Keceriaan masih terpancar saat umat islam memasuki bulan Syawal. Lebaran berbalut kegembiraan di mana-mana. Termasuk tidak sedikit yang melengkapi suasana suka cita tersebut dengan menyemir rambut. Masalahnya, bagaimana hukum menyemir rambut ketika lebaran?
Salah satu perhiasan yang menjadi tren bagi anak milenial adalah semir rambut. Tren yang satu ini tidak hanya terjadi bagi wanita yang notabenenya senang untuk berhias saja, namun juga terjadi pada laki-laki. Ada banyak alasan di balik semua itu, mulai dari mengikuti tren, sebatas merubah warna, hingga tujuan untuk membuat dirinya lebih menarik untuk dipandang.
Selain terjadi pada anak milenial, kalangan tua juga tak jarang yang mengikuti tren ini. Mereka menyemir rambut dengan tujuan untuk mengatasi perubahan warna ketika sudah memasuki usia lanjut. Dengan begitu, warna rambut yang akan memutih bisa berubah sesuai warna semir yang mereka suka. Tren di atas tentu perlu dikaji secara komprehensif, elegan, dan mendalam menggunakan perspektif fiqih. Sebab, menyemir rambut merupakan salah satu bentuk upaya seseorang untuk menjadikan dirinya tetap percaya diri.
Namun, terlepas dari semua itu, bagaimana sebenarnya hukum menyemir rambut bagi laki-laki, baik yang masih muda, ataupun yang sudah tua? Berikut pembahasan rincinya.
Hukum Menyemir Rambut
Sebelum membahas lebih lanjut perihal hukum menyemir rambut bagi laki-laki, ada dua hal pokok yang perlu diketahui, yaitu perihal warna semir. Dalam hal ini, para ulama membedakan hukum menyemir rambut dengan warna hitam dan warna lainnya.
Syekh Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan Ali asy-Syarbaji dalam kitabnya mengatakan, bahwa haram bagi laki-laki dan wanita untuk menyemir rambutnya menggunakan warna hitam, dan sunah menggunakan warna yang lain, seperti kuning, merah, dan lainnya.
يَحْرُمُ صَبْغُ شَعْرِ الرَّأْسِ والِّلحْيَةِ بِالسَّوَادِ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ. وَيُسْتَحَبُّ صَبْغُ الشَّعْرِ بِغَيْرِ السَّوَادِ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ، بِصُفْرَةٍ، أَوْ حَمْرَةٍ
Artinya: Diharamkan menyemir rambut dan jenggot dengan (semir) hitam bagi laki-laki dan perempuan. Dan, sunah menyemir rambut dengan selain warna hitam bagi laki-laki dan perempuan, seperti warna kuning, atau warna merekah. (Musthafa al-Khin, dkk, Fiqhu al-Manhaji ‘ala Mazhabil Imam asy-Syafi’i, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], juz III, halaman: 99).
Larangan menyemir rambut menggunakan warna hitam dan anjuran menggunakan warna lain sebagaimana penjelasan di atas, berdasarkan salah satu hadits Rasulullah setelah peristiwa Fathu Makkah. Saat itu, ia menyuruh sahabat Abu Quhafah untuk mengubah warna rambutnya dengan selain warna hitam. Dalam sebuah hadits disebutkan:
أُتِىَ بِأَبِى قُحَافَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّه: غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
Artinya: Suatu hari ketika Fathu Makkah, Abu Quhafah dipanggil oleh Rasulullah. Saat itu, rambut kepala dan jenggotnya berwarna putih seperti merpati. Kemudian Rasulullah bersabda: Ubahlah warna ubanmu ini, namun jangan gunakan warna hitam. (HR Jabir).
Pendapat Ulama
Imam Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi (wafat 676 H) dalam salah satu kitabnya mengutip beberapa pendapat para ulama dalam mengomentari hadits di atas, yaitu:
1. Kalangan mazhab Syafi’iyah (Ashabuna) menganjurkan laki-laki untuk mewarnai rambut dengan warna kuning atau merah, dan haram menggunakan warna hitam, dan ini merupakan pendapat paling sahih (ashah) dalam mazhab Syafii.
2. Menurut suatu pendapat (qil), mewarnai rambut dengan warna hitam hukumnya makruh tanzih (tidak berdosa jika dilakukan). Selain itu, ada beberapa sahabat dan kalangan tabi’in yang menilai bahwa tidak mewarnai rambut lebih baik, pendapat ini diprakarsai oleh Imam al-Qadhi, karena menurutnya, sekalipun terdapat hadits yang menganjurkan kepada Abu Quhafah untuk mewarnai rambut, Rasulullah sendiri tidak mewarnai rambutnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan:
تَرْكُ الخّضَابِ أَفْضَلُ
Artinya: Tidak mewarnai rambut lebih baik.
Namun demikian, ada juga sahabat dan kalangan tabi’in yang menilai bahwa mewarnai rambut lebih baik, bahkan beberapa figur saat itu memilih mewarnai rambut karena adanya hadits di atas, di antaranya adalah Umar bin Khattab, Abu Hurairah, Uqbah bin Amir, Ibnu Sirin, Abu Bardah, dan beberapa figur lainnya. (Imam Nawawi, Syarhun Nawawi ‘alal Muslim, [Beirut, Darul Ihya’: 1392], juz 14, halaman: 80).
Dengan demikian kalau ada kalangan yang bertanya, lebih baik ikut yang mana? Dan bagaimana pengaplikasian hukum yang tepat dalam konteks saat ini? Dua pendapat dan komentar para ulama di atas pada hakikatnya sama-sama dalam konteks ijtihad dalam menyimpulkan hukum dari hadits perihal mewarnai rambut tersebut. Jika benar, maka mendapatkan dua pahala, dan jika salah maka mendapatkan satu pahala.
Hanya saja, Imam Nawawi menyebutkan bahwa dalam konteks mewarnai rambut, para ulama mempertimbangkan keadaan dan posisinya masing-masing. Dalam kitabnya disebutkan:
وَاخْتِلَافُ السَّلَفِ فِى فِعْلِ الْأَمْرَيْنِ بِحَسَبِ اخْتِلَافِ أَحْوَالِهِمْ فِى ذَلِكَ مَعَ أَنَّ الْأَمْرَ وَالنَّهْىَ لَيْسَ لِلْوُجُوْبِ بِالْاِجْمَاعِ
Artinya: Perbedaan ulama salaf dalam melakukan dua hal tersebut (mewarnai dan tidak), tergantung perbedaan keadaan mereka. Sebab, perintah (baca: anjuran) dan larangannya tidak menunjukkan wajib secara konsensus. (Imam Nawawi, 14/80)
Maksud dari perbedaan keadaan dalam penjelasan di atas adalah, jika seseorang hidup di tempat yang mayoritas penduduknya menyemir rambut, maka hukum menyemir di tempat tersebut dianjurkan, dan makruh jika tidak melakukannya karena telah melanggar dari adat. Dan, jika mayoritas penduduknya tidak menyemir rambut, maka sunah untuk tidak menyemirnya dan makruh jika melakukannya.
Haramnya Semir Hitam
Syekh Musthafa al-Khin, dkk, dalam kitabnya menjelaskan hikmah diharamkannya menyemir rambut dengan warna hitam. Menurutnya, menyemir rambut dengan warna tersebut merupakan penipuan, da nada unsur merubah kenyataan. Sebab, warna hitam akan menjadikan orang yang sudah tua terlihat muda, yang lanjut usia juga terlihat muda dalam pandangan manusia. (Musthafa al-Khin, dkk, 3/100).
Demikian penjelasan para ulama perihal hukum menyemir atau mewarnai rambut bagi laki-laki dan wanita. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bis shawab.
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop, Bangkalan
https://jatim.nu.or.id/keislaman/menyemir-rambut-saat-lebaran-bagaimana-hukumnya-6ojVT