Siapa yang tidak kenal dengan Imam Hasan Al-Bashri dan Rabiah Al-Adawiyah. Keduanya merupakan tokoh sufi yang sangat terkenal di zamannya. Banyak kisah hidupnya diabadikan dalam hasanah kitab klasik.
Imam Hasan Al-Bashri merupakan pembesar para tabi’in dan terkenal dengan sifat zuhudnya. Sedangkan Sayyidah Rabiah Al-Adawiyah adalah seorang wali perempuan yang masyhur dengan konsep “hub” (cinta) kepada Allah yang begitu besar. Ada cerita menarik di antara kedua wali Allah ini yang patut disimak.
Suatu ketika, suami Rabiah Al-Adawiyah telah meninggal dunia. Kemudian Hasan Al-Bashri dan para sahabatnya bertamu ke kediaman Rabiah Al-adawiyah. Hasan Al-Bashri dan para sahabatnya meminta izin untuk masuk ke dalam rumah dan Rabiah mengizinkannya. Rabiah segera mengambil sebuah satir (kain penutup) dan duduk di belakang satir (yang memisahkan antara tamunya dan Rabiah).
Hasan Al-Bashri dan Para Sahabatnya berkata:” Wahai Rabiah, suamimu telah meninggal dunia, silahkan kamu memilih di antara orang-orang zuhud itu, siapapun yang kamu inginkan.”
Rabiah segera menjawab: “Benar saya senang dan saya memuliakan kalian semua. Tapi, aku akan bertanya siapa yang paling alim di antara kalian, sehingga aku akan menjadi istrinya”.
Mereka menjawab: “Hasan Al-Bashri lah yang paling alim di antara kami”
Lalu, Rabiah mengajukan penawaran: “Jika kamu dapat menjawab empat permasalah ini, aku akan jadi istrimu”.
Hasan Al-Bashri berkata: “Baik, tanyalah aku, bila aku mampu menjawab, aku akan jawab”
Kemudian Rabiah mengajukan pertanyaannya yang pertama : “Bila aku mati, aku keluar dari alam dunia ini, aku dalam keadaan muslimah atau kafir ?”
Hasan Al-Bashri menjawab: “ini adalah urusan ghaib (samar) bagi makhluk.”
Rabiah bertanya lagi untuk yang kedua kalinya: “Bila aku nanti dikuburkan, dan ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir, apakah aku mampu menjawab atau tidak?”
Lagi-lagi, Hasan al-Bashri menjawab: “ini adalah permasalahan ghaib (samar) bagi makhluk”.
Rabiah bertanya untuk yang ketiga kalinya: “Saat manusia dikumpulkan di padang mahsyar besok di hari kiamat, dan buku catatan amal yang dicatat oleh malaikat hafadzah akan diberikan kepada para pemiliknya. Sebagian dari mereka menerima buku catatan tersebut dengan tangan kanannya (yaitu seorang mukmin yang taat) dan sebagiannya lagi menerima dengan tangan kirinya (yaitu orang-orang kafir). Apakah aku menerima catatan amalku dengan tangan kanan atau kiri?”
Hasan al-Bashri menjawab lagi dengan jawaban yang sama: “ini adalah urusan ghaib (samar) bagi makhluk”.
Rabiah bertanya untuk yang keempat kalinya: “Suatu saat di hari kiamat, kita dipanggil, sebagian kelompok masuk ke dalam surga, dan sebagiannya lagi masuk ke dalam neraka. Apakah aku termasuk ahli surga atau ahli neraka?”
Hasan al-Bashri menjawab lagi: “Ini juga urusan ghoib (samar) bagi makhluk”.
Kemudian Rabiah bertanya: “Apakah orang yang serius memikirkan empat perkara ini masih membutuhkan suami atau sibuk mencari suami?”
Dari kisah ini Hasan al-Bashri ditolak karena tidak mampu memuaskan pertanyaan dari Rabiah al-Adawiyah. Namun, ada hikmah dibalik kisah ini yakni bagaimana seorang hamba Allah sangat takut dengan akhir hidupnya. Ia merasa sangat takut yang tidak lain karena kejernihan hatinya dari kotoran dan berakarnya ilmu hikmah, yaitu ilmu yang disertai amal.
Kisah ini diambil dari kitab Uqudullujjain karya Imam Nawawi Al-Jawi dan pernah diposting melalui website jatman.or.id.
Penulis: Hamzah Alfarisi
Editor: Muhammad Rizqy Fauzi