Umat Islam akan menghadapi salah satu peristiwa penting yakni gerhana bulan total pada hari Selasa, 08 November 2022. Hal tersebut sesuai ikhbar yang dikeluarkan Pimpinan Wilayah (PW) Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Timur bernomor: 111/LFNU.II/L/XI/2022.
Dan salah satu ibadah yang disarankan saat terjadi gerhana bulan termasuk dalam kondisi total tersebut adalah dengan mengerjakan shalat sunah khusuf. Karena gerhana bulan merupakan fenomena alam yang menjadi tanda kebesaran Allah SWT.
Shalat sunah gerhana bulan dapat dikerjakan secara sendirian. Sementara cara shalat gerhana bulan dapat dilakukan sebagaimana shalat gerhana ala Madzhab Syafii atau ala Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki.
Shalat sunah gerhana bulan bisa juga dikerjakan sendiri di rumah masing-masing. Pendapat ini dipegang oleh Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki.
Syekh Hasan Sulaiman Nuri dan Sayyid Alwi bin Abbas al-Maliki menyebutkan tata cara shalat gerhana bulan menurut Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki dalam Ibanatul Ahkam, Syarah Bulughul Maram sebagai berikut:
وقالت الحنفية صلاة الخسوف ركعتان بركوع واحد كبقية النوافل وتصلى فرادى، لأنه خسف القمر مرارا في عهد الرسول ولم ينقل أنه جمع الناس لها فيتضرع كل وحده، وقالت المالكية: ندب لخسوف القمر ركعتان جهرا بقيام وركوع واحد كالنوافل فرادى في المنازل وتكرر الصلاة حتى ينجلي القمر أو يغيب أو يطلع الفجر وكره إيقاعها في المساجد جماعة وفرادى
Artinya: Kalangan Hanafi mengatakan, shalat gerhana bulan itu berjumlah dua rakaat dengan satu rukuk pada setiap rakaatnya sebagai shalat sunah lain pada lazimnya, dan dikerjakan secara sendiri-sendiri. Pasalnya, gerhana bulan terjadi berkali-kali di masa Rasulullah SAW tetapi tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Rasul mengumpulkan orang banyak, tetapi beribadah sendiri. Kalangan Maliki menganjurkan shalat sunah dua rakaat karena fenomena gerhana bulan dengan bacaan jahar (lantang) dengan sekali rukuk pada setiap kali rakaat seperti shalat sunah pada lazimnya, dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Shalat itu dilakukan secara berulang-ulang sampai gerhana bulan selesai, lenyap, atau terbit fajar. Kalangan Maliki menyatakan makruh shalat gerhana bulan di masjid baik berjamaah maupun secara sendiri-sendiri. (Lihat: Syekh Hasan Sulaiman Nuri dan Sayyid Alwi bin Abbas al-Maliki, Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram, Beirut, Darul Fikr, cetakan pertama, 1996 M/1416 H, juz I, halaman: 114).
Sebelum shalat, ada baiknya seseorang melafalkan niat terlebih dahulu sebagai berikut:
أُصَلِّي سُنَّةَ الخُسُوفِ رَكْعَتَيْنِ لله تَعَالَى
Ushallî sunnatal khusûf rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat karena Allah SWT.
Adapun secara teknis, shalat sunah gerhana bulan sendirian menurut Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki adalah sebagai berikut:
1. Niat di dalam hati ketika takbiratul ihram.
2. Mengucap takbir ketika takbiratul ihram sambil niat di dalam hati.
3. Baca taawudz dan surat Al-Fatihah.
Setelah itu baca surat Al-Baqarah atau selama surat itu dibaca dengan jahar (lantang).
4. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 100 ayat surat Al-Baqarah.
5. I’tidal, bukan membaca doa i’tidal, tetapi surat Al-Fatihah. Setelah itu baca surat Ali Imran atau selama surat itu.
6. Rukuk dengan membaca tasbih selama membaca 80 ayat surat Al-Baqarah.
7. I’tidal dengan membaca doa i’tidal.
8. Sujud dengan membaca tasbih selama rukuk pertama.
9. Duduk di antara dua sujud.
10. Sujud kedua dengan membaca tasbih selama rukuk kedua.
11. Duduk istirahat atau duduk sejenak sebelum bangkit untuk mengerjakan rakaat kedua.
12. Bangkit dari duduk, lalu mengerjakan rakaat kedua dengan gerakan yang sama seperti rakaat pertama. Hanya saja bedanya, pada rakaat kedua saat berdiri pertama dianjurkan membaca surat An-Nisa. Sedangkan ketika berdiri kedua dianjurkan membaca surat Al-Maidah.
13. Salam.
14. Istighfar dan doa.
Shalat sunah gerhana bulan juga dapat dikerjakan dengan ringkas. Seseorang membaca surat Al-Fatihah saja pada setiap rakaat tanpa surat pendek atau dengan surat pendek. Ini lebih ringkas seperti keterangan Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyathi dalam I’anatut Thalibin berikut ini:
ولو اقتصر على الفاتحة في كل قيام أجزأه، ولو اقتصر على سور قصار فلا بأس
Artinya: Kalau seseorang membatasi diri pada bacaan Surat Al-Fatihah saja, maka itu sudah memadai. Tetapi kalau seseorang membatasi diri pada bacaan surat-surat pendek setelah baca surat Al-Fatihah, maka itu tidak masalah. (Lihat: Syekh Ibnu Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz I, halaman: 303).
Selagi gerhana bulan berlangsung, maka kesunahan shalat sunah gerhana bulan tetap berlaku. Tidak ada batasan jumlah rakaat shalat gerhana bulan menurut Madzhab Maliki. Hanya saja shalat sunah gerhana bulan ini dikerjakan per dua rakaat.
Demikian tata cara shalat gerhana bulan berdasarkan Madzhab Hanafi dan Madzhab Maliki. Tetapi shalat gerhana bulan sendiri dapat dilakukan dengan kaifiat ala Madzhab Syafi’i, yaitu dengan membaca dua Al-Fatihah, dua rukuk, dan dua kali i’tidal. Wallahu a’lam.
https://jatim.nu.or.id/keislaman/panduan-melaksanakan-shalat-gerhana-bulan-sendirian-I6lqa