Bandarlampung, NU Online
Pengamat Hukum Keluarga dari Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung Abdul Qodir Zaelani mengatakan bahwa sesuai dengan hadits riwayat Abu Hurairah, Nabi saw bersabda bahwa setiap manusia keturunan Adam adalah kepala. Dalam konteks keluarga pria dan wanita memiliki posisi setara dengan pria adalah kepala keluarga, sedangkan wanita adalah kepala rumah tangga.
“Jadi Laki-laki dan perempuan adalah sama-sama kepala, ketika dua kepala saling bertemu maka di sana harus ada sebuah komunikasi. Ketika dua kepala tidak dikomunikasikan maka salah satunya akan merasa lebih tinggi dibandingkan kepala yang lain,” jelas pria yang karib disapa AQZ ini.
“Jika salah satunya ada yang merasa lebih tinggi, kemungkinan akan muncul sebuah kekerasan baik fisik maupun psikis,” imbuhnya.
AQZ pun mengingatkan bahwa dalam Islam, kekerasan sangat dilarang terlebih lagi kepada keluarga. Hal ini disebutkan dalam hadits riwayat Imam Bukhari yang mengingatkan setiap insan untuk berbuat baik pada wanita. Rasulullah mengingatkan berkali-kali saat melaksanakan haji wada.
“Rasul pun dalam berkeluarga, dalam ranah domestik, sering membantu Aisyah, bahkan rasul melayani diri sendirinya,” ujarnya kepada NU Online sesaat setelah menjadi pemateri pada webinar nasional bertemakan Peran Laki-laki dalam Pencegahan dan Penangan Kekerasan yang Berbasis Gender yang dilaksanakan pada Senin (26/7/2022).
Ia pun mengingatkan bahwa tujuan berkeluarga adalah mewujudkan terwujudnya suasana yang samara (Sakinah, mawaddah, warahmah). Namun tidak mudah untuk mewujudkannya karena adanya pandangan superior dan inferior di masyarakat.
“Implikasi pemikiran ini (superior dan inferior), ketika perempuan ingin lebih kuat atau ingin lebih kontributif di ranah publik, dianggap hal tersebut bukan wilayah perempuan. Karena perempuan dianggap lemah dan hanya mengurus wilayah domestik saja. Sehingga laki-laki memiliki sebuah kuasa, kuasa mengatur dan kuasa dalam hal apapun di dalam rumah tangga,” jelasnya.
Bahkan, lanjutnya, lebih ironisnya adalah sebuah konstruk budaya yang mana laki-laki menjemur pakaian itu dilarang karena itu pekerjaan perempuan. Sehingga terlihat adanya dinding pemisah antara ruang domestik dan ruang publik. Rang domestik hanya untuk perempuan sementara ruang publik hanya untuk lelaki. Hal tersebut, bisa menjadi penghalang menuju keluarga samara.
Sebenarnya menurutnya, eksistensi laki-laki dan perempuan dalam Al-Qur’an bisa merujuk pada Al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 7 yang artinya dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar .
“Artinya ada take and give (saling memberi dan menerima) secara laki dan perempuan adalah partner dalam kebaikan. Allah pun tidak membedakan siapa yang paling mulia antara laki-laki dan perempuan tapi yang membedakannya adalah ketakwaanya,” ungkapnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.