Semarang, NU Online Jateng
Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh mengungkapkan sejarah kurban yang dimulai dari putra Nabi Adam hingga Nabi Ismail. Hal tersebut disampaikan dalam sambutannya pada acara Mahabbah Berkurban di kantor PWNU Jawa Tengah, Selasa (18/6/2024).
Mbah Ubaid, sapaan akrabnya, menceritakan bahwa syariat kurban berawal dari kisah putra-putri Nabi Adam as. Nabi Adam memiliki anak-anak, yaitu Qabil dan Iklima yang lahir di surga, serta Habil dan Labuda yang lahir di dunia. Konon, Iklima lebih cantik karena lahir di surga.
Dalam syariat, dijelaskan bahwa perkawinan dalam keluarga tidak boleh menikahi kembarannya. Oleh karena itu, Qabil tidak boleh menikahi Iklima dan Habil tidak boleh menikahi Labuda. Namun, Qabil merasa tidak terima karena ia merasa lebih berhak menikahi Iklima.
“Jadi, sejak dulu masalah itu sering berkisar pada wanita. Mungkin sampai zaman sekarang juga demikian,” seloroh Mbah Ubaid.
Allah kemudian memerintahkan kedua putra Nabi Adam untuk berkurban. Siapa yang kurbannya diterima oleh Allah, maka ia berhak menikahi Iklima. Qabil, yang memiliki niat buruk dan iri kepada Habil, melihat bahwa kurbannya tidak diterima oleh Allah, sementara kurban Habil yang berupa kambing diterima.
“Itulah pertama kali sejarah kurban, di mana Habil yang adalah seorang penggembala kambing, kurbannya diterima oleh Allah,” tambahnya.
Kurban Nabi Ismail
Pengasuh Pesantren Al Itqon Bugen, Semarang itu juga menceritakan sejarah kurban dari Nabi Ibrahim yang dikutip dari Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi. Nabi Ibrahim setiap malam diperlihatkan kelakuan manusia, baik yang baik maupun yang buruk, hingga Nabi Ibrahim tidak kuat dan berdoa kepada Allah.
“Ya Allah, manusia telah Engkau beri anugerah yang demikian hebatnya, nikmat apapun Engkau berikan kepada manusia, tetapi manusia tidak mau berbakti kepada Engkau. Maka bunuhlah dan binasakanlah manusia-manusia yang demikian kelakuannya,” doa Nabi Ibrahim yang disampaikan Kiai Ubaid.
Nabi Ibrahim berdoa terus seperti ini hingga tiga hari. Setelah itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail. Dalam satu riwayat sejarah, juga dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim diperintah untuk menyembelih Nabi Ishaq.
“Sebagaimana pun seorang orang tua pasti ada rasa tidak terima. Di dalam hati Nabi Ibrahim berkata, ‘Ya Allah, anak yang saya nanti-nantikan, sangat menggemaskan, menjelang umur dewasa, bagus dan ganteng, kenapa Engkau menyuruh untuk menyembelihnya’,” ujarnya.
Menurut riwayat, lanjut Mbah Ubaid, Allah swt menjawab keresahan Nabi Ibrahim, “Kamu tahu nggak? Kalau Aku lebih cinta kepada hamba-hamba-Ku meskipun itu ahli maksiat, maka akan Aku tunggu untuk taubatnya. Aku lebih cinta kepada hamba-hamba-Ku daripada cintamu kepada anakmu, mengapa engkau mesti meminta Aku untuk membinasakan hamba-hamba-Ku, kok Aku suruh membinasakan hamba-hamba-Ku,” cerita Mbah Ubaid yang diambil dari riwayat Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi.
Dari cerita tersebut, Mbah Ubaid mengambil hikmah bahwa semua manusia mempunyai potensi kebaikan. Menyambut itu, puntu taubat selalu terbuka selebar-lebarnya. Sebesar apapun dosanya, manusia memiliki kesempatan untuk menjadi kekasih Allah.
Lebih lanjut, Mbah Ubaid juga menekankan kepada LAZISNU untuk dapat mengelola pembagian daging dengan sebaik-baiknya.
“Maka LAZISNU sebagai lembaga yang diberikan amanat pada hari yang mulia ini harus betul-betul bisa mengelola dengan sebaik-baiknya, bagaimana saudara-saudara kita terutama yang jarang makan daging itu bisa mendapatkan bagian, bisa bahagia bersama-sama,” pungkasnya.