Oleh: Hari Susanto
Sejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang dilansir oleh Baginda Raja (Harun Ar-Rasyid), saat itu pula Baginda Raja sangat kesal dan ingin bersegera untuk menangkap si tersangka yaitu Abu Nawas agar dijebloskan ke dalam penjara karena ulah dari tingkah lakunya.
Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda Raja apalagi sampai membangkang kepada Sang Raja, maka tak disangsikan lagi bahwa ia akan mendapat hukuman. Baginda Raja pun tahu Abu bahwa Nawas amat begitu takut kepada beruang. Suatu hari Baginda Raja memerintahkan prajuritnya untuk menjemput Abu Nawas agar bergabung dengan rombongan Baginda Raja (Harun Ar-Rasyid) berburu beruang.
Abu Nawas merasa takut dan gemetar tetapi ia tidak berani menolak perintah dari Baginda Raja tersebut. Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah menjadi mendung beraroma kegelapan. Seketika Baginda Raja langsung memanggil Abu Nawas. Dengan penuh ta’dzim dan rasa hormat, Abu Nawas pun mendekati Baginda Raja.
“Tahukah mengapa engkau aku panggil?” Tanya Baginda Raja (Harun Ar-Rasyid) tanpa sedikit pun senyum di wajahnya. “Ampun Tuanku, hamba belum tahu.” Jawab Abu Nawas dengan polosnya.
“Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Hutan masih jauh dari sini. Kau kuberi kuda yang lamban. Sedang, aku dan pengawal-pengawalku akan menunggangi kuda yang cepat. Nanti pada waktu makan siang kita berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering. Sekarang mari kita berpencar.” Baginda Raja Menjelaskan.
Kemudian Baginda Raja dan rombongan mulai bergerak dan berpencar. Abu Nawas kini tahu Baginda Raja (Harun Ar-Rasyid) akan menjebaknya. Lalu ia harus mancari akal, ia pun memutar otak cerdiknya. Dan ketika Abu Nawas sedang berpikir, tiba-tiba hujan pun turun. Begitu hujan turun, Baginda Raja beserta rombongannya bersegera memacu kuda mereka masing-masing untuk mencapai tempat perlindungan yang terdekat. Tetapi karena derasnya hujan, Baginda Raja dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika waktu makan siang tiba, Baginda Raja bersegera menuju tempat peristirahatan. Belum sempat baju Baginda Raja dan para pengawalnya kering, Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang amat lamban. Baginda Raja dan para pengawalnya seketika terperangah, terkejut, kebingungan karena baju Abu Nawas tidak basah sama sekali, padahal dengan kuda yang paling cepat pun Baginda Raja beserta para pengawalnya tidak bisa mencapai tempat berlindung yang paling dekat sekali pun.
Pada hari berikutnya Abu Nawas diberi kuda yang cepat yang kemarin ditunggangi oleh Baginda Raja sendiri. Kini Baginda Raja (Harun Ar-Rasyid) dan para pengawal-pengawalnya menunggangi kuda-kuda yang lamban. Setelah Abu Nawas dan rombongan kerajaan berpencar, hujan pun turun seperti kemarin. Kini, hujan lebih deras daripada hari kemarin. Baginda Raja dan para pengawalnya lagi-lagi basah kuyup karena kuda yang mereka tunggangi tidak bisa berlari dengan kencang.
Pada waktu makan siang tiba, Abu Nawas pun tiba di tempat peristirahatan lebih dahulu daripada Baginda Raja beserta rombongannya. Kemudian Abu Nawas menunggu Baginda Raja. Selang beberapa saat Baginda Raja dan para pengawalnya tiba dengan pakaian yang basah kuyup, melihat Abu Nawas dengan pakaian yang tetap kering seolah tidak terkena hujan atau memang ia (Abu Nawas) manusia anti hujan, saat itu pula Baginda Raja (Harun Ar-Rasyid) menjadi penasaran dibuatnya. Beliau tidak sanggup lagi menahan keingintahuan yang selama ini disembunyikannya.
“Terus terang bagaimana caranya kamu menghindari hujan, wahai Abu Nawas?” Tanya Baginda dengan penuh rasa penasaran.
“Mudah tuanku yang mulia.” Kata Abu Nawas sambil tersenyum.
“Sedang, aku dengan kuda yang cepat saja tidak sanggup untuk mencapai tempat berteduh terdekat, apalagi dengan kuda yang sangat lamban ini!” Tegas Baginda Raja.
“Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan, tuan. Tetapi, begitu waktu hujan turun, lalu hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan bersegera melipatnya, lalu mendudukinya. Ini hamba lakukan sampai hujannya berhenti.” Ungkap Abu Nawas. Diam-diam Baginda Raja akhirnya mengakui kecerdikan dari Abu Nawas.
Sumber: “Kisah 1001 Malam Abu Nawas Sang Penggeli Hati” (Karya MB. Rahimsyah [Penerbit Lintas Media, Jombang])
Penulis merupakan salah seorang santri Alumni Ponpes Al-Ihsan Cibiru Hilir
https://jabar.nu.or.id/kuluwung/kisah-raja-yang-terkejut-melihat-abu-nawas-seperti-anti-hujan-1qQ9W