Jakarta, NU Online
Pakar Hukum Pidana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Fira Mubayyinah menilai AGH (15) layak mendapatkan hukuman pidana atas kasus penganiayaan yang dilakukan oleh kekasihnya Mario Dandy (20) terhadap David (17).
“Untuk kasus yang sangat kejam dan kedudukannya sebagai ‘pemicu’ penganiayaan maka dia ini jelas turut serta, maka dia harus diproses hukum dan layak untuk mendapat imbalan yang sesuai dengan perbuatannya,” ujar Fira, kepada NU Online, Selasa (7/3/2023).
Posisi AGH sebagai ‘pemicu’ ini, menurutnya, jadi pekerjaan rumah (PR) bagi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) bagaimana memformulasikan pembinaan bagi anak yang delinquency (kejahatan) dan lainnya, jangan sampai disamakan.
“PR-nya nanti saya rasa ada di LPKA,” jelas dia.
Sebab, lanjut Fira, AGH akan berhadapan dengan dua situasi, pertama sidang terbuka untuk umum (ketika dia menjadi saksi) dan sidang tertutup (ketika dia sebagai terdakwanya). Situasi tersebut berpeluang besar mengganggu psikologisnya, namun bisa jadi pembelajaran bagi masyarakat umum.
“Dua situasi ini bagi ‘anak yang berkonflik dengan hukum’ tentu bukan perkara mudah untuk perkembangan psikologinya, tapi ini bisa jadi pembelajaran bagi pelaku potensial, harapannya bisa sebagai general deterrence (penjeraan kepada khalayak umum),” terang dia.
Seperti diketahui, AGH adalah sosok penting dalam kasus penganiayaan terhadap David yang dilakukan oleh Mario Dandy. Dugaan tindakan tidak benar yang dilakukan David terhadap AGH, menyebabkan Mario Dandy gelap mata.
Terkait peran atau keterlibatan Agnes sendiri, Dosen Hukum Pidana Unusia Setya Indra Arifin berharap kepolisian dapat bersikap bijak dan adil sehingga dapat diperoleh kesimpulan soal peran AGH yang sebenarnya dalam kasus ini.
“Jika signifikan, misalnya dengan menyebut bahwa tanpa AGH penganiayaan itu tidak akan terjadi, maka peran ini nantinya dapat dinyatakan sebagai penyertaan,” kata dia.
“Namun jika ternyata setelah diperiksa, peran AGH tidak signifikan dalam tindak pidana penganiayaan, maka dapat saja dinyatakan padanya, atas perbuatan dalam kejadian itu sebagai pembantuan,” sambungnya.
Menurutnya, penyertaan yang ada dalam kejadian ini juga tentu dapat sampai kepada beberapa bentuk, yang paling mendekati di antara beberapa bentuk penyertaan yang mungkin itu tindakan penganjuran atau pembujukan.
“Karena tanpa bujukan AGH, mungkin tidak akan sampai ada penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku materiil, dalam hal ini tersangka utama, Mario Dandy Satrio,” terang Indra.
“Nah, jika demikian, maka AGH dapat dinyatakan sebagai pelaku intelektual dalam kasus ini,” imbuhnya.
Meskipun AGH terbukti sebagai salah satu pelaku dalam kasus tersebut, AGH tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka seperti yang lainnya. Hal ini dikarenakan AGH masih di bawah umur. Hanya saja status AGH dinaikkan dari saksi menjadi pelaku usai polisi melakukan pendalaman kasus.
Dari hasil pemeriksaan digital forensik berupa percakapan WhatsApp, video penganiayaan, rekaman CCTV di lokasi, dan pemeriksaan saksi diketahui bahwa AG terlibat dalam kasus penganiayaan itu.
“Ada perubahan status dari AG yang awalnya adalah anak berhadapan dengan hukum, meningkat statusnya menjadi anak yang berkonflik dengan hukum atau berubah menjadi pelaku,” ujar Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes (Pol) Hengki Haryad di Mapolda Metro Jaya, Kamis (2/3/2023).
Sebagai tambahan informasi, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun, yang diduga melakukan tindak pidana.
AGH dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak dan atau Pasal 355 ayat 1 juncto 56 subsider Pasal 354 ayat 1 juncto Pasal 56 lebih subsider Pasal 353 ayat 2 lebih subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.