Oleh: Mufidatul Asniya
Berkaca pada kehidupan kita dewasa ini, seringkali kita membandingkan pencapaian kita dengan orang lain, namun naas yang kita bandingkan bukanlah pencapaian ibadah yang semakin memotivasi kita untuk medekatkan diri kepada Allah tetapi hanya sekedar pencapaian duniawi berupa harta kekayaan, pekerjaan ataupun kedudukan. Bahkan tak jarang ada yang menghalalkan berbagai cara untuk mencapai keinginan duniawinya.
Maka perlu bagi kita untuk menilik bagaimana para salaf sholih menyikapi urusan urusan duniawi. Karena tentu saja jika kita meneladani perilaku para salaf sholih kita tidak akan kehilangan arah untuk terus berjalan pada jalan kebaikan.
Syaikh Radhi Al Azmuri mengatakan:
اسرد حديث الصالحين وسمهم فبذكرهم تتنزل الرحمات
Artinya: Ceritakanlah kisah orang orang sholih dan sebutlah mereka (dalam perkumpulan kalian), maka rahmat Allah akan turun sebab kisah meraka yang dituturkan itu.
Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki dalam kitabnya berjudul Al Mukhtar Min Kalamil Akhyar meriwayatkan tentang kezuhudan cucu Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang bernama Sayyid Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab sebagai berikut:
دخل هشام بن عبد الملك الكعبة فإذا هو بسالم بن عبد الله , فقال له: يا سالم سلني حاجة, فقال: إني لأستحي من الله عز وجل أن أسأل في بيت الله غير الله, فلما خرج خرج في إثره فقال: الآن قد خرجت فسلني, فقال سالم: من حوائج الدنيا أم من حوائج الآخرة؟ فقال من حوائج الدنيا, فقال: ما سألت الدنيا من يملكها, فكيف أسألها من لا يملكها؟
Artinya: Suatu hari Hisyam bin Abdul Malik bertemu Sayyid Salim di Ka’bah. Kemudian Hisyam menawarkan: “Wahai Salim, mintalah padaku hajat apapun” Sayyid Salim menjawab: “Sungguh aku sangat malu jika aku meminta kepada selain Allah di dalam rumah-Nya” Lalu setelah Sayyid Salim keluar, Hisyam pun membuntutinya dan menawarkan kembali: “Sekarang kamu sudah keluar, maka mintalah padaku hajat apapun” Sayyid Salim bertanya Kembali: “ Hajat perkara dunia atau perkara akhirat?” Hisyam menjawab: “Hajat duniawi” dan Sayyid Salim mengatakan: “Aku tidak pernah meminta perkara dunia pada dzat yang memilikinya, lantas bagaimana bisa aku meminta perkara pada yang tidak memilikinya?”
Begitulah Sayyid Salim menyikapi dunia ini, baginya perkara dunia adalah hal yang tidak semestinya kita perjuangkan mati matian sehingga beliau malu untuk memohon hal hal yang berurusan dengan duniawi kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Bayangkan saja jika kita yang ditawari seperti itu mungkin kita akan menyebutkan seluruh keinginan duniawi kita yang tak pernah ada habisnya itu. Pasti kita belum sampai pada derajat kezuhudan yang selevel dengan Sayyidina Salim, tapi setidaknya mari kita berusaha untuk tidak lebih mementingkan perkara duniawi dibandingkan dengan memperbaiki hubungan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, mengerjakan apa yang Ia perintahkan dan menjauhi larangan-Nya. Wallahu a’lam.