Malang, NU Online Jatim
Pengurus dan warga Muslimat NU Kota Malang diajak untuk mencegah stunting. Kegiatan dikemas dalam sosialisasi KIE atau Komunikasi Informasi dan Edukasi Bangga Kencana yang diinisiasi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN. Acara dibuka anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina di Kantor Pimpinan Cabang (PC) Muslimat NU, Jalan Kolonel Sugiono Kota Malang beberapa waktu berselang.
Hadir sebagai pemateri adalah Kepala Biro Hukum Organisasi dan Tata Laksana BKKBN Pusat, Puji Prihatiningsih, Kepala Perwakilan BKKBN Prov Jawa Timur, Maria Ernawati dan Kepala Bidang Pengendalian Penduduk KB Kota Malang Sri Umiasih. Tampak menyambut, Ketua 1 Pimpinan Cabang (PC) Muslimat NU Kota Malang, Hj Latifah Shohib.
“Pencegahan stunting dapat dilakukan sejak seribu hari pertama kehidupan atau 1000 HPK yaitu masa sejak anak masih dalam kandungan hingga berusia dua tahun. Karena masa tersebut merupakan periode emas bagi perkembangan otak,” kata Puji Prihatiningsih.
Adapun langkah-langkah pola asuh pada 1000 HPK, yaitu dengan makan lebih banyak dengan lauk pauk yang beraneka ragam. Juga mengonsumsi sayur dan buah untuk memenuhi gizi janin selama masa kehamilan.
“Juga tidak merokok dan menghindari minuman bersoda dan mengandung alkohol,” jelasnya.
Mariya Ernawati menyampaikan kepada warga kalau stunting bukan penyakit, tetapi adalah kondisi tumbuh kembang anak 1000 hari pertama kehidupan, karena kondisinya kekurangan gizi.
“Hal ini lakukan Indonesia berharap dalam seratus tahun merdeka mempunyai generasi yang unggul. Generasi yang berkualitas, itu semua harus dimulai dengan pemberia gizi dan nutrisi yang memadai,” ajaknya.
Oleh karena itu, harus ada merencanakan kehidupan keluarga. Yang dapat dilakukan adalah dalam satu keluarga hanya ada satu balita, supaya fokus untuk mendampingi tumbuh dan kembangnya.
“Tumbuh itu artinya fisik berkembang dengan baik, karena pemberian gizi dan nutrisinya juga baik,” katanya.
Sri Umiasih menambahkan dampak stunting pada anak jangka pendek, yaitu akan meningkatkan potensi sakit dan kematian pada anak. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal anak menjadi terhambat dan tidak optimal, juga meningkatkan biaya kesehatan.
“Sementara, untuk dampak jangka panjangnya adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar. Menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terpapar penyakit,” terang dia.
Yang juga mengiringi adalah meningkatnya risiko memiliki penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung, pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua.
“Tingkat kecerdasan rendah, dan prestasi belajar tidak baik,” tandasnya.