Pamekasan, NU Online Jatim
Berwisata ke Kabupaten Pamekasan, kurang lengkap jika tak mengunjungi museum umum Madhilaras yang lokasinya berada di jantung kota. Tepatnya di sebelah utara monumen Arek Lancor.
Kunjungan NU Online Jatim pada Jumat (17/02/2023) yang lalu, melihat wisatawan yang berlibur ke museum belajar terhadap koleksi benda-benda kuno yang syarat akan sejarah peradaban masa lalu. Tak heran, museum yang diresmikan pada tanggal 18 Maret 2013 ini cocok dijadikan wahana edukasi pada anak saat berlibut ke Arek Lancor.
Jika pengunjung masuk ke dalam, yang pertama kali dilihat adalah kain batik khas Pamekasan yang panjangnya mencapai 1530 meter. Lilitan kain tersebut, pernah mencapai rekor Muri pada tahun 2009.
“Batik ini sengaja dibuat oleh 1000 pengrajin dalam rangka memperingati Hari Jadi Pertama Pamekasan,” kata R Sonny Budiharto selaku pendiri museum Mandhilaras yang diwawancarai oleh reporter NU Online Jatim.
Dilanjutkan, potongan kiswah Ka’bah yang ada di pojok paling selatan, didapatkan atas pemberian Syech Fuad Basyir Al-Makky kepada bapak H Muhdlar Abdullah Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pamekasan.
“Setelah mendapatkan benda ini, ia berikan pada Bupati Pamekasan KH Kholilurrahman yang kemudian diberikan kepada Dinas Pemuda, Olahraga dan Budaya (Disporabud) untuk dijadikan koleksi museum,” ujarnya.
Tak hanya itu, museum ini memiliki koleksi manuskrip kuno yang berupa yaitu kitab suci Al-Qur’an ditulis menggunakan tangan dan kitab fiqih berbahan kertas kapas milik Kiai Rohim Larangan yang isinya memuat hukum-hukum syar’i dan ilmu tauhid.
Ada pula layang kona hibah Bapak Antok Suharyanto Kepala Disperindag Pamekasan yang isinya mengisahkan munculnya Menak Jinggo ketika Ratu Suhita yang bergelar Ratu Ayu Kencono Wungu dari Majapahit resah atas serangan Kebo Mercuet (digambarkan manusia berkepala kerbau).
Pria yang menjabat sebagai tim ahli cagar budaya Pamekasan ini menyampaikan bahwa museum ini juga memamerkan ragam permainan anak zaman dahulu, seperti bola beklen yang terbuat dari logam dan karet, Tormotoran Brambhang dan Kardokaran berbahan daun lontar. Selain itu tampak delman kuno yang menjadi alat transportasi warga sebelum kendaraan bermotor.
Ada koleksi koin lama sebagai sarana transaksi barang dengan cara sistem barter atau tukar menukar barang. Dikatakan Sonny, munculnya uang sebagai alat tukar barang yang sah, bergantilah pada uang yang diluncurkan oleh Jepang, Belanda dan Indonesia.
“Ada 3 koleksi koin kuno, antara lain Pesse Bhenggolan yang terbuat dari bahan logam/perunggu yang di masa Belanda, uang kertas yang diterbitkan pada tahun 1952-1968 di masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Gelleng Soko/binggel terbuat dari perak atau perhiasan yang digunakan seorang wanita pada masa kerajaan,” paparnya.
Tambah seru lagi, museum memamerkan batu fosil moulosca yang ditemukan seorang petani yang sedang mengolah tanahnya untuk ditanami bibit di Desa Campor, Proppo.
“Sebuah prasasti menjelaskan, desa ini terletak di daratan tinggi. Apabila ditarik garis lurus 2 kilometer daratan rendah ke arah selatan, ada sebuah kampung yang disebut Patasean (lautan). Fosil ini menjadi bukti sejarah, dahulu kala Pamekasan adalah lautan yang dasar permukaan lautnya naik ke permukaan,” terangnya.
Koleksi Keris
Koleksi yang paling menarik perhatian pengunjung adalah benda-benda tajam kuno yang meliputi:
1. Keris dapur Majapahit berpamor kuku tancang, kinanta emas, rangka tomohok.
2. Keris Mataraman ber luk 11 dapur Semampir berpamor Tirtotumates.
3. Keris lurus Madura, dapur Barurambat Pamekasan, pamor biji pala yang diciptakan oleh empu Citra Nala (murid Ki Murkali) di zaman Ronggosukowati.
4. Keris Betto’ Budha yang berbahan batu lokal Madura. Keris ini dibuat di masa Pra Islam yang diperkirakan pada masa pemerintahan Bonorogo (Panembahan Ronggosukowati).
5. Calok Thabu’ (parang) sebagai peralatan rumah tangga atau di perkebunan pada zaman kerajaan.
6. Keris Calok Kodhi’ yang menjadi pusaka sakti mandraguna Kek Lesap yang digunakan saat melakukan pemberontakan raja-raja Madura. Mulai dari Sumenep, Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan. Dan akhirnya tumbang oleh pasukan ayahandanya sendiri, Raden Tjakra Adiningrat V, Bupati Bangkalan pada Abad ke-17 M.
7. Keris Sora Lake’ Bini’ dibuat empu asal Pekandangan, Sumenep. Pamornya kulit semongko.
8. Alat beladiri tongkat kayu santeki dibuat oleh Bapak Budran Desa Lenteng, Proppo, Pamekasan. Tongkat ini peninggalan masa Sabilillah yang digunakan saat berperang.
9. Tombak Madura pamor Dwi Warna (Wengkor dan Wor Wutoh). Tombak ini senjata pengawal kerajaan di zaman Ronggosukowati.
10. Tombak Madura dapur Pakong Barat Pamekasan. Tombak ini diciptakan pada awal masa kerajaan Majapahit yang digunakan oleh pengawal kerajaan.
Koleksi Alat-alat Tani
Ada pula alat-alat bercocok tanam yang digunakan oleh para petani tradisional di zaman dulu, antara lain:
1. Tembha Brangbhang berbahan daun lontar yang dibuat oleh warga Desa Konyileh, Kecamatan Palengaan. Alat tradisional ini untuk menyiram tanaman pertanian.
2. Topi petani tradisional yang terbuat dari lontar. Dibuat oleh bapak Nur Hihsan asal Desa Samiran, Proppo.
3. Kocok/Bhurunang terbuat dari bambu. Alat angkut tradisonal hasil pertanian dibuat oleh bapak Musya asal Desa Tlangoh, Proppo.
4. Grunjhu janur. Tempat hasil mengarit pakan ternak ini dibuat bapak Tariken asal Desa Mapper, Proppo.
5. Grunjuh Perreng, tempat mengangkut hasil mengarit rumput terbuat dari bambu dibuat oleh bapak Saniman asal Desa Samiran, Proppo.
6. Batu alam cekung milik bapak Acman Imam yang ditemukan oleh warga yang dulu berfungsi sebagai tempat minum hewan ternak.
Koleksi Alat-alat Rumah Tangga
1. Tobhung terbuat dari batu Pualam yang berguna sebagai tempat makanan berkuah dan dapat menahan nasi.
2. Tadha Leper, sejenis cepuk atau kobhungan yang diperkirakan sebagai tempat makanan yang berkuah di masa silam.
3. Piring Eropa berbahan keramik di masa kolonial.
4. Talam/baki bermotif buah-buahan yang berbahan keramik. Pada sisi keseluruhan terbuat dari tembaga serta bagian sisi kiri dan kanan terdapat pegangan yang terbuat dari bahan logam kuningan. Alat tersebut digunakan untuk menyuguhkan minuman atau hidangan pada tamu di masa lalu.
5. Morong/teko berbahan keramik digunakan sebagai alat rumah tangga di masa lalu yang terpengaruh pada China dengan masyarakat pribumi.
6. Botol kuno dari Belanda berbahan keramik. Benda ini digunakan sebagai tempat minuman keras di masa penjajahan.
7. Tenong Perreng terbuat dari anyaman bambu yang digunakan tempat kue untuk lamaran dan tradisi lainnya di Madura. Pemiliknya adalah R Aju Ma’ani Joesoef Marpote Pamekasan.
8. Tas Changkengan Brangbang terbuat dari daun lontar. Digunakan oleh warga Kadur Pamekasan saat belanja ke pasar tradisional.
9. Lencak Gerbhung yang memiliki nilai filosofi tinggi. Pada bagian tengah digunakan untuk menyimpan barang berharga. Pada bagian tepi dikelilingi ukiran bermotif fauna, memiliki arti si penghuni dapat menikmati istirahat dan bermimpi indah. Pada sisi kanan terdapat simbol kehormatan bagi sang penghuni. Bulatan kayu besar yang terletak di bagian atas ukiran, memilih makna posisi tidur suami istri.
Koleksi Peralatan Dapur
1. Baddhana Napena Brangbang terbuat dari daun lontar yang digunakan untuk menyimpan hidangan tradisional. Alat ini dibuat oleh bapak Ahmad di Desa Konyileh, Palengaan.
2. Katombhu berbahan daun lontar. Tempat bherkat tradisonal ini dibuat oleh bapak Dahrah di Desa Panaan, Palengaan.
3. Chobbu’ berbahan lontar yang fungsinya mencuci beras. Benda ini dibuat oleh bapak Dahrah asal Desa Panaan, Palengaan.
4. Lesung batu putih yang digunakan untuk menumbuk kopi dan beras.
5. Ghilisan batu alat penggiling jagung, hibah bapak Kadarisman Sastrodiwiryo.
6. Thomang/kompor tanah liat dijadikan alat memasak.
7. Centong kayu buatan ibu Sulaiman asal Proppo, digunakan untuk mengambil nasi.
8. Cendir/sendhu’ buatan ibu Sulimah asal Proppo, digunakan untuk mengambil sayur.
9. Canteng batok kelapa era 1945 an alat untuk mengambil air di gentong.
10. Gaddhang buatan bapak Sanurdin Desa Mapper, Proppo dijadikan alat untuk tampah beras.
11. Gaddhang Lobhang alat untuk ayak padi.
12. Cantheng Koor digunakan untuk menyimpan air legen.
13. Cowek dan ulekan tanah liat dibuat ibu Bunami Desa Mapper, Proppo, digunakan untuk menghaluskan bumbu.
14. Soblughan tanah berbahan gerabah difungsikan sebagai alat memasak nasi.
15. Batho Ceper buatan bapak Saniman Desa Samiran, Proppo digunakan untuk menggiling jagung.
16. Leghan batu alat menghaluskan jamu tradisional.
17. Ronjhangan Kene’ dan gentong yang dibuat bapak Marsuli, dijadikan alat penumbuk padi.
18. Lessong dan gentong buatan bapak Sallah Desa Mapper, Proppo, difungsikan sebagai penumbuk beras.
19. Bhato Ghangsean hibah dari ibu Siti Aminah berfungsi sebagai alat mengasah benda-benda tajam.
https://jatim.nu.or.id/jujugan/melihat-koleksi-museum-mandhilaras-pamekasan-Fb6gH