Naskah khutbah Jumat ini mengingatkan bahwa di antara hal yang sangat sulit dihindari di zaman akhir seperti sekarang adalah menghindari perkataan buruk, termasuk mencaci. Apalagi dalam waktu dekat, ‘panggung’ untuk ajang sumpah serapah dan saling menyalahkan telah tersedia yakni pemilihan presiden dan wakil presiden.
Belajar dari kejadian pada pemilihan calon presiden dan wakil sebelumnya, maka perlahan namun pasti pembicaraan terkait kejelekan dan kebaikan calon demikian terasa. Nyaris dalam banyak kesempatan, yang dibahas warga di dunia nyata dan maya adalah masalah kekurangan masing-masing pasangan. Padahal membincang dan mencaci kalangan lain adalah hal yang dilarang agama.
Teks khutbah Jumat pilihan ini dapat disampaikan saat khutbah Jumat maupun digandakan dan dibagi kepada siapa saja yang membutuhkan. Semoga menjadi bagian dari upaya saling mengingatkan dalam kebaikan. (Redaksi)
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الْمَوْجُوْدِ أَزَلًا وَأَبَدًا بِلَا مَكَانٍ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ الْأَتَمَّانِ الْأَكْمَلَانِ، عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. ـ
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (الأحزاب: ٥٨)
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Taala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.
Kaum Muslimin yang berbahagia
Di antara maksiat lisan adalah mencaci seorang muslim, melaknatnya, melecehkannya, dan mengatakan setiap perkataan yang menyakiti hatinya tanpa ada sabab syar’i atau alasan yang dibenarkan oleh syariat.
Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
Artinya: Mencaci seorang muslim adalah kefasikan. (HR Al-Bukhari).
Hadits ini menyebut perbuatan mencaci seorang muslim sebagai kefasikan karena tergolong dosa besar. Sedangkan melaknat artinya adalah mencaci orang lain serta mendoakannya agar dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah. Seperti mengatakan: Semoga Allah melaknatmu, semoga laknat Allah menimpamu, engkau terlaknat, atau engkau termasuk orang yang pantas mendapat laknat Allah. Melaknat seorang Muslim hukumnya dosa besar.
Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan tegas menyatakan:
لَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Artinya: Melaknat seorang mukmin serupa dengan membunuhnya. (Muttafaqun ‘alaih).
Mencaci dan melaknat saudara sesama muslim bukanlah sifat seseorang mukmin yang sempurna imannya sebagaimana ditegaskan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الفَاحِشِ وَلَا البَذِيْءِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُمَا)
Artinya: Seorang mukmin yang sempurna imannya bukanlah seorang pencaci, pelaknat, bukan pula orang yang berkata keji dan kotor. (HR Ahmad, at-Tirmidzi, dan lain-lain).
Bahkan dalam hadits lain, Rasulullah dengan tegas bersabda:
إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
Artinya: Sesungguhnya termasuk manusia yang paling buruk adalah seseorang yang ditinggalkan orang lain karena takut akan perkataan keji dan kotornya. (HR Al-Bukhari).
Sebaliknya, mukmin yang baik adalah mereka yang orang lain selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Artinya: Muslim yang sempurna imannya adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya. (Muttafaqun ‘alaih).
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Oleh karena itulah, mari kita jaga lidah kita. Jangan sampai menjadi sumber bencana bagi diri sendiri maupun orang lain. Lidah bisa menjadi bencana bagi diri sendiri, karena jika tidak hati-hati, ucapan-ucapan yang haram dan mengandung dosa akan meluncur dari lidah kita. Imam al-Ghazali menuturkan: “Lidah adalah nikmat yang agung. Bentuknya kecil. Tapi akibat yang ditimbulkannya bisa sangat besar.”
Hadirin. Dengan sebab lidah, seorang anak bisa bertengkar dengan kedua orang tuanya. Lantaran karena lidah, bisa terjadi perceraian antara suami istri. Dengan sebab lidah, kerusuhan dan huru-hara dapat meletus di mana-mana dan meluas ke mana-mana. Disebabkan lidah, seseorang bisa membunuh teman atau tetangganya. Dengan sebab lidah, bisa saja terjadi kekacauan yang memporak-porandakan seluruh penjuru negeri. Dan dengan sebab lidah, bisa jadi kita kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi keutuhan sebuah negara, yaitu persatuan dan kesatuan.
Sangat tepat apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Artinya: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. (Muttafaqun ‘alaih).
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Suatu ketika, sahabat Abdullah bin Mas’ud Radliyallahu ‘Anhu mendaki gunung Shafa. Setelah tiba di puncaknya, memegang lidahnya sembari berucap: “Wahai lidah, ucapkanlah perkataan yang baik niscaya engkau beruntung. Diamlah dari perkataan yang buruk niscaya engkau selamat. Lakukanlah itu sebelum engkau menyesal. Sungguh aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
أَكْثَـرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ مِنْ لِسَانِهِ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)
Artinya: Sebagian besar dosa dan kesalahan manusia itu bersumber dari lidahnya. (HR Ath-Thabarani).
Sahabat Nabi yang lain, Mu’adz bin Jabal Radliyallahu ‘Anhu suatu ketika bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Apakah kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita bicarakan?” Rasulullah lalu balik bertanya:
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِيْ النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟ (رَوَاهُ التِّـرْمِذِيُّ)
Artinya: Adakah sesuatu yang menjerumuskan manusia ke neraka lebih banyak daripada perkataan yang diucapkan lidah-lidah mereka? (HR At-Tirmidzi).
Baginda Nabi juga menasihati:
إِنَّكَ لَمْ تَزَلْ سَالِمًا مَا سَكَتَّ فَإِذَا تَكَلَّمْتَ كُتِبَ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)
Artinya: Sesungguhnya engkau senantiasa selamat selagi diam, namun jika engkau telah berbicara, maka ucapanmu akan bermanfaat bagimu atau membahayakanmu. (HR Ath-Thabarani).
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Dalam sebuah peribahasa dikatakan: “Terlongsong perahu boleh balik, terlongsong cakap tak boleh balik.” Artinya perkataan yang tajam kerap kali menjadikan celaka diri dan tidak dapat ditarik kembali. Sebab itu jika orang hendak berucap, hendaklah dipikirkan lebih dahulu. Sangat penting bagi kita untuk berpikir sebelum berucap. Berpikir sebelum berkomentar. Berpikir sebelum menulis di medsos. Tulisan adalah salah satu dari dua lisan kita.
Jika baik dan bermanfaat, kita katakan atau kita tulis. Jika tidak ada manfaatnya atau bahkan berpotensi menimbulkan keburukan, kekacauan dan kesalahpahaman, maka lebih baik diam. Jika ada manfaat di satu sisi, namun ada pula mudaratnya di sisi yang lain, maka kita mengikuti prinsip: Mencegah mafsadah lebih didahulukan daripada menarik maslahah. Saring sebelum sharing. Tidak setiap yang terpikir, kita ucapkan. Tidak setiap kejadian kita komentari. Jangan mengomentari sesuatu yang kita tidak ada ilmu tentangnya. Alih-alih komentar kita menyelesaikan masalah, justru malah menambah dan memperuncing masalah.
Sidang Jumat yang Berbahagia
Menjelang pemilihan umum serentak 2024 mendatang, marilah kita jaga persatuan dan kesatuan. Jangan beri peluang sedikit pun kepada para pengadu domba untuk menceraiberaikan kita. Tahan setiap ucapan atau komentar yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan. Beda pilihan boleh. Asalkan jangan saling memaki. Beda pendapat boleh. Asalkan jangan saling membenci. Kritikan boleh disampaikan. Asalkan tetap menjaga kesantunan dan kesopanan. Jauhkan lisan kita dari sumpah serapah, mencaci, memaki, mencela, menista, mengejek, melaknat, mengutuk, menghina, mengolok-olok, melecehkan, merendahkan, mencibir, mencemooh, menjelekkan, menghasut, menggunjing, mengadu domba dan memfitnah.
Ingat, setiap apa yang kita ucapkan, lakukan dan yakini akan kita pertanggungjawabkan kelak di akhirat. Allah Taala berfirman:
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (النور: ٢٤)
Artinya: Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS An-Nur: 24)
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.ـ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.ـ
Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Bidang Peribadatan & Hukum, PD Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Mojokerto