Surabaya, NU Online Jatim
Kalimat tauhid Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah memiliki makna sebagai bentuk keikhlasan seorang hamba dalam ibadah kepada Allah SWT, juga bentuk mengesakan-Nya untuk beribadah. Berkaitan dengan ini, KH Bahauddin Nur Salim atau Gus Baha menjelaskan dan mengisahkan perihal kesaktian kalimat tauhid.
Pengasuh Pesantren Tahfidzul Qur’an Lembaga Pembinaan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Al-Qur’an (LP3IA) Rembang ini mengawali penjelasan dengan mengutip pernyataan Imam Sya’rani dalam kitab Minanul Kubra. Disebutkan, bahwa al-ma’arifu laa tuslabu, ma’rifatullah itu sesuatu yang tak bisa diberedel.
“Sebab itu, orang-orang alim itu, orang yang tak pernah diskusi tentang su’ul khatimah. Karena kalimah thayyibah itu tidak bisa diberedel,” katanya dalam Majelis Tahlil Haul ke-52 KH Ma’shoem Achmad di Komplek Masjid Jami’ Lasem, Rembang, Jawa Tengah, dilansir dari NU Online, Jumat (22/09/2023).
Gus Baha pun mencontohkan, semisal seorang hamba banyak salah, kemudian dalam catatan amal tertulis banyak salah. “Asalkan di dokumen kita ada tulisan Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah, itu kira-kira malaikat ditanya oleh Tuhan: “kamu berani mengabaikan kalimat itu?”
“Tidak berani, Tuhan.”
“Ya sudah, kalau kamu tak berani mengabaikan, itu saja yang dipertimbangkan, jangan yang lain.”
Kesaktian Kalimat Tauhid
Sebab itulah, lanjutnya, umat Nabi Muhammad ini mendapat rukhshah (keringanan). “Ya tidak usah dipraktikkan, hanya cerita dapat rukhshah, man qaala ‘Laa ilaaha illallah dahalal jannah’. Sampai ada pertanyaan terusannya, itu ribet, tak usah diteruskan,” ungkapnya.
Tetapi, apa pun itu, menurut Gus Baha masuk akal. Kemudian ia mengutip keterangan dalam kitab Abwabul Faraj karya Sayyid Sayyid Muhammad, dalam Bab al-Bithaqah. “Dan itu saya cek di Musnad Ahmad. Jadi ada beberapa riwayat yang diceritakan Sayyid Muhammad,” katanya.
Kiai kelahiran 19 September 1970 lalu bercerita, ada orang yang punya kesalahan 99 boks. Setiap satu boks kesalahannya sepanjang mata melihat, saking banyaknya. Tuhan berkata: “Kamu tahu salahmu?”
“Iya, (tahu), Tuhan.”
Menurut Gus Baha, Tuhan itu sangat demokratis, pertanyaannya. “Jangan-jangan malaikatku sentimen, jangan-jangan kalau salah ditulis, kalau benar tidak ditulis.”
“Tidak, Tuhan, memang aku saya salah beneran,” jawab orang itu. Alhasil, orang itu putus asa, lalu kata Tuhan, menurut Gus Baha, unik: “Sudah, kamu tenang saja.”
Lalu Tuhan mengambil satu ‘kotak jam tangan’ kecil. “Tidak apa-apa. Kamu tidak akan kalah.” Terus orang itu mencari tahu tentang kotak kecil. Setelah dibuka, ternyata isinya Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah.
“Itu di kitab-kitab: Fathaasat as-sijillat. Semua dokumen kesalahan itu, dibanding kaffatul mizan yang ada Laa ilaaha illallah, itu amblas, menang Laa ilaaha ilallah,” kata Gus Baha. Kata rawi-rawi itu, lanjutnya, tentulah lafadz Allah ini tidak akan diperbandingkan, tidak akan dikalahkan oleh apa pun, karena malaikat kira-kira dikatain, “Kamu berani mengabaiikan Laa ilaaha illallah?”
Itulah, lanjut Gus Baha, yang kemudian menjadi adat dalam tradisi NU dan pesantren, yaitu tahlilan. “Soal bikin marah karena kelamaan. Padahal jika sebentar senang. Makanya saya itu agak keberatan kalau ada tahlil lama, karena satu saja masuk surga kok lamanya tak karuan,” seloroh Gus Baha, yang membuat hadirin tertawa.
“Tak tahu kalau dibalik: satu saja manjur, apalagi banyak. Tapi kalau jenis seperti saya, satu saja sudah cukup, kok banyak, ngapain. Tapi yang jelas itu bagus-bagus saja,” tandasnya.
https://jatim.nu.or.id/metropolis/kalimat-tauhid-sakti-berikut-ini-penjelasan-gus-baha-REeDw