Melacak Sanad Keilmuan Ulama Abad ke-17 Hingga 18

Buku ini ditulis atas dasar keresahan Azyumardi Azra atas minimnya kajian komprehansif tentang transmisi gagasan-gagasan keagamaan khususnya gagasan pembaruan dari pelbagai pusat keilmuan Islam ke bagian-bagian dunia Islam lain. Dalam hal ini terdapat batasan penelitian (delimitasi) yang dilakukan penulis yakni, yang dimaksud dengan pusat keilmuan Islam adalah Haramain (Makkah dan Madinah) dan yang dimaksud dengan Dunia Islam lain adalah Kepulauan Nusantara atau Melayu-Nusantara dalam kurun waktu abad ke-17 dan abad ke-18.

 

Oleh karena itu, secara umum buku ini membahas tentang bagaimana proses terbentuknya jaringan ulama khususnya Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara sehingga terjadi transmisi keilmuan Islam di kedua wilayah ini pada rentang waktu abad ke-17 dan 18 dan perannya dalam melakukan pembaruan Islam di Indonesia.

 

Pada bagian awal buku ini, penulis mengajak pembaca untuk mengulas kembali dan menilai ulang berbagai teori kedatangan Islam di Nusantara termasuk aktor yang terlibat kemudian diketahui teori mana yang paling aplikatif dan rasional. Azra memandang bahwa teori “sufi” lebih masuk akal ketimbang teori lainnya. Tetapi meskipun begitu, tidak menolak bahwa sejak abad pertama hijriyah atau abad ke-7 dan ke-8 Masehi, Islam telah masuk ke Nusantara oleh para pedagang namun perkembangannnya tidak terlalu signifikan.

 

Azra memaparkan hubungan awal Muslim Nusantara dengan Timur Tengah, hal tersebut berkaitan dengan perdagangan, politik, diplomatik, ekonomi, dan sosial. Misalnya, Kesultanan Aceh meminta bantuan militer kepada Turki Utsmani atas kolonialisme Portugis. Kedekatan antara Aceh dan Turki Utmani ini berkembang tidak hanya tentang politik pertahanan tetapi juga ekonomi dan keagamaan berupa lancar dan amannya jalur perdagangan laut sehingga pada abad ke-17 dan abad ke-18 gelombang migrasi ulama dan jamaah haji menuju Haramain terus meningkat dan menemui momentumnya yang kemudian menjadi faktor terbentuknya jaringan ulama Haramain dan Melayu-Nusantara yang berkelanjutan.

 

Para imigran ini yang melakukan perjalanan ke Haramain dan sekitarnya memiliki karakteristik dan tujuan yang bermacam-macam. Azra sebagaimana yang ia kutip dari J.O. Voll (hal. 74-75), mengatakan bahwa terdapat beberapa tipe imigran, yaitu little immigrants, grand immigrants, dan ulama/murid pengembara.

 

Little immigrants adalah mereka yang awalnya datang ke Haramain untuk tujuan ibadah haji. Tetapi karena kendala biaya untuk kembali ke Tanah Air akhirnya mereka memutuskan menetap di Haramain. Kemudian tipe grand immigrants, yang dari segi keilmuan Islam sudah ‘alim dari negara asalnya. Imigran tipe ini ketika sampai ke Haramain mengambil bagian dalam tradisi keilmuan Islam seperti mengajar atau bahkan menyodorkan gagasan-gagasan baru. Oleh sebab itu, mereka mampu menarik murid-murid dari berbagai penjuru Dunia Islam yang pada akhirnya menjadi peran inti dalam jaringan ulama internasional.

 

Tipe imigran lain yang tidak kalah penting adalah ulama dan murid pengembara. Mereka datang ke Haramain bukan hanya melaksanakan ibadah haji tetapi sekaligus meningkatkan ilmu. Ketika ilmu yang mereka dapat dirasa cukup dan mendaptkan otoritas mengajar (ijazah), mereka kembali ke Tanah Airnya membawa ilmu, gagasan, dan metode yang dipelajari di Haramain. Mereka berperan penting sebagai transmitter  utama tradisi keilmuan Islam di Timur Tengah ke berbagai belahan Dunia Islam yang tidak jarang membawa pembaruan Islam.

 

Dalam buku ini cukup banyak nama ulama yang terlibat dalam jaringan yang disebutkan oleh penulis khususnya tipe grand immigrants. Tidak hanya mereka yang berasal dari Haramain, tetapi juga dari berbagai bagian-bagian Dunia Islam lain seperti Mesir, Maghribi, India, dan Melayu-Nusantara. Tidak jarang, penulis menjelaskan biografi ulama-ulama tersebut. Pada bagian ini penulis mengambil referensi dari kamus-kamus biografi Arab (tarajim)sesuai dengan periode yang dibahas. Dengan begitu, kita akan mengetahui guru-guru dan murid-muridnya; keilmuan yang dikuasai; tempat belajar; dan juga tarekat yang dianut.

 

Contoh ulama grand immigrants abad ke-17 yaitu, Shibghat Allah yang merupakan murid dari ulama terkemuka tarekat Syathariyah dari India yaitu Wajih al-Din al-Gujarati. Shibghat Allah memiliki murid contohnya Ahmad Al-Syinnawi dan Ahmad al-Qusyasyi. Al-Syinnawi oleh Shibghat Allah diangkat sebagai Khalifah Syathoriyah. Sedangkan al-Qusyasyi menjadi syekh tarekat Syathariyah. Ulama-ulama tersebut terikat dalam jaringan tidak hanya karena tarekat saja tetapi juga isnad hadis yang membuatnya terhubung ke berbagai ulama di seluruh Dunia Islam.

 

Murid al-Qusyasyi dari Nusantara adalah Abd al-Rauf al-Sinkili, Muhammad Yusuf al-Maqassari, dan Nur al-Din al-Raniri. Tiga tokoh itu bertanggung jawab dalam penyebaran gagasan-gagasan pembaruan Islam dan tarekat di Indonesia. Misalnya, al-Sinkili lewat salah satu murindya dari Jawa Barat yaitu Abd al-Muhyi membantu penyebaran tarekat Syathariyah di Jawa. Selain penyebaran tarekat, tokoh-tokoh tersebut juga membawa gagasan pembaruan Islam dari guru-guru mereka di Haramain, yaitu gagasan neo-sufisme.

 

Dalam neo-sufisme tidak ada pertentangan antara aspek eksoteris (syari’at) dan aspek esoteris (mistis/hakikat). Ulama yang berperan aktif lahirnya neo-sufisme antara alain al-Jili, al-Qusyairi, dan al-Ghazali. Sedangkan istilah neo-sufisme seperti yang dikatakan oleh Azra dikenalkan oleh Fazlur Rahman.

 

Lewat gerakan neo-sufisme mereka melawan dan membersihkan orang-orang yang mempraktekan tasawuf dengan cara yang salah. Misalnya, tidak menjalankan syari’at dengan sempurna dan tercampur dengan pemikiran spekulatif mistiko-filosofis. Hal ini seperti yang dilakukan oleh al-Raniri di Kesultanan Aceh dalam melawan dan membunuh kelompok wahdat al-wujud yang dibawa oleh Hamzah Fansuri dan muridnya, yaitu Syamsu al-Din al-Sumantrani.

 

Pada bagian akhir buku ini (bab 5) yang membahas  jaringan ulama abad ke-18 di Melayu-Indonesia, Azra mengatakan bahwa tidak seperti ulama jaringan abad ke-17 Melayu-Nusantara seperti yang disebutkan di atas yang mendapat perhatian besar para sarjana, ulama Melayu-Indonesia abad ke-18 kurang banyak diteliti (Hal. 314).

 

Terdapat beberapa ulama penting dalam periode ini yakni, Abd al-Shamad al-Palimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari,  Abd al-Rahman al-Batawi,  Abd al-Wahab al-Bugisi, Muhammad Nafis, dan Dawud al-Fatani. Ulama-ulama ini meskipun tidak terhubung secara langsung ke jaringan ulama abad ke-17 tetapi guru-guru mereka di Haramain terhubung langsung dengan ulama-ulama abad sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan hubungan intelektual mereka yang mengacu pada karya-karya mereka.

 

Dari segi keilmuan, ulama-ulama abad ke-18 tidak jauh berbeda dengan ulama abad-ke 17 yang fokus pada syariat, tasawuf, dan teologi. Karya-karya mereka banyak merujuk kepada karya-karya sebelumnya. Misalnya karya dari al-Palimbani berjudul Hidayat al-Salikin yang banyak mengambil topik dari karya-karya al-Ghazali seperti, Bidayat al-Hidayah, `Ihya ‘Ulum al-Din, Minhaj al-‘Abidin, dan ‘Arba’in fi Ushul al-Din.

 

Jadi, dapat disimpulkan bahwa jaringan ulama yang terbentuk dalam rentang waktu abad ke-17 dan abad ke-18 dibentuk tidak hanya hasil interaksi murid dan guru tetapi juga gagasan pembaruan (tajdid), tarekat, isnad hadis, dan karya ilmiah.

 

Kelebihan dari buku ini antara lain: penggunaan bahasa yang mudah dipahami; data yang lengkap; dan saling terhubung antar bagian. Buku ini adalah karya ilmiah disertasi penulis untuk mendapatkan gelar doktor (Ph.D) dari Columbia University. Oleh karena itu, buku ini cocok untuk kalangan mahasiswa atau bagi orang-orang yang tertarik dengan kajian sejarah Islam khususnya wilayah Asia Tenggara.

 

Identitas Buku

Judul: Jaringan Ulama Timur Tengah & Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII​​​​​​

Penulis: Prof. Azyumardi Azra, Ph.D., M.Phil., M.A., CBE​​​​​​​​​​​​​​

Penerbit: Prenamedia Group

Tahun terbit: 2018 (Edisi Perenial)

Tebal: XXXI + 483 halaman

ISBN: 979-3465-46-8

Peresensi: Mohamad Irfan, Mahasiswa S2 Studi Islam Pascasarjana UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung


https://jatim.nu.or.id/pustaka/melacak-sanad-keilmuan-ulama-abad-ke-17-hingga-18-BWknq

Author: Zant