Penghormatan untuk Umat Hindu di Balik Kelezatan Soto Kerbau Khas Kudus

Soto kerbau menjadi salah satu kuliner khas yang jangan sampai dilewatkan saat berkunjung ke kota Kudus, Jawa Tengah. Soto kerbau atau yang sering disebut dengan soto Kudus memiliki rasa yang kaya akan rempah-rempah dipadukan dengan potongan daging kerbau yang empuk menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjung yang mencobanya. Soto kerbau biasa disajikan dengan lauk pauk lain yang bisa ditambahkan seperti jeroan, perkedel, dan kerupuk kulit kerbau.

Di balik kelezatan soto kerbau ternyata tersimpan filosofi perdamaian antarumat beragama yang diusung oleh Sunan Kudus (Ja’far Shodiq). Kilas sejarah yang tersimpan di dalam semangkok soto kerbau nyatanya menjadikan kuliner tersebut dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dan etnis yang ada.

Peneliti Islam dan Budaya Lokal dari Kudus Nur Said mengatakan, soto kerbau tidak hanya sekadar kuliner biasa yang dapat dinikmati, karena di balik itu tersimpan nilai historis, sosiologis, dan kultural yang tinggi dan melekat di sana.

Pemilihan daging kerbau dalam kuliner soto di Kudus adalah sebagai bentuk penghargaan dan wujud nilai damai karena dalam sejarah Sunan Kudus meminta umat Islam tidak menyembelih sapi. Bukan karena haram jika dimakan, namun sebagai bentuk menghormati dan menghargai umat Hindu di Kudus. Sehingga umat Islam di Kudus hingga kini lebih memilih menyembelih kerbau dengan pilihan kuliner soto daging kerbau daripada sapi. 

Menurut Nur Said yang juga Pengasuh Pesantren Riset Mahasiswa (PRISMA), Sunan Kudus mengajarkan kearifan dan kebijaksanaan sebagai seorang pemimpin dalam menyebarkan agama Islam. Pemeluk agama Hindu yang pada waktu itu menyakralkan hewan sapi, kemudian dihormati dengan cara melarang menyembelih sapi. Sampai sekarang, masyarakat Kudus pun melestarikannya dan menjadikan daging kerbau sebagai pilihan dalam menyantap soto.

“Jadi dalam semangkok soto Kudus ada pesan menghormati keyakinan masyarakat Hindu. Penghormatan bagi umat Hindu terhadap sapi begitu besar, Sunan Kudus menggunakan instrumen tersebut sebagai media dakwah dengan melarang masyarakat menyembelih sapi dan menggantinya dengan kerbau,” terangnya.

Bahkan masih diterapkan sampai sekarang, saat hari raya Idul Adha datang, masyarakat di Kudus mayoritas memilih untuk menyembelih kerbau dibanding sapi. Menyembelih kerbau adalah bagian dari warisan dakwah yang santun, damai, dan ramah dari Sunan Kudus, dan itu sudah dikenal dalam berbagai tutur tinular (nasihat yang disebarluaskan).

“Inti dari Islam itu adalah rahmatan lil ‘alamin. Maksudnya adalah merahmati, jadi kepada kelompok lain, walaupun beda agama, beda suku, rahmah itu harus diberikan. Dalam menyampaikan Islam pun harus penuh dengan cinta kasih,” kata Nur Said.

Selain itu, bagi orang Jawa terkenal istilah tepa salira yaitu dapat merasakan perasaan orang lain sehingga tidak menyinggung atau melukai hati. Sunan Kudus memahami benar perasaan warga Kudus yang saat itu masih banyak beragama Hindu.

Mengingat tradisi menyembelih kerbau di Kudus memiliki sejarah panjang serta nilai edukatif tinggi sehingga perlu dilestarikan. Meskipun sekarang sudah mengalami pergeseran karena perkembangan zaman, namun paling tidak tradisi menyembelih kerbau sebagai kurban dapat menjadi media pembelajaran bagi generasi milenial. 

Menurutnya menyembelih kerbau juga bisa menjadi bukti tradisi, dalam konteks perdamaian sehingga menjadi relevan. Tidak hanya di Kudus semata, namun juga perlu diadopsi di seluruh dunia tentang penyampaian Islam secara ramah dan toleran. Masyarakat luas baik nasional maupun internasional menurutnya perlu belajar cara menampilkan Islam dengan elegan dan harmoni, terlebih di Indonesia yang kaya akan kearifan lokal.

Tapi terkadang orang-orang mulai melupakan sejarah dan tidak dapat melihat budaya. Yang terjadi tanpa kesadaran budaya maka pendidikan karakter tidak akan berhasil, sehingga hal tersebut pelu melekat dalam pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara telah menerangkan bahwa pendidikan karakter dibagi menjadi tiga macam yakni dengan mengerti, merasa, dan melakukan.

Baginya sebagai bagian dari warga Kudus, Nur Said menganggap pentingnya menyembelih kerbau masih tetap perlu dilestarikan. Bahkan meski harga sapi lebih murah, saya kira dalam tradisi kurban ini yang dipertimbangkan bukan material tapi spritual dan nilai. Nilai tambah kalau kita menyembelih kerbau lebih tinggi daripada menyembelih sapi,” tandasnya.

Saat ini dihadapkan dengan berbagai pola dakwah yang cenderung radikal dan penuh kekerasan namun dengan dakwah Sunan Kudus yang damai dapat menjadi sebuah pembelajaran tersendiri karena nilai-nilai Islam banyak diajarkan dengan penuh substansial. Penyembelihan kerbau substansinya adalah dengan penyampaian dakwah secara tenggang rasa dan toleransi.

Soto kerbau tidak hanya menjadi satu-satunya kuliner di Kudus dengan bahan daging kerbau. Salah seorang warga Kudus, Fauziyah menuturkan bahwa ada berbagai kuliner lain berbahan daging kerbau yakni sate kerbau dan sego pindang yang tidak banyak di jumpai di kota-kota lain selain Kudus.

Sate kerbau disajikan dengan daging yang sudah digiling sehingga bertekstur empuk dan lembut lalu dipadukan dengan bumbu berwarna hitam perpaduan dari kacang tanah, kelapa parut yang sudah disangrai, kemudian ditambahkan dengan gula merah dan kecap manis. 

Selain itu ada juga sego pindang daging kerbau sebagai makanan khas Kudus yang kerap disajikan saat orang-orang memiliki hajat. Sego pindang disajikan dengan kuah santan serta daun mlinjo yang rasanya kaya akan rempah-rempah seperti sereh, lengkuas, jahe, ketumbar, jinten, kencur, kluwek, daun salam dan daun keruk.

Penulis: Afina Izzati

Editor: Fathoni Ahmad

 

==================

Liputan ini hasil kerja sama dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI

Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://www.nu.or.id/nasional/penghormatan-untuk-umat-hindu-di-balik-kelezatan-soto-kerbau-khas-kudus-cWfp0

Author: Zant