Malang, NU Online Jatim
Pakar maqasid syariah KH Nasrulloh Afandi atau Gus Nasrul menyebutkan pendirian pabrik raksasa dengan puluhan ribu karyawan adalah haram. Penegasan itu disampaikan dalam kajian bertajuk ’Maqasidus Syariah dan Hifdzul Bi’ah di Era Modern’ yang dipusatkan di Gedung Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang.
Gus Nasrul mengatakan, pendirian pabrik tersebut senyatanya mengandung maslahat atau kebaikan, yakni berupa upaya hifdzul mal (menjaga harta), dengan menghidupkan roda perekonomian, menciptakan lahan pekerjaan, kos-kosan karyawan, dan lainnya.
”Akan tetapi di sisi lain juga melahirkan mafsadat kubro (kerusakan yang besar),” ujar Doktor Maqasid Syariah summa Cum Laude Universitas Al-Qurawiyin, Maroko itu.
Menurutnya, kerusakannya bahkan lebih dahsyat dari sekadar maslahat di atas. Dampaknya jauh lebih dahsyat dari kerusakan tata lingkungan, yaitu kerusakan manusia baik akhlak ataupun suluk (tingkah laku).
”Mulai dari pergaulan bebas hingga berubahnya norma-norma sosial, karena lingkungan dipenuhi dengan kos-kosan karyawan yang datang berbagai daerah. Ini mengakibatkan kerusakan yang jauh lebih besar, daripada sekedar sedikit maslahat keuntungan materi yang diraih,” tegasnya.
”Perspektif maqasid syariah, kita lakukan tarjih, untuk mencari perkara yang lebih unggul, antara maslahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan) yang terjadi ketika ada banyak pabrik raksasa di tengah-tengah pemukiman penduduk,” imbuh Gus Nasrul.
Ia menuturkan, mendirikan pabrik-pabrik raksasa di tengah pemukikam penduduk, apapun alasannya, hanya masuk kategori maksimalnya maqshod hajjiyah (kebutuhan bisnis). Sedangkan menjaga norma-norma sosial lingkungan, kesalehan, kesantunan publik, adalah maqasid dharuriyyah (hal yang tidak bisa ditinggalkan).
“Maka, hal yang dhoruri (yang tidak bisa ditinggalkan) adalah wajib lebih dikedepankan dari pada hal hajjiyah (kebutuhan),” kata pengurus Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.
Gus Nasrul pun mencontohkan pendirian pabrik di tengah pemukiman penduduk seperti Kecamatan Mayong, Jepara, Jateng. Didirikannya pabrik-pabrik di wilayah tersebut nyata-nyata mengakibatkan tatanan masyarakat berubah, norma-norma sosial pudar, pergaulan bebas, hingga pelacuran.
“Bahkan pernah viral video kakek-kakek korea pesta miras saat bulan Ramadhan dengan karyawati berjilbab di area pabrik. Dalam tinjauan maqasid ini adalah mafsadat al-muhaqqoqoh atau kerusakan yang nyata,” ucap alumnus Pondok Pesantren Lirboyo Kediri ini.
Padahal, daerah tersebut dikenal sebagai tanah kelahiran RA Kartini, daerah asal ulama besar nusantara KH Soleh Darat, makam kakek KH Soleh Darat. Di daerah itu pula terdapat pesantren tertua dan terbesar di Jepara, yaitu Pesantren Balekambang dan pesantren-pesantren lainnya.
”Jadi, mendirikan pabrik-pabrik raksasa di tengah pemukiman penduduk jelas kerusakannya lebih besar daripada sekadar kejahatan ilegal loging, atau penambangan liar. Sebaiknya jangan hanya memandang faktor keuntungan bisnis saja, tapi justru mencampakkan prinsip-prinsip maqasid syariah,” pungkasnya.