Pada sekitar dua dasawarsa atau lebih, kata “bid’ah”, menjadi kosakata yang populer lagi di negeri ini. Ia disebut sebagai “dhalalah”, sebuah kesesatan. Ini merujuk pada kata-kata Nabi :
كل بدعة ضلالة. وكل ضلالة فى النار
“setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan niscaya masuk neraka”.
Secara literal kata “bid’ah” bermakna inovasi atau kreatifitas. Yakni sesuatu yang baru, gagasan baru, atau ciptaan baru.
Sebagian masyarakat muslim memaknai kata itu seraya menghubungkannya dengan Nabi. Yakni sesuatu yang baru yang tidak ada pada zaman Nabi. Mereka memberi contoh dengan hal-hal yang terkait ritual. Misalnya Tahlil berjamaah, perayaan maulid Nabi, peringatan Isra Miraj, kentongan/ beduk untuk memberitahu masuk waktu shalat, dan sejuta contoh yang lain.
Betapa anehnya pandangan itu. Bukankah hampir semua yang kita pakai, kita makan, alat-alat komunikasi, alat-alat transportasi dan lain-lain tidak ada pada masa Nabi?. Ya, bukankah saban hari kita menggunakan Toa saat Azan?. Ayat-ayat Al Qur’an diberi tanda baca, dihiasi dan dicetak dengan mesin bikinan orang non muslim. Dll.
Muhammad Iqbal berkata :”Manusia yang makin dekat kepada Allah seharusnya semakin kreatif, mencintai ilmu pengetahuan dan bertambah arif (bijaksana), karena Tuhan adalah Maha Kreatif, Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana”.
KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU
https://jabar.nu.or.id/hikmah/makin-kreatif-makin-dekat-tuhan-dUjRo