan hadits “Kamu boleh bersedapan dengan organ di atas kain” saat pasangan mengalami menstruasi.
Contoh lain yang diangkat Kiai Ali adalah hadits kewajiban mandi karena inzal (keluar mani) dan hadits kewajiban mandi meski tidak terjadi inzal. Kasus berikutnya ialah hadits talak sebagai kehalalan yang paling dibenci Allah dan hadits yang meriwayatkan talak Rasulullah saw atas istrinya Ibnatul Jaun.
Demikian juga dengan kasus hadits “shalat awal waktu sebagai amal paling utama” dan hadits yang meriwayatkan Nabi Muhammad saw yang menunda shalat Isya sampai tengah malam. Dari banyak contoh hadits yang bertentangan itu, Kiai Ali Musthofa Ya’kub menjelaskan metode di dalam memahaminya.
Dalam kasus ini, Kiai Ali Mushtofa Ya’kub menjelaskan metode bagaimana kita memahami hadits riwayat Imam Malik dan Imam Ahmad yang tampak bertentangan atau ikhtilaful hadits, yaitu pilihan untuk mengikuti Al-Qur’an dan sunnah rasul atau Al-Qur’an dan ahlul bait Rasul.
Imam Malik dalam Kitab Al-Muwaththa’ meriwayatkan hadits sebagai berikut:
أَنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قال تَركْتُ فيكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمسَّكْتُمْ بِهِمَا لنْ تَضِلُّوا أَبَدًا: كِتَابَ اللهِ، وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Aku meninggalkan dua hal di tengah kalian; selama berpegang pada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya: yaitu kitab Allah dan sunah rasul-Nya,’” (HR Imam Malik).
Adapun Imam Ahmad meriwayatkan hadits dalam Kitab Musnad sebagai berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ الْآخَرِ كِتَابُ اللَّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنْ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ وَعِتْرَتِي أَهْلُ بَيْتِي أَلَا وَإِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ
Artinya, “Dari sahabat Abu Said Al-Khudri ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh, aku meninggalkan dua hal penting di tengah kalian sesuatu yang jika berpegang pada keduanya, kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Yang satu lebih besar dari yang lain. Pertama, kitab Allah, sebuah tali panjang dari langit ke bumi. kedua, keturunanku ahli baitku. Ketahuilah, keduanya takkan terpisah sampai keduanya melewati telagaku,’” (HR Imam Ahmad).
Bagaimana memahami dan lalu mengamalkan kedua hadits yang tampak bertentangan ini, yang seolah dihadapkan untuk memilih salah satunya, yaitu mengikuti Al-Qur’an dan sunnah rasul atau mengikuti Al-Qur’an dan ahlul bait?
KH Ali Musthofa Ya’kub mengangkat penjelasan gurunya, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, terkait cara memahami dua hadits yang tampak bertentangan tersebut.
ولقد سألت أستاذي الكبير صاحب الفضيلة الشيخ وهبة مصطفى الزحيلي رحمه الله عن الجمع بين هذين الحديثين فأجاب أن المراد ليس التمسك بأهل البيت بعينهم وإنما لتمسكهم بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم
Artinya, “Aku bertanya kepada guruku yang mulia Syekh Wahbah Musthofa Az-Zuhaili ra bagaimana mendamaikan kedua hadits yang tampak bertentangan tersebut. Ia menjawab, bahwa maksud hadits (mengikuti ahlul bait) ini bukan berpegang semata kepada ahlul bait itu sendiri, tetapi karena mereka sendiri berpegang kepada sunnah Rasulullah saw,” (KH Ali Mushtofa Ya’kub, At-Thuruqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyyah, [Jakarta, Maktabah Darus Sunnah: 2016 M/1437 H], halaman 184).
Menurut Syekh Wahbah, kedua hadits itu sejatinya tidak bertentangan. Kedua hadits itu merujuk pada substansi yang sama, yaitu mengikuti Al-Qur’an dan sunnah rasul karena ahlul bait yang dimaksud asumsinya adalah keluarga nabi yang juga mengamalkan sunnah Rasul dalam keseharian mereka.
“Apabila kukatakan kepadamu, ‘Bila bersafari ke Damaskus, hendaklah kamu berpegang pada Syekh Fulan bin Fulan.’ Apakah maksudnya kamu harus berpegang semata kepada diri Syekh Fulan tersebut? jawabannya tentu ‘Tidak.’ Tetapi lantaran Syekh Fulan itu berpegang pada Al-Qur’an, hadits, perilaku kehidupan yang sesuai dengan tuntunan hidup dalam Islam. Jadi hakikatnya, kamu diperintahkan dalam kalimat itu untuk berpegang pada Al-Qur’an, hadits, perilaku kehidupan yang sesuai dengan tuntunan hidup dalam Islam, bukan pada Syekh Fulan semata. Demikian juga sama halnya dengan perintah untuk mengikuti Al-Qur’an dan ahlul bait dalam hadits,” (KH Ali Mushtofa Ya’kub, 2016 M/1437 H: 184-185)
فالمراد به في ذلك الحديث هو التمسك بسنة الرسول صلى الله عليه وسلم لأن أهل بيته متمسكون بسنته وليس التمسك بأنفسهم، وعلى هذا لا اختلاف بين الحديثين المذكورين
Artinya, “Yang dimaksud dengan hadits (mengikuti ahlul bait) ini adalah berpegang kepada sunnah Rasulullah saw karena ahlul bait berpegang kepada sunnahnya, jadi bukan mengikuti ahlul bait semata. Dari sisi ini, kedua hadits tersebut tidak bertentangan,” (KH Ali Mushtofa Ya’kub, 2016 M/1437 H: 185).
Dari sini, Kiai Ali Musthofa Ya’kub bersimpulan bahwa kedua hadits tersebut secara substansi tidak bertentangan karena pada hakikatnya perintah untuk mengikuti ahlul bait adalah perintah untuk mengikuti kehidupan ahlul bait yang sesuai dengan sunnah Rasulullah dan akhlak terpuji sesuai tuntunan akhlak dalam Islam, bukan semata karena garis nasabnya. Wallahu a’lam.
Alhafiz Kurniawan, Redaktur Keislaman NU Online
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/kajian-hadits-ikut-ahlul-bait-atau-sunnah-rasul-QZNSw