Kiprah Aktivis Fatayat NU Bondowoso Turunkan Angka Stunting

Bondowoso, NU Online Jatim

Sepak terjang Anisatul Hamidah selaku aktivis Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Bondowoso ini layak diacungi jempol. Berbagai terobosan dilakukan untuk memastikan bahwa angka stunting di kawasan Kota Tape ini terus menurun.

Perempuan yang juga Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Bondowoso ini mengungkapkan ada beberapa wilayah di Bondowoso yang angka perkawinan anak masih tinggi. Hal tersebut tentu saja turut menyumbang kasus stunting. Di antaranya di Kecamatan Maesan, Wringin dan Wonosari.

“Di Wringin itu Desa Gubrih, Ampelan, di Maesan itu Desa Sumbersari dan Suco Lor, dan Wonosari Desa Tangsil Wetan, karena desa-desa itu angka stunting memang cukup tinggi,” kata Anis, Rabu (09/08/2023) sebagaimana dilansir suaraindonesia.

Pada saat yang sama, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso menargetkan kasus stunting turun 21 persen pada tahun 2024 dari angka saat ini mencapai 32 persen. Namun, target tersebut masih menyisakan pekerjaan rumah karena dihadapkan permasalahan tingginya perkawinan anak.

Kendati demikian, Anis optimis angka stunting di Bondowoso pada tahun 2024 turun menjadi 11 persen melalui kerja keras semua pihak. Yang dilakukan selama ini adalah dengan mencoba mengubah pola pikir masyarakat dengan sekolah siaga kependudukan dan sekolah orang tua hebat. Juga melalui bina keluarga balita, serta bina keluarga dan posyandu remaja yang ujungnya dapat menekan angka stunting. 

 

“Kalau target nasional itu 14 persen, tapi kalau untuk Bondowoso tahun depan ditarget turun 21 persen. Dari jumlah 32 persen ke 21 persen, itu harus turun 11 persen, sehingga di tahun 2023 minimal harus turun 5 persen,” ungkap Anis.

 

Pemkab Bondowoso berkomitmen menurunkan kasus stunting melalui kerja sama Dinas Sosial P3AKB juga Pengadilan Agama Bondowoso untuk dispensasi kawin.

“Semua langkah akan kami lakukan untuk mencapai target tersebut. Stunting ini seperti lingkaran setan, ketika perkawinan anak tinggi, maka mereka tidak siap untuk hamil. Ketika mereka dipaksa untuk hamil, maka kecenderungan melahirkan anak yang tidak sehat itu yang akan terjadi,” urai dia.

Dirinya menyebut, langkah dari hulu sampai hilir harus dilakukan untuk pencegahan stunting. Mulai dari orang tuanya mengikuti sekolah orang tua hebat dan dicover Program Keluarga Harapan atau PKH.

Selain itu, Dinas Sosial P3AKB Bondowoso juga bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesis atau MUI dan Kementerian Agama agar di setiap khutbah shalat Jumat juga diupayakan ada sosialisasi tentang pendewasaan usia perkawinan.

Lebih lanjut, Anis menyampaikan, salah satu faktor penyebab stunting itu terjadi, karena masih adanya pernikahan dini, sehingga yang terjadi anak melahirkan anak. 

 

“Ketika itu terjadi anak yang dilahirkan tidak sehat, sehingga perkembangan dan pertumbuhannya tidak normal,” pungkas dia.


https://jatim.nu.or.id/tapal-kuda/kiprah-aktivis-fatayat-nu-bondowoso-turunkan-angka-stunting-33amx

Author: Zant