Pondok pesantren merupakan pendahulu dari sistem asrama yang telah lama diselenggarakan di dunia barat. Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang berorientasi pada kajian keagamaan yang bersumber pada Al-Quran dan hadits. Sampai saat ini, pesantren semakin menarik perhatian masyarakat karena menanamkan ketersambungan rantai atau sanad keilmuan untuk menjaga orisinalitas dan kevalidan keilmuan antara guru dan murid.
لغةً المعتمد، وسمي كذلك، لأن الحديث يستند إليه، ويعتمد عليه واصطلاحًا: سلسلة الرجال الموصلة للمتن
Artinya: “Sanad secara bahasa adalah al-Mu’tamad (tempat bersandar atau bergantung), dinamakan demikian sebab hadits disandarkan kepada sanad atau bergantung kepadanya. Secara istilah, sanad adalah silsilah para perawi yang menyambungkan hingga ke mata.” (Mahmud Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, Maktabah al-Ma’arif, cetakan ke-10: 2004, hal 19).
Dalam tradisi pesantren, ilmu menjadi bagian dari agama karena bersumber dari Wahyu. Belajar, mengaji, mengkaji ilmu bagian dari ibadah, sehingga sumber ilmu betul-betul jelas dan bisa dipertanggung jawabkan. Oleh karenanya, pesantren sanad keilmuan bagian dari agama. Sebagaimana dikatakan Imam Muslim.
أَلْإِسْنَادُ مِنَ الدِّيْنِ وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ (شرح الصحيح مسلم للنواوي: ج ١، ص ٤٧)
Artinya: “Sanad adalah urusan agama. Kalau urusan isnad tidak diperhatikan, maka setiap orang bisa berbicara apa saja sekehendak hatinya.”
Di masa dekade awal, sanad dianggap tidak penting, tetapi ketika fitnah merebak, maka sanad menjadi alat penting untuk validasi informasi keagamaan. Sebagaimana dikatakan Imam Nawawi.
لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الأِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُم فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ سُنَّةِ فَيُؤْخَذْ حَدِيْثُهُم وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ البِدع فَلَا يُؤْخَذ حَدِيْثُهم
Artinya: “Dulu mereka (para ulama di masa sahabat), tidaklah bertanya tentang sanad. Ketika terjadi fitnah, mereka berkata: “Sebutkanlah nama para perawi (hadits) kalian. Untuk dilihat (apakah berasal dari) Ahlussunnah, sehingga diambil (diterima) haditsnya. Dan dilihat (apakah berasal dari) ahlul bid’ah, sehingga tidak diambil hadits mereka.”
Sanad menjadi tradisi dan ciri khas Ahlussunnah wal Jamaah. Tradisi keilmuan golongan ini lahir dari pesantren. Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Risalah Ahlussunnah wal Jamaah menyatakan, hendaknya berhati-hati dalam mengambil suatu ilmu (informasi). Dan seyogyanya tidak mengambil ilmu dari orang yang bukan ahlinya. Beliau menyitir perkataan Ibnu Malik Ra.
لاتحمل العلم عن أهل البدع ولاتحمله عمن لا يعرف بالطلب، ولاعمن يكذب في حديث الناس وإن كان لايكذب في حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم
Artinya: “Jangan mengambil ilmu dari orang ahli bid’ah, serta janganlah menukilnya dari orang yang tak diketahui dari mana ia mendapatkannya, dan tidak pula dari siapapun yang dalam perkataannya ada kobohongan, meskipun ia tidak berbohong dalam menyebutkan hadits Rasulullah Saw.”
Dengan demikian sanad dan ijazah sangat penting untuk mempertahankan otentisitas dan orisinilitas ilmu, khusunya tentang agama Islam yang terus dipegang kuat dalam tradisi pesantren dan golongam Ahlussunnah wal Jamaah sebagai ciri khasnya. Sebagaimana pendapatnya Abdullah bin Mubarak.
قَالَ عَبْدُ اللهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ القَوْمِ القَوَائِمُ. يَعْنِى الْإِسْنَاد (شرح صحيح مسلم للنواي: ج ١، ص ٤٨)
Artinya: “Abdullah ibnu Mubarak berkata, “Yang membedakan antara kita (Aswaja) dengan kaum lain adalah sanad.”
Penjelasan di atas menegaskan bahwa setiap santri harus memiliki guru yang mempunyai kemampuan dan sanad keilmuan yang jelas. Karena sanad ilmu menunjukkan pentingnya otoritas seseorang dalam berilmu. Semakin disebut sumber ilmu itu, maka Rahmat Allah akan turun setiap kali menyebut nama-nama orang saleh.
https://jatim.nu.or.id/keislaman/pentingnya-sanad-keilmuan-di-pesantren-AJtS6