Penjelasan Wakil Rais Aam PBNU tentang Politik

Kediri, NU Online Jateng
Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Anwar Iskandar membagikan pengalamannya ketika masih menjadi santri di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Kiai Anwar menceritakan bahwa dahulu rutin berkumpul di Aula Al-Ikhwan setiap malam Jumat untuk diajari tentang politik oleh KH Mahrus Ali. 

“Itu tahun 1967, saya belajar politik dengan Mbah Mahrus, saya mungkin (berusia) 19 tahun,” ujarnya pada Halaqah Fiqih Peradaban dengan tema Ijtihad Ulama Nahdlatul Ulama dalam Bidang Sosial Politik di Aula Al-Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Kamis (28/12/2023).

Kiai Anwar menjelaskan makna politik menurut Kiai Mahrus Ali. Politik, jika ditulis menggunakan tulisan arab menjadi fawalaituka yang memiliki arti, saya akan menguasai kamu. Kalau seseorang sudah berkuasa, maka kekuasaannya itu harus menjadi kebaikan bagi banyak orang.  

“Terus apa kata Mbah Mahrus? Jadi politik itu adalah upaya untuk merebut kekuasaan, kalau sudah punya kekuasaan, kemudian kita gunakan untuk membuat keputusan yang memberikan kebaikan dan kemanfaatan kepada banyak orang,” jelas Kiai Anwar Iskandar. 

Kiai Anwar mengungkapkan bahwa KH Mahrus Ali berulang kali mengingatkan bahwa politik harus dilandasi oleh kepedulian. “Jadi politik itu harus peduli pada umuril muslimin, sampai beliau menampilkan hadits laisa minna man lam yubali bi amril muslimin,” imbuh kiai yang kini mengemban amanah sebagai Ketua Umum MUI Pusat itu. 

Disampaikan, KH Mahrus Ali selalu menekankan agar politik tidak menjadikan seseorang menjadi ta’ashub atau fanatik. “Mbah Mahrus mengatakan politik itu hanya alat menuju tujuan, politik itu bukan maqasid (tujuan), tetapi politik itu adalah perantara. Sebab dalam politik itu tidak ada yang namanya hal abadi, yang abadi itu kepentingan,” jelasnya.

Dikutip dari laman nu.or.id, Kiai Anwar menjelaskan bahwa dalam berpolitik, setiap pihak harus bisa memberi ruang agar bisa berkolaborasi dengan semua kepentingan sehingga akan memberi manfaat kepada kehidupan beragama dan berbangsa. 

“Yang ketiga kata Mbah Mahrus, politik itu tidak boleh menghancurkan persatuan. Jadi penting sekali ukhuwah (persaudaraan) itu,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Kiai Anwar menceritakan fenomena politik pada zaman Sahabat Nabi. Dahulu, gara-gara politik, Sayyidina Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh kaum Khawarij yang menghafal Qur’an, berpuasa pada siang hari, dan shalat tahajud pada malam harinya.  

“Karena salah memahami politik, tega membunuh Sayyidina Ali. Kemudian Sayyidina Utsman ketika membaca Al-Qur’an dibunuh oleh orang yang salah dalam memahami politik,” ucap Kiai Anwar.  

Maka lanjutnya, politik jangan sampai memecah belah. Oleh karena itu NU sekarang punya prinsip, kita tidak boleh kemudian menggunakan identitas politik, karena itu bisa menghancurkan persatuan bangsa. (*)
 


https://jateng.nu.or.id/nasional/penjelasan-wakil-rais-aam-pbnu-tentang-politik-I0fjz

Author: Zant