Jakarta, NU Online
Jenjang Pendidikan Tinggi tidak luput dari Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Dalam RUU Sisdiknas, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong kampus negeri bertransformasi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).
Hal ini sesuai kebijakan Kampus Merdeka yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum.
Namun, menurut Ketua Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji, dorongan tersebut sangat bertentangan dengan amanah Undang Undang Dasar 1945. Hal ini lantaran dinilai cenderung melahirkan komersialisasi pendidikan dan mengecilkan peran atau kewajiban negara atas pendidikan.
“Status PTN BH inilah yang menjadi inti permasalahan. Sebab di beberapa kampus yang sudah berstatus menjadi badan hukum biayanya cenderung mahal, rata-rata dijangkau oleh kalangan mampu. Itu jelas bertentangan dengan amanah UUD 45,” katanya, kepada NU Online, Senin (12/9/2022).
Menurutnya, PTN BH dan PT negeri secara umum tidak memberikan ruang bagi mahasiswa miskin dan kurang cerdas. Kuota 20 persen bagi siswa miskin pada praktiknya bagi mereka yang cerdas alias pintar.
Padahal, lanjut dia, pendidikan adalah alat yang akan mengubah nasib individu untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera. Dengan demikian, ia tidak mewarisi kemiskinan kultural.
“Di sini jelas, ya. Kalo PT itu hanya bisa diakses oleh kalangan atas, berarti kan tidak berkeadilan,” ujar Ubaid.
Seperti diketahui, RUU Sisdiknas mengusulkan semua PTN akan berbentuk PTN BH untuk mengakselerasi transformasi layanan dan kualitas pembelajaran.
RUU tersebut juga mengharuskan Perguruan Tinggi Negeri memfasilitasi mahasiswa kurang mampu, dalam pasal 42 ayat 2. Disebutkan, “Perguruan tinggi negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencari, menjaring, dan memfasilitasi calon mahasiswa baru yang kurang mampu secara ekonomi untuk mengikuti proses penerimaan mahasiswa baru,”
Lalu pada Pasal 42 Ayat 3 disebutkan, “Perguruan tinggi negeri wajib menerima Mahasiswa baru yang kurang mampu secara ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari Mahasiswa yang diterima”.
Selanjutnya pada Pasal 42 Ayat 4 ditulis, “Mahasiswa baru yang kurang mampu secara ekonomi dan sudah diterima oleh perguruan tinggi negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memperoleh bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat,”.
Selain penerimaan kelompok calon mahasiswa baru yang kurang mampu secara ekonomi perguruan tinggi negeri harus menerima mahasiswa baru tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi calon Mahasiswa.
Namun, faktanya PTN BH kerapkali berlabel kampus elite yang mahal dan tidak terjangkau masyarakat luas. Sebab, terang Ubaid, tidak sedikit mahasiswa yang sudah lulus perguruan tinggi negeri mengundurkan diri atau harus membayar mahal.
“Kebijakan biaya kuliah yang tinggi membuat PTN BH cenderung kurang bersahabat untuk mahasiswa dari keluarga ekonomi bawah,” terangnya.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/ketua-jppi-ptn-badan-hukum-menentang-amanah-uud-45-A10e8