Jakarta, NU Online
Dewasa ini lembaga pendidikan pondok pesantren terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Banyak pihak, baik perorangan, komunitas, lembaga, organisasi beramai-ramai mendirikan pondok pesantren dengan berbagai ciri khas dan spesifikasinya. Dengan kondisi ini, masyarakat perlu memahami dan berhati-hati dalam memilih pesantren untuk putra-putrinya.
Pasalnya, tidak jarang, masyarakat salah dalam memilih pesantren karena kurikulum yang diajarkan tidak sesuai dengan paham keagamaan khususnya di Indonesia. Masih ada masyarakat yang mengirim putra putrinya ke pesantren karena ikut-ikutan tren atau hanya melihat fisik bangunan dari pesantrennya.
Terkait dengan memilih pesantren ini, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Pendidikan Prof Mohammad Mukri mengajak masyarakat untuk selektif dan benar-benar memahami pesantren yang akan menjadi tempat pendidikan putra-putrinya.
“Perhatikan Arkanul Ma’had (Rukun Pesantren) dan Ruhul Ma’had (Ruh Pesantren) saat akan memesantrenkan anak-anak kita,” imbaunya kepada masyarakat saat dihubungi NU Online, Senin (3/7/2023).
Rukun Pesantren ini juga sudah termuat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Menurutnya, lembaga pendidikan bisa disebut pesantren ketika 5 hal ini terpenuhi.
Pertama adalah pengasuh atau kiainya. Menurut Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar Jawa Timur ini, sosok kiai menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam memondokkan anak. Masyarakat harus melihat kompetensi keilmuan dan asal-usul (sanad) ilmu yang dimiliki pengasuh atau kiai.
“Penting juga untuk melihat rekam jejak dari pengasuhnya, akhlaknya, ketokohannya, termasuk para alumni hasil didikannya,” jelasnya.
Kedua adalah santri. Dalam memilih pesantren, masyarakat perlu melihat perkembangan santri di pesantren tersebut, bukan hanya dari sisi kuantitas saja namun dari sisi kualitas juga. Pastikan santri-santri didikan dari pesantren tersebut benar-benar diasuh dan dikelola dengan baik.
“Hal ini terkait dengan manajemen pesantren. Jika santri-santri terurus dengan baik, Insyaallah mereka bisa belajar dengan baik pula. Terurus di sini bukan hanya dari sisi akomodasi namun juga sisi pendidikan termasuk kurikulum yang diajarkan,” ungkapnya.
Ketiga, sarana dan prasarana asrama. Prof Mukri menyarankan masyarakat untuk memastikan pesantren yang akan menjadi tempat pendidikan putra-putrinya memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Di antaranya adanya asrama yang representatif sehingga anak bisa beraktivitas dan belajar dengan baik.
Keempat, adanya masjid/mushala/tempat ibadah yang khusus di pesantren. Hal ini menurut Prof Mukri penting untuk diperhatikan karena salah satu fungsi pesantren adalah menggembleng spiritual santri. Sehingga keberadaan fasilitas ini sebagai ruang riyadhah (pengajaran spiritual) sangat penting.
Kelima, pendidikan/kurikulum pesantren. Hal ini terkait dengan kurikulum atau ajaran apa yang diajarkan dalam pesantren tersebut. Prof Mukri mengingatkan masyarakat agar memilih pesantren yang di dalamnya mengajarkan kitab kuning atau dirasat islamiyyah.
“Pastikan kurikulum pesantrennya seperti nama-nama kitab atau pelajaran yang diajarkan. Bila kurang memahami bisa bertanya kepada orang yang paham akan hal tersebut,” ungkapnya.
Prof Mukri mengingatkan masyarakat untuk memilih pesantren yang mengajarkan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah. “Maka sebaiknya orang tua murid/santri, sebelum mengirim putra-putrinya ke pesantren, bertanya dulu kepada orang yang bisa dipercaya,” imbaunya.
Selain rukun pesantren, lanjutnya, masyarakat juga untuk memastikan ruhul ma’had atau ruh pesantren yang terdiri dari 7 hal benar-benar ada di pesantren pilihannya. 7 hal itu meliputi: (1) NKRI dan nasionalisme, (2) Keilmuan, (3) Keikhlasan, (4) Kesederhanaan, (5) Persaudaraan, (6) Kemandirian, dan (7) Keseimbangan.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Aiz Luthfi
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.