Seringkali ketika berdiskusi, kita hanya fokus terhadap jawaban ataupun gagasan yang dimiliki, yang akhirnya hanya menjadi perdebatan tanpa solusi dan jalan keluar. Kita lebih sibuk unjuk gigi meskipun data yang dimiliki belum tentu teruji. Dan terkadang, kita melupakan tujuan dari diskusi tersebut, yang akhirnya hanya menimbulkan pertentangan yang ujung-unjungnya perselisihan.
Oleh karena itu, tulisan ini mengajak untuk kembali merefleksikan sabda Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.
يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ
Artinya: “Wahai Anakku, tinggalkanlah mira’ (mendebat karena ragu dan menentang, debat untuk menjatuhkan) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” (HR. Baihaqi).
Dalam Islam sendiri banyak terjadi perdebatan maupaun beradu argumen, akan tetapi dengan batasan-batasan yang tidak melanggar syariat. Seperti yang telah ketahui perdebatan antar imam madzhab dengan segala hujjahnya, dengan tidak menjatuhkan ataupun menyerang hujjah ulama lain. Bahkan mereka dalam beberapa permasalahan bersepakat yang ini dinamakan ijma atau konsesus ulama’.
Debat atau jadal adalah membandingkan satu dalil pada dalil yang lain. Mujadalah adalah perang pikiran dan permusuhan. Hukum berdebatpun sangat variatif, seperti yang dijelaskan dalam kitab Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah:
جَدَلٌ – التَّعْرِيفُ: الْجَدَل لُغَةً: مُقَابَلَةُ الْحُجَّةِ بِالْحُجَّةِ، وَالْمُجَادَلَةُ: الْمُنَاظَرَةُ وَالْمُخَاصَمَة الْجَدَل قِسْمَانِ: مَمْدُوحٌ وَمَذْمُومٌ.
أ – الْجَدَل الْمَمْدُوحُ: يَكُونُ الْجَدَل مَمْدُوحًا شَرْعًا إِذَا قُصِدَ بِهِ تَأْيِيدُ الْحَقِّ، أَوْ إِبْطَال الْبَاطِل، أَوْ أَفْضَى إِلَى ذَلِكَ بِطَرِيقٍ صَحِيحٍ.
ب – الْجَدَل الْمَذْمُومُ: الْجَدَل الْمَذْمُومُ هُوَ كُل جَدَلٍ بِالْبَاطِل، أَوْ يَسْتَهْدِفُ الْبَاطِل، أَوْ يُفْضِي إِلَيْهِ، أَوْ كَانَ الْقَصْدُ مِنْهُ التَّعَالِيَ عَلَى الْخَصْمِ وَالْغَلَبَةِ عَلَيْهِ، فَهَذَا مَمْنُوعٌ شَرْعًا، وَيَتَأَكَّدُ تَحْرِيمُهُ إِذَا قَلَبَ الْبَاطِل حَقًّا، أَوِ الْحَقَّ بَاطِلاً.
وَقَدْ يَكُونُ الْجَدَل مَكْرُوهًا إِذَا كَانَ الْقَصْدُ مِنْهُ مُجَرَّدَ الظُّهُورِ وَالْغَلَبَةِ فِي الْخُصُومَةِ.
Debat atau jadal adalah membandingkan satu dalil pada dalil yang lain. Mujadalah adalah perang fikiran dan permusuhan.
Debat terbagi dua:
- Debat yang terpuji adalah jika bertujuan menguatkan kebenaran atau menyalahkan perkara yang batil dangan cara yang benar.
- Debat tercela adalah setiap perdebatan dalam hal kebatilan atau bertujuan agar menang dari lawan debat.
Keharaman debat jadi kuat jika bertujuan memutar balikkan kebenaran atau kebatilan. Jika debat hanya bertujuan agar dipuji, menjadi terkenal dan mengalahkan lawan debat maka hukumnya makruh.
Dari sini kita dapat menilai diri sendiri perdebatan model apa yang kita pilih. Apakah hanya untuk ajang mencari ketenaran atau mencari kebenaran? Apakah debat kita untuk menguji gagasan atau hanya untuk menjatuhkan lawan?
Maka dari itu, hindarilah debat yang tidak perlu, yang hanya menimbulkan pertentengan dan pertikaian belaka. Dan janganlah sampai kita melupakan akhlak yang baik ketika berdebat. Seperti hadits Nabi Muhammad SAW di bawah ini:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Artinya: “Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bersifat gurau, Dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.”
Penulis: M. Rufait Balya Barlaman, Mahasiswa Ma’had Aly Mamba’ul Ma’arif
https://jatim.nu.or.id/keislaman/nabi-muhammad-melarang-berdebat-untuk-menjatuhkan-lawan-VmZ2F