Pagi itu mentari masih dipelukan mega yang menggelayut di langit Sidoarjo. Desah ribuan jamaah bersahutan bagai alunan dzikir yang tak terhenti. Ritme kaki yang menapaki jalanan menghasilkan peluh yang mengalir dari dahi dan tengkuk. Di pagi itu saya berjalan dari Jalan Juanda, Surabaya menuju Stadion Delta Sidoarjo, lokasi puncak resepsi 1abad Nahdlatul Ulama. Baru beberapa menit, mobil sudah berjalan melambat, berhenti, menunggu barangkali ratusan mobil di depan berjalan walau merayap. Alhamdulillah bisa bergerak lagi walau hanya beberapa meter. Berhenti lagi, kali ini lama sekali. Saya meminta driver menepi, tapi sejauh mata memandang, kakan kiri jalan dua arah itu sudah disesaki mobil, rapat bagaikan tembok Berlin.
Sesampai di Hotel Fave saya berjalan kaki penuh optimisme. Berjalan pun harus berbagi dengan jamaah lain. Saya bersemangat meski berjalan kaki sekitar lima kilometer. Sepanjang jalan saya melihat banyak orang berbaik hati. Sebuah ormas non NU mendirikan posko besar, dibarengi dengan pelayanan dan persediaan makanan minum gratis untuk para warga NU. Ada tenda yang membagikan minuman dan makanan gratis bagi warga NU yang melintas. Ada nasi bungkus dan air mineral di banyak titik. Ada pelayanan kesehatan gratis.
Di Jalan Pahlawan saya melihat sejumlah ormas dan institusi lainnya memberikan pelayanan dan perbantuan kepada warga NU. Halaman mereka diperuntukkan parkir kendaraan dan toilet mereka dibuka bagi mereka yang membutuhkan.
Gambar-Gambar Ramah
Saya juga menyaksikan gambar para tokoh dan yang merasa tokoh di sepanjang jalan menuju lokasi resepsi Harlah 1 Abad NU dalam berbagai ukuran dan gaya. Baliho dan banner yang memajang gambar para tokoh dan mereka yang merasa tokoh itu menjadi sisi lain dari perhelatan akbar tersebut. Ada Ketum parpol, ada legislator di berbagai level, ada calon legislator dan ada pejabat. Ada juga Banom NU dan muassis NU walau tidak menonjol. Kita tidak perlu negatif thinking, prejudice dan menjudge para tokoh yang terpampang dalam gambar tersebut. Kita harus khusnudzan/positif thinking bahwa NU itu memberikan berkah. NU itu layak dicintai, karenanya logis jika banyak yang menyintainya. Mereka yang berduyun duyun datang menyaksikan langsung dengan tenaga dan keringat ke acara resepsi Harlah adalah para penyinta dan saat itu ingin memadukan cintanya dengan sesama penyinta. Demikian pula mereka yang datang dengan baliho, poster, dan banner dengan cukup tersenyum manis seraya melambaikan tangan juga para penyinta jamiyah yang didirikan para ulama pesantren.
Rasanya terasa menyelisihi keinginan para muassis jamiyah ini jika kita negatif thinking dan prejudice melihat gambar gambar tersebut. Apalagi mengatakan, bahkan terkonotasi menuduh bahwa di antara gambar tersebut mendominasi dan sarat dengan interest politis. Juga menyoal masalah busana yang dipakainya seperti sorban, karena sebelumnya tidak pernah mengenakan sorban.
NU tidak menutup diri bagi individu tertentu dan komunitas tertentu. NU bersikap ekslusif. Tidak ada dikotomi antara miskin dan kaya, pribumi nonpribumi, NU lama dan mendadak NU, juga tidak mengenal kasta, karena NU menganggap semua setara dalam bingkai ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah insaniyah/basyariyah.
Dalam Qanun Asasi, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari mengatakan, “Marilah Anda semua dan segenap pengikut Anda dari golongan para fakir miskin, para hartawan, rakyat jelata dan orang orang kuat, berbondong bondong masuk jamiyah Nahdlatul Ulama. Masuklah dengan kecintaan (bil mahabbah), kasih sayang (bil widadi), rukun (ulfah), bersatu (wal ittihad) dengan ikatan jiwa dan raga (ittishal bi arwahin wa ajsadin)”.
Apa yang dikatakan beliau ternyata masih sangat relevan dengan kondisi kekinian. Resepsi Harlah 1 Abad sekarang ini menjadi bukti bahwa banyak manusia berbondong bondong memasuki bola dunia NU dengan riang gembira, dengan solidaritas, dengan cinta, dan dengan kasih sayang. Kita tidak perlu khawatir NU akan dimanfaatkan, tidak perlu menyoal interest pribadi masing masing, karena NU memiliki ‘sistem digital’ atau ‘computerized’. KH Hasyim Asyari mengatakan, “Ini adalah jamiyah yang lurus, bersifat memperbaiki dan menyantuni. Ia terasa manis di mulut orang orang yang baik dan bengkal (klolot, jawa) di tenggorokan orang orang yang tidak baik. Dalam hal ini hendaklah Anda sekalian saling mengingatkan dengan kerja sama yang baik, dengan petunjuk yang memuaskan dan ajakan memikat serta hujjah yang tidak terbantah.”
Bola dunia NU benar-benar menjadi dunia bagi manusia semesta alam. Ada yang datang dengan rambut gondrong, ada yang gundul, ada yang bersarung, ada yang berjas, ada yang berkaos oblong ada yang bersurban dan berjubah, ada yang bertato ada pula yang berkonde. Itulah pluralisme, itulah kasih sayang, dan itulah sikap dasar NU. Yang memadu cinta dengan bola dunia jangan dicurigai, dia sangat bijak, selain memberi berkah yang baik tentu akan memberi karma bagi yang tidak baik, secara otomatis. Bola dunia NU merupakan destinasi bagi para pemburu keberkahan, para pelintas wasilah, para perindu ukhuwah, perdamaian dan stabilitas. Ketika penghuni bola dunia dilanda konflik, frustrasi, dan kegersangan cinta akibat egoisme, kompetisi destruktif, pergaulan yang hegemonis, dan kegersangan spiritual karena agama yang dieksploitasi, maka bola dunia NU akan menjadi tempat singgah sekalian hunian yang aman yang berkeadaban.
Bola Dunia itu Besar
Bola dunia NU itu besar, mampu menampung banyak umat manusia. Dia bisa memberi berkah kepada semuanya, karenanya tidak perlu berebut, tidak perlu mengkavlingnya, apalagi ingin menguasainya dengan dalih sebagai ahli warisnya atau pemilik saham terbesarnya.
NU itu bagaikan laut yang luas nan dalam (bahrun amiqun) yang di atasnya kapal dan perahu berlayar yang di dalamnya terdapat banyak ikan yang menyehatkan dan banyak orang terhibur bahagia melihat pesona air dan desiran ombaknya.
Dalam konteks material pragmatis, banyak orang mendapatkan barakahnya berupa jabatan politik dan koneksi profesional, meski jasa mereka terhadap NU tidak begitu signifikan, atau bahkan tidak ada sama sekali. Dalam konteks spiritual banyak yang mendapatkan barakahnya, berupa ketenangan hidupnya, terlindungi dari potensi diskriminasi dan intimidasi serta mendapatkan kedamaian dan kesetaraan. Dalam konteks kebangsaan banyak yang dapat barakahnya, berupa terjaganya ikatan persaudaraan, terpeliharanya toleransi dan moderasi serta terselamatkannya ideologi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.
Bola dunia NU sangat besar, biarkan mereka datang dari mana saja, dengan warna apa saja dan dengan motif apa saja, biarkan berduyun duyun datang kepadanya untuk menumpahkan cintanya, untuk memadukan cintanya, ya cinta kepada Jamiyah Nahdlatul Ulama, cinta kepada para muassisnya, cinta kepada para kiai dan ulamanya yang menebar kasih sayang dan rahmat (alladlina yandluruna ila ummah bi aini rahmah).
Bola dunia NU sangat indah, jauhkan ghibah dan fitnah, termasuk sikap serakah. Keberagaman itu niscaya dan barakah NU biarkan sampai keseluruh penjuru dunia, karena dunia sedang menanti barakahnya NU. Dan Harlah 1 Abad merupakan titik awal bola dunia NU menyemai bola dunia dengan peradaban dunia. Selamat dan sukses NU. Wallahu a’lam bis shawab
H Mufid Rahmat, penulis buku ‘Semua Akan NU pada Waktunya’ (LKiS, 2021), aktivis NU dan mantan Ketua PW GP Ansor Jawa Tengah