Oleh Abdul Kholiq
Jika kita menengok ke belakang di tahun 1980 sampai 1990-an, masyarakat kampung dulu sangat melekat pada tradisi dan budaya mengaji di masjid, musala/surau. Tradisi tersebut menjadi kenangan yang tidak bisa kita lupakan hingga saat ini.
Tradisi anak-anak setiap sore menjelang Maghrib sudah berjalan ramai-ramai menuju masjid, musala, atau rumah guru ngaji. Ini merupakan pemandangan yang fenomenal saat itu. Anak laki-laki dan perempuan berbondong-bondong dengan membawa Al-quran atau buku panduan/metode membaca Al-quran (Baghdadi, fasholatan atau lainnya).
Di perumahan Kemang Bogor Regency (KBR) yang dipelopori oleh bapak Nuri, Bapak Syamsul dan Ustad Ni’am sekaligus inisiator terbentuknya “Majlis KBR Mengaji ”. Kegiatan ini sebagai bentuk kecintaan terhadap ilmu keagamaan untuk menanamkan jiwa religius di kawasan perumahan KBR.
Majlis KBR Mengaji mendapat antusias dari warga KBR. Hal ini terbukti dari kehadiran warga di beberapa pertemuan KBR mengaji. Merupakan maksud dan tujuan ustadz Niam, Bapak Nuri dan Bapak Syamsul membuka cakrawala keilmuan agama terutama bidang ubudiyah agar apa yang kita lakukan saat ibadah sesuai dengan tuntunan agama.
Para inisiator memulai dengan bagaimana mengetahui cara membaca Al-Quran dan bacaan shalat yang benar dan penjelasan tentang syarat dan rukun ibadah atau kita kenal dengan sebutan ilmu fikih dan ilmu tajwid.
Pada awal pembukaan Majlis KBR Mengaji ustadz Ni’am Masykuri menjelaskan tentang bagaimana pentingnya ilmu Tajwid sebagai pedoman membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Beliau mengungkapkan dasar cara membaca Al-Quran yaitu surat al-Muzammil ayat 4.
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
“Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.”
Dalam tafsir al Misbah menjelaskan bacalah Alquran secara perlahan-lahan sehingga jelas huruf dan saat berhentinya. Bacalah dengan bacaan yang baik dan benar.
Ustadz Ni’am menjelaskan “Tartilan di sini berarti dengan bacaan baik dan benar. Ketika membaca Al-Quran dengan baik dan benar maka ada potensi besar kita benar-benar mendapat keberkahan dari Al-Quran, sebaliknya jika membaca al-Qur’an tidak didasari ilmu dan cara membaca salah maka bukan keberkahan al-Qur’an yang kita dapat bisa jadi laknat yang kita peroleh Na’udzubillah min dzalik. Setidaknya ada niat kita belajar membaca al-qur’an walaupun masih salah maka membacanya bernilai pahala. Satu huruf saja sebanding 10 kebaikan jika kita membaca basmalah (بسم الله الرحمن الرحيم) yang jumlah hurufnya 19 huruf dikali 10 kebaikan maka sebanding 190 kebaikan, itu baru membaca basmalah saja. Inilah manfaat dan keberkahan belajar membaca al-Qur’an. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung” pungkas Ustad Ni’am Masykuri.
Di saat ustad Ni’am memberikan pencerahan pentingnya dan pahalanya mengaji para jamaah mengagukkan kepala pertanda mereka mengerti pentingnya mengaji, serasa mereka sepakat akan berusaha istiqomah aktif dalam kegiatan ini sebagai bentuk bagian para mujahid pencari ilmu agama.
Kemudian meneruskan penjelasannya tentang tartiilan, beliau menguraikan bahwa tartiilan adalah تجويد الحروف ومعرفة الوقوف (memperbagus huruf dan mengetahui wuquf) artinya membaca dengan bagus atau baik dan benar huruf-huruf hijaiyah dan mengetahui dimana harus berhenti ketika membaca al-Qur’an. Ini sangat penting karena jika cara membaca hurufnya salah bisa berbunyi huruf yang lain dan akan mempengaruhi makna dari ayat al-Qur’an itu, dan ini sangat berbahaya sekali. Kemudia ustad melanjutkan maksud dari Tajwidul huruf ini adalah اعطاء كل حرف حقه ومستحقه memberikan setiap hak-haknya huruf. Apa itu hak-haknya huruf yaitu مخارج الحروف وصفة الحروف.(tempat keluarnya huruf dan sifatnya huruf) artinya membaca dengan Tartil disini membaca dengan mengetahui dan mampu menempatkan keluarnya huruf dengan benar dan baik.
Apa itu Makhorijul huruf ?. makhorijul huruf adalah tempat keluarnya huruf hijaiyah. Klasifikasinya ada 5 tempat sesuai yang dijelaskan ustad Ni’am klasifikasinya adalah
Huruf Halqiyah
Huruf Lisaniyah
Huruf Syafawiyah
Huruf Jaufiyah
Huruf Khoisyumiyah
Untuk lebih detailnya akan dijelaskan di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Kita akan belajar pelan-pelan dan pengenalan 2 item huruf hijaiyah dulu agar lebih fokus dan benar-benar bacanya benar. Dan nanti kita akan praktekkan satu per satu, dengan metode yang digunakan adalah metode baghdadi, yaitu dengan meng-eja. Misalnya alif fathah:a, ba’ fathah: ba dan seterusnya. Hingga kemudian bapak-bapak mampu membaca Al-Qur’an. Metode ini sama dengan metode jaman kita waktu kecil dengan menggunakan Kitab Turutan pungkasnya Ustad Ni’am.
Majlis ini nantinya tidak hanya belajar cara membaca al-Qur’an tapi juga akan dikaji masalah ubudiyah yaitu kitab fikih, diharapkan nantinya bisa mengetahui bagaimana cara bersuci dengan benar dan seterusnya kemudian dilanjutkan dengan do’a penutup oleh ustad Ni’am.
Sungguhmerupakan kebahagiaantersendiri bagi bapak-bapak jamaah KBR mengaji, bisa mengaji dan silaturrahmi warga KBR. Sebab hal itu menjadi tangga bagi proses belajar agama berikutnya. Ini merupakan bentuk membumikan ngaji al-Qur’an di KBR. Harapannya adalah agar ada keberkahan rumah warga KBR karena ditempati untuk menimba ilmu apalagi belajar al-Qur’an.
Walhasil, proses ngaji Al-Qur’an dalam pembukaan Majlis KBR Mengaji memang membawa kesan yang cukup mempesona dengan segala suka dan keceriaan para jamaah majlis. Hemat penulis, tradisi tersebut seharusnya dilestarikan demi menjaga kualitas pembelajaran Al-Qur’an yang lebih otentik sebab talaqqi dari guru ke murid benar-benar bisa dirasakan seperti yang berkali-kali ustad Ni’am sampaikan belajar ilmu itu harus bersanad yang jelas.
Penulis adalah santri Majlis KBR Mengaji
https://jabar.nu.or.id/opini/membumikan-metode-al-baghdadi-di-kbr-NtKUy